Kamis. Pengingatan Wajib Santo Bernardus, Abas (H)
- Yeh. 36:23-28
- Mzm. 51:12-13,14-15,18-19
- Mat. 22:1-14
1 Lalu Yesus berbicara pula dalam perumpamaan kepada mereka: 2 “Hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. 3 Ia menyuruh hamba-hambanya memanggil orang-orang yang telah diundang ke perjamuan kawin itu, tetapi orang-orang itu tidak mau datang. 4 Ia menyuruh pula hamba-hamba lain, pesannya: Katakanlah kepada orang-orang yang diundang itu: Sesungguhnya hidangan, telah kusediakan, lembu-lembu jantan dan ternak piaraanku telah disembelih; semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan kawin ini.
5 Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak mengindahkannya; ada yang pergi ke ladangnya, ada yang pergi mengurus usahanya, 6 dan yang lain menangkap hamba-hambanya itu, menyiksanya dan membunuhnya. 7 Maka murkalah raja itu, lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka.
8 Sesudah itu ia berkata kepada hamba-hambanya: Perjamuan kawin telah tersedia, tetapi orang-orang yang diundang tadi tidak layak untuk itu. 9 Sebab itu pergilah ke persimpangan-persimpangan jalan dan undanglah setiap orang yang kamu jumpai di sana ke perjamuan kawin itu. 10 Maka pergilah hamba-hamba itu dan mereka mengumpulkan semua orang yang dijumpainya di jalan-jalan, orang-orang jahat dan orang-orang baik, sehingga penuhlah ruangan perjamuan kawin itu dengan tamu. 11 Ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamu itu, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta.
12 Ia berkata kepadanya: Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta? Tetapi orang itu diam saja. 13 Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi. 14 Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”
Meditatio-Exegese
Seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya
Yesus mengemukakan perumpamaan ketiga dalam perdebatannya dengan para imam kepala, kaum Farisi dan tetua orang Yahudi (Mat. 21:45). Ia berbicara tentang Kerajaan Allah dan pengajaran tentang penghakiman di akhir zaman. Ia telah memaparkan perumpamaan tentang Kerajaan Allah sebanyak delapan kali, dengan memulai sabda, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama …” (Lih. Mat. 13: 24. 31. 33. 44. 45. 47. dan 52).
Dalam perumpamaan ini tentang perjamuan kawin (Mat. 22:4), digunakan ungkapan αριστον, ariston, yang bermakna: makan siang. Biasanya orang akan makan paling banyak pada kesempatan ini. Pada masa itu, pesta perkawinan dilaksananakan selama tujuh hati (Kej. 29:27; Hak. 14:12).
Dengan sangat canggih dipersiapkan unsur perumpamaan tentang perjamuan kawin dalam perumpamaan terdahulu. Para penggarap kebun anggur menganiaya utusan sang pemilik (Mat. 21:33-41); dalam perumpamaan gandum dan lalang, lalang dibiarkan tumbuh sampai waktu panen tiba, saat penghakiman terakhir (Mat. 13:24-30.36-43); dan, dalam perumpamaan tentang pukat, berkumpullah semua ikan yang baik dan jelek dalam satu jala, Gereja (Mat. 13:47-50).
Perumpamaan ini, seperti perumpamaan lain yang disabdakan-Nya, mengandung makna simbolik.
Sang raja adalah Allah dan sang mempelai adalah Yesus. Undangan untuk menghadiri jamuan kawin adalah undangan untuk ambil bagian dalam perjanjian atau persatuan mesra dengan-Nya. Persatuan mesra dengan Allah sering dilambangkan sebagai perkawinan.
Saat Ia mengundang untuk menghadiri pesta perkawinan, Ia mengundang sebanyak tiga kali. Sang raja murka karena undangan pesta pekawinan anaknya ditolak. Bahkan para utusan yang menyebarkan undangan itu mengalami pembiaran, penolakan, penganiayaan atau pembunuhan (Mat 22:5).
Para sahabatnya memiliki banyak sekali dalih untuk melecehkan undangan dan utusannya. Penolakan ini mengingatkan atas perilaku umat yang menghayati perjanjian pertama, Perjanjian Sinai. Mereka menolak tawaran undangan keselamatan dari Allah, bahkan membunuh para utusan Allah (bdk. Mat 22:34-35).
Memang, masyarakat Yahudi boleh menolak undangan, tetapi dibatasi hanya untuk tiga alasan: pendirian rumah baru, pembuatan kebun anggur baru dan pertunangan dan perkawinan (Ul 20:5-7). Konsekuensi dari penolakan itu adalah penghancuran (Mat 22:7).
Sepertinya, penghancuran kota-kota ini merupakan nubuat akan kehancuran Yerusalem kelak dan pralambang pengadilan terakhir. Tentang penghancuran Yerusalem pada tahun 70, sejarahwan dan saksi mata penghancuran Bait Allah, Flavius Josephus dalam The Wars of the Jews, Book 6, Chapter 8, melaporkan bahwa ratusan imam yang mengungsi di dalam bangunan megah itu, mati dibakar.
Semua hangus, tak bersisa. Tiada yang selamat. Mulai saat itulah Bait Allah tidak berfungsi lagi dan tidak mungkin dibangun kembali.
Lebih lanjut, Flavius Josephus melaporkan tentara Romawi yang menang perang itu menaikkan bendera kemenangan tinggi-tinggi di menara-menara, berpesta pora atas kemenangan yang diperoleh, seolah tanpa pertumpahan darah.
Tapi begitu masuk ke kota Yerusalem mereka seolah ragu karena sunyi. Dengan pedang terhunus mereka menyusuri jalan-jalan kota. Setiap orang yang mereka temui dibunuh tanpa belas kasihan. Rumah-rumah dan penghuninya dibakar habis tanpa sisa.
Mereka juga menemukan rumah-rumah yang dipenuhi korban kelaparan karena pengepungan. Prajurit yang menyaksikan kematian itu lari dengan wajah penuh ketakutan.
Sang raja ternyata tidak membatalkan pesta perkawinan anaknya. Maka, ia mengundang orang asing, orang baik dan orang jahat yang ditemukan di jalanan. Semua diundang untuk datang berkumpul dalam pesta atau pukatnya (bdk. Mat 13:47-48). Undangan ini adalah anugerah yang harus diterima.
Ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta
Sang raja mengundang semua orang. Akan tetapi, sang raja mendapati tamu tanpa pakaian pantas. Orang macam ini memang beriman dan selalu menyebut: Tuhan. Tuhan. Tetapi, ternyata hatinya jauh dari Allah.
Ia hanya taat mengikuti hukum najis atau halal. Ia melupakan kasih. Yang dipilih Allah untuk ambil bagian dalam perjamuan kawin adalah ia yang melakukan kasih (bdk. 1Kor. 13:1-3).
Ia mengabaikan waktu yang harus dimanfaatkan untuk menumbuh kembangkan iman, melaksanakan kasih dan memulihkan relasi dengan Allah dan sesama melalui Sakramen Rekonsilisasi-Pengampunan (bdk. Katekismus Gereja Katolik artikel 162, 2016).
Anggota jemaat, sekali pun ia kenal nama Yesus, bila abai dalam menyongsong kehadiranNya, pasti ditolak. Sabda Tuhan (Mat 22:14), ”Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih”, Multi enim sunt vocati, pauci vero electi.
Karena ditolak masuk dalam perjamuan kawin untuk anak sang raja, orang yang tidak pantas dimasukkan ”ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Mat. 22:13).
Tentang tempat itu, Gereja mengajarkan: “Yesus beberapa kali berbicara tentang ‘gehenna’, yakni ‘api yang tidak terpadamkan’ (bdk. Mat 5:22.29; 13:42.50; Mrk 9:43-48), yang ditentukan untuk mereka, yang sampai akhir hidupnya menolak untuk percaya dan bertobat, tempat jiwa dan badan sekaligus dapat lenyap (bdk. Mat 10:28).
Dengan pedas, Yesus menyampaikan bahwa Ia akan “menyuruh malaikat-malaikat-Nya”, yang akan mengumpulkan semua orang, yang telah menyesatkan orang lain dan telah melanggar perintah Allah, dan… mencampakkan mereka ke dalam dapur api; di sanalah terdapat ratapan dan kertakan gigi” (Mat 13:41-42), dan bahwa Ia akan mengucapkan keputusan pengutukan, “Enyahlah daripadaKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal.” (Mat 25:41)” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 1034).
Allah tidak pernah menghendaki manusia binasa. Ia mengundang setiap manusia untuk keselamatan. Bahkan Ia mengutus AnakNya, Yesus Kristus, untuk menjadi Mempelai GerejaNya, dan telah menganugerahkan segala yang dibutuhkan untuk keselamatan, yakni : Sakremen.
Maka, pilihan sekarang ada di pihak manusia : Allah atau mati. Kepada Timotius dan seluruh anggota Gereja, Santo Paulus membesarkan hati umat untuk selalu memilih Allah, karena, ”Hal ini baik dan berkenan di hadapan Allah, Juru Selamat kita, yang menghendaki semua orang diselamatkan dan sampai kepada pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim 2:3-4).
Katekese
Tamu tanpa pakaian pesta. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:
“Kamu telah datang ke rumah pesta perkawinan, Gereja kita yang suci, karena kebaikan hati Allah, waspadalah, sahabatku, karena ketika Sang Raja masuk, Ia mendapati kesalahan yang terkait dengan pakaian hati kita. Kita pertimbangkan apa yang akan datang dengan hati penuh rasa gentar. Tetapi Sang Raja akan menyapa para tamu dan mendapati seseorang tidak mengenakan pakaian pesta.
Rekan-rekan terkasih, apa yang dimaksud dengan pakaian pesta? Karena kalau kita sebut sebagai pembaptisan atau iman, adakah yang masuk dalam pesta kawin itu tanpa pembaptisan-iman? Seseorang adalah orang luar karena ia belum percaya. Apa yang kita maksud dengan pakaian pesta, kalau bukan kasih?
Orang itu masuk ke pesta perkawinan, tetapi tanpa mengenakan pakaian pesta. Inilah dia yang datang ke Gereja yang kudus. Ia mungkin memiliki iman, tetapi ia tidak memiliki kasih.
Benarlah kita ketika menyebut bahwa kasih adalah pakai pesta. Karena kasih inilah yang dimiliki Sang Pencipta ketika Ia datang ke pesta perkawinan itu untuk menyatukan Gereja dengan diri-Nya sendiri.
Hanya kasih Allah yang dikaruniakan agar Putera-Nya yang terkasih menyatukan seluruh hati manusia yang terpilih dengan diri-Nya. Santo Yohanes berkata bahwa “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” (Yoh 3:16)” (dikutip dari Forty Gospel Homilies 38.9)
Oratio-Missio
- Tuhan, semoga aku selalu menyadari bahwa aku hidup penuh suka cita di hadiratMu. Semoga harapanku terus tumbuh untuk menatap wajahMu dalam KerajaanMu yang abadi. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan supaya layak memenuhi undangan untuk hadir dalam perjamuan kawin Anak Domba Allah?”
Multi enimsunt vocati, pauci vero electi – Matthaeum 22: 14