Minggu. Pekan Biasa XII (H)
- Ayb. 38: 1.8-11.
- Mzm. 107: 23-24.25-26.28-29.30-31.
- 2Kor. 5: 14-17.
- Mrk. 4: 35-40.
Lectio
1 Maka dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub: 8 Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim? 9 ketika Aku membuat awan menjadi pakaiannya dan kekelaman menjadi kain bedungnya; 10 ketika Aku menetapkan batasnya, dan memasang palang dan pintu; 11 ketika Aku berfirman: Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan.
35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: “Marilah kita bertolak ke seberang.” 36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.
37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”
39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam. Tenanglah.” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” 41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”
Meditatio-Exegese
Dari dalam badai TUHAN menjawab Ayub
Dalam sekejab, orang terkaya di belahan bumi timur dan tinggal di tanah Us di luluh lantakkan oleh kemalangan dan bencana (Ayb. 1:3). Ayub mengalami perampokan sapi dan keledai (Ayb. 1:14-15), perampasan kambing dan domba (Ayb. 1:16-17), kematian semua anak laki-laki dan perempuan (Ayb. 1:18-19).
Setelah kehilangan harta milik dan anak, padanya ditimpakan barah atau kusta di sekujur tubuh dari telapak kaki hingga ubun-umbun (Ayb. 2:7). Tak hanya itu. Isterinya meminta, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” (Ayb. 2:9).
Saat ia sedang menderita, para sahabat datang tidak hanya datang menjenguk. Mereka mempertanyakan mengapa orang benar harus menanggung derita. Seharusnya, orang benar diganjar dan dimuliakan sekarang dan di sini.
Terlebih, melalui rangkaian panjang pidato puitis, para sahabat mempersalahkan Ayub atas dosa yang dilakukan di masa lalu. Dosa itu menjadikan hidupnya menderita dan dikutuk. Ayub menyanggah para sahabatnya.
Ia menuntut Allah untuk memberi jawaban atas alasan penderitaanya yang tak kunjung putus. “Ah, sekiranya ada yang mendengarkan aku — Inilah tanda tanganku. Hendaklah Yang Mahakuasa menjawab aku. — Sekiranya ada surat tuduhan yang ditulis lawanku.” (Ayb. 31:35).
Allah tidak menjawab permintaan Ayub. Ia menampakkan Diri-Nya dalam rupa angin badai dan bersabda dari dalam-Nya. Dalam tradisi Perjanjian Lama, Ia berulang kali hadir dalam rupa angin badai.
Melaluinya Allah mengingatkan Ayub bahwa Ia adalah Pencipta yang membentuk samudera. Sabda-Nya, “Siapa yang menutup lautan dengan pintu-pintu, ketika ia menyembur keluar dari kandungan, ketika Aku membuat awan-awan menjadi pakaiannya, dan kegelapan pekat menjadi bedungnya?” (Ayb. 38:8-9).
Dengan kata lain, Allah meminta Ayub untuk terus berpegang pada-Nya dan menaruh iman hanya pada-Nya. “Ayub, jangan berpaling dari pada-Ku. Percayalah pada-Ku. Akulah Sang Pencipta.”
Pengalaman Ayub, orang benar yang menderita, dan kuasa Allah atas lautan menjadi pralambang kuasa Yesus atas penderitaan manusia dan atas alam. Yesus tidak hanya berkuasa atas badai yang mengamuk di Danau Galilea (bdk. Mat. Mt 8:24-27; 14:24-32; Mrk. 4:35-41; 6:45-52). Tetapi, Ia juga adalah Orang benar dan tak bernoda dosa yang menanggung dosa manusia.
Allah tidak meninggalkan Yesus dan Ayub dalam menanggung derita. Ketaatan Yesus dan iman Ayub dalam derita menghantarkan kekalahan mutlak setan. Maka, iman dan ketaatan pada Allah menyelamatkan mereka.
Allah membangkitkan Yesus untuk kemuliaan abadi, setelah Ia menyelesaikan tugas perutusan-Nya untuk mengalahkan maut, mendirikan Kerajaan-Nya, Gereja, dan menganugerahkan penebusan dosa serta hidup kekal.
Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?
Hari itusudah gelap. Yesus meminta para rasul untuk berlayar ke arah timur Danau Galilea. Perahu yang digunakan berlayar kemungkinan milik Petrus, Andreas saudaranya, dan Yakobus serta Yohanes anak Zebedus.
Danau ini sangat dekat dengan pegunungan tinggi. Kadang dari antara celah karang angin bertiup sangat kencang. Angin kencang mengaduk-aduk perairan yang semula tenang menjadi badai.
Perahu terombang-ambing. Air masuk memenuhi badan perahu. Dan saat terjadi badai dan hampir tenggelam. Keempat nelayan yang berpengalaman itu begitu cemas. Kecemasan mereka menandakan badai yang menerjang luar biasa ganas.
Kepanikan melanda, karena mereka tidak mampu lagi mengendalikan perahu. Di tengah kepanikan, ternyata “Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam.” (Mrk. 4:38).
Santo Markus menggambarkan Yesus yang sangat manusiawi. Ia telah mencapai kelelahan luar biasa, sehingga tidur seperti orang mati. Ia perlu memulihkan energi yang terkuras karena melayani orang banyak di Kapernaum, sehingga makan pun tidak sempat (Mrk. 3:20).
Yesus tidak peduli akan apa yang terjadi di luar dan di dalam perahu. Ia tetap tidur lelap. Tidur lelap tidak hanya menjadi tanda kelelahan, tetapi juga ungkapan iman-Nya pada Allah dalam diam.
Sebaliknya, para murid sangat panik. Ketenangan sebagai nelayan hilang. Iman mereka juga lenyap. Di tengah kepanikan, mereka berteriak-teriak.
Dari jeritan mereka, nyaring terdengar (Mrk. 4:38), “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”, Magister, non ad te pertinet quia perimus?
Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?
Sesaat setelah Yesus bangun, Ia menghardik danau yang bergolak. Sabda-Nya, “Diam, tenanglah!” seketika itu danau menjadi teduh (Mrk. 4:39). Semua kembali normal dan terkendali.
Setelah laut diam dan tenang, Ia bertanya pada para rasul (Mrk. 4:39), “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”, Quid timidi estis? Necdum habetis fidem?
Ia bertanya demikian, karena ketakutan yang melanda hati para rasul membutakan jiwa dan budi. Ketakutan, panik dan kekhawatiran membuat mereka tidak mengenali siapa diri-Nya. Semua perasaan itu melumpuhkan seluruh kehendak untuk mengambil tindakan tepat untuk terus percaya pada Allah.
Sebaliknya, keberanian yang bahu-membahu dengan iman memungkinkan siapa pun untuk memeluk kebenaran sabda Allah dan mengasihi-Nya dengan setia serta bertindak sesuai dengan kehendak-Nya.
Kasih Allah menguatkan iman dan kepercayaan pada-Nya. Kasih-Nya memampukan untuk bertindak adil dan murah hati pada sesama. Bahkan, kasih itu menguatkan saat menghadapi penentangan atau bahaya.
Ketidak-tahuan itu akan terus berlangsung. Tetapi, bagi yang mampu mengatasinya, ia akan mengikuti pengakuan Thomas, yang disebut Didimus, “Ya Tuhanku dan Allahku.” (Yoh. 20:28). Ketakutan dan ketidak percayaan menghalangi pengenalan akan tanda kehadiran-Nya.
Tanda pertama kehadiran Sang Mesias adalah ketika Ia mengampuni dosa orang yang lumpuh, “Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” (Mrk. 2:7).
Sekarang pun Allah dapat mengendalikan daya kekuatan alam, sehingga mereka pun bertanya (Mrk. 4:39), “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?”, Quis putas est iste, quia et ventus et mare oboediunt ei?
Katekese
Membangunkan Kristus yang tidur dalam dirimu. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:
“Ketika kamu telah mendengar seruan untuk mengabaikan-Nya, itu berarti engkau sedang diguncang oleh prahara. Ketika amarahmu menggelegak, engkau sedang diombang-ambingkan ombak. Maka ketika angin bertiup dan ombak mengalun tinggi, perahu ada dalam bahaya; hatimu terancam, dan akan hancur.
Saat mendengar bahwa kamu direndahkan, engkau hendak membalas dendam; tetapi kesenangan atas dendam pasti membawa kemalangan yang lain – perahu hidupmu karam. Mengapa ini terjadi? Karena Kristus tidur di dalam dirimu.
Apa yang kumaksud? Maksudku adalah bahwa engkau telah melupakan kehadiran-Nya. Maka, bangunkan Dian; ingatlah pada-Nya; persilakan Ia menjagamu; dan perhatikanlah Dia … Pencobaan menghadang : angin menerjang. Pencobaan selalu mengganggumu : itulah saat laut sedang bergejolak.
Pada saat itulah, bangunkan Kristus. Pastikan engkau ingat sabda-Nya, “Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?” (dikutip dari Sermons 63:1-3)
Oratio-Missio
Tuhan, tambahkanlah imanku akan kasih-Mu dan bantulah aku untuk selalu mengenali kehadiran-Mu dalam diriku. Kuatkanlah aku agar aku mampu melakukan kehendak-Mu apapun kedaan yang aku alami sehari-hari. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu mengenali kehadiran-Nya dalam setiap gejolak hidupku?
Quis putas est iste, quia et ventus et mare oboediunt ei? – Marcum 4:41