Minggu. Pekan Biasa XXV (H)
- Mzm 145:2-3.8-9.17-18
- Flp.1:20c-24.27a
Meditatio-Exegese
Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat
“Yahwe adalah Penyelamat” inilah makna nama sang nabi, Yesaya atau yesya-yahu dalam bahasa Ibrani. Nabi Yesaya lahir pada kira-kira 765 sebelum Masehi dan dipanggil sebagai juru bicara Allah pada tahun kematian raja Yudea, Uzia, 740. Karya pelayanannya berlangsung selama empat puluh tahun di Kerajaan Selatan, Yehuda.
Karya pelayanan Nabi Yesaya pada para raja keturunan Daud dimulai pada akhir masa kekuasaan Raja Uzia (781-740) dan berlanjut pada masa pemerintahan Yotam (740-736), Ahaz (736-716), dan Hizkia (716-687).
Karya pelayanannya mungkin berakhir pada awal kekuasaan Manasye, anak Hizkia, yang menggantikannya pada tahun 687. Menurut tradisi, sang nabi dibunuh pada masa kekuasaan Manasye dengan membelah tubuhnya dengan gergaji (Ibr. 11:37).
Nabi Yesaya berkarya pada saat Nabi Mikha juga bekerja bagi Allah di Kerajaan Yehuda (Yes. 1:1; Mi. 1:1). Saat mereka berkarya, keadaan kerajaan kelihatannya makmur. Kerajaan-kerajaan besar di utara dan selatan Palestina tidak melakukan ekspansi, sehingga memungkinkan Kerajaan Israel di utara dan Yehuda di selatan membangun dan menggerakkan roda ekonomi.
Tetapi, dibalik gemerlapnya kemajuan, para nabi tetap mengecam kelakuan para penguasa yang menindas dan menubuatkan kehancuran. Kedua kerajaan itu meninggalkan iman pada Allah dan berpaling kepada dewa-dewa dan penguasa yang lebih kuat.
Beberapa tahun sebelunya, Nabi Amos dan Hosea mengingatkan akan ketidak adilan dan penyimpangan di Kerajaan Israel dan penghukuman segera dijatuhkan (Am. 1:1; Hos. 1:1).
Nabi Yesaya selalu memandang bahwa bangsa Israel, sepuluh suku di utara dan dua suku di selatan – Yehuda dan Benyamin, adalah kebun anggur Tuhan. Kebun anggur itu selalu dirawat-Nya, supaya menghasilkan buah yang enak dan anggur yang harum-manis.
Kebun anggur itu diharapkan menjadi tanda bagi bangsa-bangsa lain bahwa Allah selalu berbelas kasih (Yes. 5:1-2a).
Tetapi, pemeliharaan, penyelenggaraan, perlindungan dan penyelamatan yang dilimpahkan Allah tidak tanggapi dengan penuh syukur. Kebun anggur-Nya hanya menghasilkan anggur asam, yakni: murtad, kelaliman, dan keonaran.
Bangsa pilihan-Nya dituntut untuk berpaling kepada Allah agar mereka dapat kembali ke tanah air dari pembuangan di Babel. Nabi Yesaya berseru dengan nada perintah (Yes. 55:6), “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!”, Quaerite Dominum, dum inveniri potest; invocate eum, dum prope est.
Dan TUHAN semesta alam, yang membiarkan diri-Nya dijumpai dan tidak mengadili seperti cara manusia mengadili sesamanya, selalu melimpahkan belas kasih dan pengampunan. Maka, panggilan untuk bertobat dan anugerah pengampunan selalu berasal dari Allah, bahkan, Ia menganugerahkannya dengan melimpah ruah (Yes. 55:7).
Manusia harus menanggapi dan menangkap peluang yang anugerahkan dengan suka cita. Maka, seruan nabi selalu menjadi tantangan dan dorongan untuk selalu memulai peziarahan menjumpai Allah.
Santo Paus Yohanes Paulus II, pada awal masa kepausannya, menulis, “Bertobat berarti memohon pengampunan dan memohon kekuatan Allah dalam Sakramen Rekonsiliasi.
Dengan cara ini, kita memulai lagi, maju setapak demi setapak setiap hari, belajar mengalahkan diri sendiri, untuk memenangkan perang rohani yang kita hadapi, dan untuk mempersembahkan diri kita sendiri dengan suka cita kepada Allah yang “mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2Kor. 9:7)” (dikutip dari Novo incipiente, 8 April 1979).
Santo Augustinus, Uskup Hippo, 354-430, menulis tentang pertobatan, “Jangan pernah berkata:’Besok, aku akan bertobat; besok, akan bersyukur pada Allah; dan semua dosaku yang kulakukan hari ini dan kemarin akan diampuni.
Benar Allah berjanji mengampuni dosamu ketika kamu bertobat. Tetapi Ia menjanjikan besok untuk penundaanmu.” (dikutip dari Enarrationes in Psalmos, 144, 11).
Sabda-Nya melalui Nabi Yesaya (Yes. 55:8), “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku. ”Non enim cogitationes meae cogitationes vestrae, neque viae vestrae viae meae, digemakan Santo Paulus (lih. Rm. 11:33). Sang nabi mengingatkan betapa manusia berpikiran sempit dan dapat gagal, karena tidak pernah mempertimbangkan bahwa rencana-Nya selalu mengatasi langit.
Kebun anggur
Citra kebun anggur, yang nampak sederhana dan biasa saja, dalam Kitab Suci meringkas kebenaran yang sangat kaya makna. Setahap demi setahap kebun anggur menyingkapkan pewahyuan lengkap tentang Yesus.
Dalam 1Raj. 21, dikisahkan perampasan dan perlakuan yang sangat keji terhadap Nabot, si pemilik kebun anggur. Raja Ahab, yang kaya raya dan memiliki berhektar-hektar kebun anggur, merampas kebun anggur Nabot, yang kebetulan terletak persis di depan istana raja.
Kisah ini menyingkapkan betapa penting kebun anggur, sebagai tanah milik yang tidak boleh berpindah tangan, karena Nabot berpegang pada perintah, ”Kiranya TUHAN menghindarkan aku dari pada memberikan milik pusaka nenek moyangku kepadamu.” (1Raj. 21: 3). Demi mempertahankan harta pusaka itu, ia harus kehilangan nyawanya.
Maka, kebun anggur melambangkan barang paling berharga, warisan keluarga, bahkan, identitas pribadi pemilik; kebun itu tidak bisa dijual, disewakan pada orang lain, ditukar/barter dengan barang lain, yang tidak pernah senilai. Dalam kebun anggur tersimpan daya rohani yang luar biasa.
Nabi Yesaya dengan jelas menyingkapkan bahwa kebun anggur melambangkan umat Israel, ”Kebun anggur TUHAN semesta alam ialah kaum Israel, dan orang Yehuda ialah tanam-tanaman kegemaran-Nya” (Yes. 5: 7).
Ia merawat umat-Nya, seperti tukang kebun merawat tanaman anggur dan kebun tempat tanaman itu hidup, berkembang dan berbuah. Masing-masing dari kita adalah umat Israel baru, anggota Gereja; tetapi Bapa mendapati kita sengaja membiarkan dalam keadaan kering, tandus, rusak, penuh dengan bebatuan dan rusak.
Padahal Ia telah mengolah tanah, menyiangi, memupuk, dan selalu mengairi; menanaminya dengan benih angguh pilihan (bdk. Yer. 2:21). Ia bertanya, ”Apakah lagi yang harus diperbuat untuk kebun anggurKu itu, yang belum Kuperbuat kepadanya?” (Yes. 5:4).
Yesus adalah pokok anggur yang benar; Ia menyatukan diri-Nya dengan kita, seperti pokok anggur menyatukan diri dengan dahan dan rantingnya. Bapa adalah pemilik kebun anggur; Ia terus berkarya dengan kasih agar kita menghasilkan buah; dan Ia menanti dengan sabar panen anggur yang diharapkannya.
Kita diutus pada umatNya, pada anakNya laki-laki dan anakNya perempuan; sebagai muridNya, kita tidak boleh berpaling, menolak, karena kita dipanggil untuk menjadi pekerjaNya : maka kita pergi dan menghasilkan buah dan buah itu tetap (Yoh. 15:16).
Maka, bersama pemazmur, kita bermadah memohon ”Ya Allah semesta alam, kembalilah kiranya, pandanglah dari langit, dan lihatlah! Indahkanlah pohon anggur ini” (Mzm. 80:15).
Seorang pemilik kebun anggur keluar, mencari orang untuk bekerja di kebun anggurnya
Yesus nampaknya perlu menjelaskan lebih lanjut maksud sabdaNya, Banyak orang yang sekarang ini pertama akan menjadi yang terakhir dan yang sekarang ini terakhir akan menjadi yang pertama (Mat. 19:30). Sabda itu juga diulang pada Mat. 20:16, sehingga perikop ini merupakan menjadi kisah berbingkai.
Dalam perumpamaan ini, Santo Matius menyingkapkan kemurahan hati dan kebaikan pemilik kebun anggur, οικοδεσποτη, oikodespote.
Sang pemilik melihat kenyataan yang saling bertentangan. Kebun anggurnya menghasilkan panen berkelimpahan. Tetapi, di luar kebun, ada begitu banyak penganggur, laki-laki dan perempuan.
Bila mereka tidak bekerja, pasti mereka tidak mendapatkan upah. Dampaknya: tidak ada makanan di meja untuk seluruh keluarga.
Lima kali sang pemilik keluar rumah untuk mencari pekerja. Sesuai kesepakatan/kontrak ia mempekerjakan orang pada pagi hari; kemudian pukul sembilan; lalu pukul dua belas; seterusnya pukul tiga dan, terakhir, pukul lima, sesuai jam kerja orang Yahudi saat itu.
Matahari terbenam pada jam 18:00 atau 06:00 sore. Semuanya sepakat dengan besarnya upah: satu uang perak sehari, dan dibayar sebelum matahari terbenam.
Satu uang perak adalah terjemahan dari satu denarius Romawi dengan cetakan gambar Kaisar Augustus (Mat. 22:19-21). Upah satu denarius per hari merupakan patokan upah layak pada abad pertama Masehi di Kekaisaran Romawi, termasuk Palestina.
Maka, pemilik kebun anggur memperhatikan dan melaksanakan peraturan Taurat tentang pembayaran upah, “Janganlah engkau memeras pekerja harian yang miskin dan menderita, baik ia saudaramu maupun seorang asing yang ada di negerimu, di dalam tempatmu. Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya sebelum matahari terbenam.” (Ul. 24:14-15).
Saat menjelang matahari terbenam, ketika pembayaran dilakukan, timbullah ketidak puasan di pihak pekerja. Pekerja yang dipekerjakan pada pagi hari menuntut bayaran lebih, karena waktu kerjanya lebih lama dibandingkan dengan pekerja yang datang pada pukul lima.
Kata mereka, “Pekerja-pekerja yang datang terakhir itu cuma bekerja satu jam. Sedangkan kami bekerja seharian di bawah panas terik matahari, namun Tuan membayar mereka sama dengan kami.” (Mat. 20:12).
Keluhan ini sama dengan keluhan si sulung, yang juga melambangkan bangsa Israel pada Perjanjian Lama (Kel 4:22), dalam perumpamaan tentang Anak Yang Hilang dalam Luk. 15:11-32.
Si pekerja lupa bahwa ia dan pemilik kebun anggur telah membuat kesepakatan upah. Protes yang dilayangkannya lebih didasari oleh sikap iri hati atau dursila, karena ketidak mampuan untuk bermurah hati (Ul. 15:9).
Iri hati merupakan alasan yang dipakai Kain membunuh adiknya, Habel (Kej. 4:3-8); juga alasan yang dipakai imam-imam kepala dan kaum Farisi membunuh Yesus (Mat. 27:18). Alasan yang sama pula menghambat orang Yahudi kolot menerima bangsa lain masuk dalam Perjanjian Baru (bdk. Kis. 15:1; 21:18-22).
Pemilik kebun anggur, upah, pekerja, pasar, waktu, mandur, panen
Perumpamaan ini menyingkapkan bahwa pemilik kebun anggur adalah Allah. Ia tidak hanya membuka pintu kebun anggur-Nya, Kerajaan Surga. Tetapi Ia juga pergi keluar rumah, mencari pekerja. Ia mendatangi para pekerja, pria dan wanita, yang berasal dari pelbagai tempat di dunia, pasar, untuk masuk dan bekerja di kebun anggur-Nya.
Para pekerja ditawari upah, jaminan keselamatan untuk makan, sehingga mampu ambil bagian dalam pengelolaan kebun-Nya. Setelah selesai bekerja para pekerja mengadakan perhitungan upah dengan mandur, Yesus Kristus. Dialah yang memberi upah, keselamatan, untuk jaminan hidup si pekerja dan keluarganya.
Waktu dan saat, chronos dan kairos, yang terus bergerak menandakan masa sejarah keselamatan. Pergerakan waktu dan saat selalu menawarkan peluang untuk mengubah hati dari iri, benci, dengki dan dursila, untuk menyongsong hari penghakiman, masa panen.
Santo Paulus mengingatkan, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kol 3: 23-24).
Katekese
TUHAN merawat kita seperti merawat kebun anggur. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430 :
“Kamu telah mendengar dari Injil tentang perumpamaan yang sesuai untuk jaman kita sekarang ini, tentang pekerja di kebun anggur. Karena sekarang ini adalah masa panen tidak hanya untuk hal duniawi, tetapi juga masa panen hal rohani. Pada masa inilah Allah bersuka cita atas buah yang dihasilkan di kebun anggur-Nya.
Ketika kita merawat Allah, Allah juga merawat kita. Tetapi kita tidak merawat Allah sebagaimana mestinya dan mengupayakan Ia lebih bersuka cita. Perawatan yang kita lakukan adalah pekerjaan hati, bukan pekerjaan kedua tangan kita.
Ia mempekerjakan sebagai pekerja untuk mengolah kebun-Nya. Di situlah Ia merawat kita; Ia membuat kita menjadi lebih bersuka cita; karena demikianlah dilakukan pekerja untuk mengusahakan kebunnya lebih subur dengan mengolahnya sebaik mungkin. Dan buah yang Ia cari dalam diri kita adalah Dia, yang kita rawat.
Perawatan yang Ia lakukan pada kita adalah bahwa Ia tidak berhenti mencabut benih kejahatan dalam hati kita agar SabdaNya terus berakar kuat. Dan Kita harus membuka hati seperti mencangkul dengan SabdaNya untuk menanam benih kebenaranNya, dan menanti buah keutamaan masak.
Karena ketika kita menerima pemeliharaan dalam hati kita, seperti merawat DiriNya, kita bukan tidak bersyukur pada Pemilik kebun anggur, tetapi kita menyerahkan buah yang membuatNya bersuka cita. Dan buah yang berikan tidak pernah membuat-Nya semakin kaya, tetapi membuat kita semakin bahagia.” (dikutip dari Sermon XXXVII.1).
Oratio-Missio
- Tuhan, penuhilah hatiku dengan Roh Kudus, agar aku mengabdiMu dengan penih suka cita dan melayani sesama dengan riang dan murah hati. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan supaya aku dapat bekerja pada-Nya dan seperasaan dengan-Nya?
Aut non licet mihi, quod volo, facere de meis? An oculus tuus nequam est, quia ego bonus sum? – Matthaeum 20:15