Lectio Divina 20.10.2024 – Menjadi Pelayan, Bukan Tuan

0
0 views
Menyiapkan makan, by Johannes Vermeer

Minggu. Minggu Biasa XXIX, Hari Biasa (H)

  • Yes. 53:10-11.
  • Mzm. 33:4-5.18-19.20.22.
  • Ibr. 4:14-16.
  • Mrk. 10:35-45 atau Mrk. 10:42-45.

Lectio

42 Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka.

43 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, 44 dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. 45 Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Meditatio-Exegese

Hamba-Ku itu akan membenarkan banyak orang, dan kejahatan mereka dia pikul

Nubuat Nabi Yesaya dari madah keempat tentang Hamba Allah menunjuk pada Yesus dan pengajaran-Nya. Tugas pengutusan dari mereka yang melayani Kristus dan Gereja-Nya harus tunduk pada kehendak Allah.

Hamba Allah dalam nubuat Nabi Yesaya, yang dipanggil-Nya sebagai Hamba-Nya, Anak Allah, harus menderita bukan karena dosa-dosa-Nya, tetapi karena harus menebus dosa orang lain. Ia taat pada kehendak Bapa-Nya dan rela menderita serta menyerahkan hidup agar manusia bebas dari dosa.

Allah kemudian tidak hanya memberkati mereka yang menjadi ‘keturunan’ Yesus yang dipersatukan dalam keluarga Perjanjian Baru, tetapi juga menganugerahkan pada masing-masing hidup abadi.

Mengutip Yes. 53:4, Matius mewartakan bahwa nubuat itu digenapi Yesus dan tugas pengutusan yang diemban-Nya dalam Mat.  8:17, “Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita.”

Yesus menanggung derita sebagai Hamba Allah.

Santo Paus Yohanes Paulus II mengajar, “Nabi Yesaya, yang dengan tepat disebut sebagai “Penulis Injil yang kelima” menyajikan dalam nyanyian tadi sebuah gambaran dari penderitaan-penderitaan Hamba tadi dengan secara realistis, dengan begitu tajam seolah-olah dia melihatnya dengan matanya sendiri: mata jasmani dan rohani. […]

Nyanyian Hamba Yang Menderita berisi suatu penggambaran di mana mungkinlah, dalam arti tertentu, untuk mengidentikkannya dengan tahap-tahap Kesengsaraan Kristus, dalam detil-detilnya yang beraneka macam: penahanan, penghinaan, pukulan-pukulan, diludahi,penghinaan dari orang-orang tahanan, pengadilan yang tidak adil, dan kemudian pencambukkan, pemahkotaan dengan duri-duri dan ejekkan-ejekkan, memikul salib, penyaliban dan keadaan sekarat maut.” (Surat Apostolik Penderitaan yang Menyelamatkan, Salvifici Doloris, 17; cf. idem, Dives in Misericordia, 7)

Seluruh hidup Yesus menyingkapkan misteri penebusan dan karya penebusan-Nya mengalir pada manusia melalui darah yang dicurahkan-Nya di altar salib (Ef. 1:7; Kol. 1:13-14; 1Ptr. 18-19). Penyingkapan misteri ini dimulai dari nubuat-nubuat para nabi Perjanjian Lama (KGK, 517).

Santo Theodoret dari Cyrus menulis, “Penderitaan Juruselamat kita adalah obat yang menyembuhkan kita.” (De Incarnatione Domini, 28). Maka, melalui pengurbanan-Nya, Ia menebus dosa manusia, membenarkan dan memikul kesalahan-kejahatan mereka (bdk. Yes. 53:11; Yes. 11:1; Mzm. 22:6-8; Mzm. 22:12-18.22:27-31; Mzm. 72:7.10.17. Yes. 11:10; Zak 9:9; Mzm. 85:10-14).

Anak Manusia akan diserahkan dijatuhi hukuman mati

Yesus menyingkapkan apa yang akan terjadi pada babak akhir hidup-Nya. Ia bernubuat tentang diri-Nya sendiri (Mrk. 10:33), “Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati.”, Filius hominis tradetur principibus sacerdotum et scribis, et damnabunt eum morte.

Yesus menyingkapkan diri sebagai Anak Manusia. Ia tidak pernah mengidentifikasikan diri-Nya dengan paham mesias yang umum dihayati orang sejaman. Ia menghayati ke-Mesias-an-Nya sebagaimana dinubuatkan Nabi Yesaya sebagai Hamba Yahwe yang menderita karena menjadi tebusan atas dosa melalui sengsara dan kematian (Yes. 53:5-12).

Yesus membayar tebusan atas dosa dan maut dengan darah-Nya. Kemenangan Yesus tidak berakhir dengan kematian, tetapi Ia mengalahkan kematian dengan kebangkitan-Nya.

Pada kesempatan ketiga ini Yesus menubuatkan cara kematian-Nya. Cara Ia wafat bukan merupakan predestinasi, nasib buta yang telah digariskan atau ditetapkan sebelumnya atau suatu agenda yang dirancang canggih untuk dilaksanakan tanpa tanya. 

Nubuat-Nya akan terjadi dalam waktu dekat. Yesus harus menderita sengsara karena pengkhianatan, penolakan, pengadilan yang tidak adil dan memanggung hukuman mati, tetapi pada hari ketiga Ia dibangkitkan (bdk. Yes. 50:4-6; 53:1-10).

Pada masa itu, cara menghukum mati penjahat keji hanya ada dua cara: merajam atau menyalibkan. Penyaliban disamakan dengan menggantung seseorang pada sebuah tiang. Cara penghukuman ini adalah cara kafir yang paling kejam dan merendahkan martabat.

Kitab Ulangan menegaskan orang yang dihukum mati dengan digantung sama dengan orang yang dikutuk Allah, “Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang… seorang yang digantung terkutuk oleh Allah.” (Ul. 21:22-23). 

Sangat wajar para murid-Nya merasa cemas dan takut. Mereka tidak mau mengerti dan memahami. Mata mereka tertutup dan tidak mengenal Yesus, Sang Guru (lih. Luk. 24:31). Bagi mereka seorang Mesias harus tidak mengalami kesengsaraan macam ini.

Yang dialami Yesus pada babak akhir hidup-Nya: dikhianati dan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat dan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, diadili dan dijatuhi hukuman mati,  diolok-olok dan diludahi, disesah dan dibunuh. 

Inilah puncak pelayanan dan ketaatan-Nya pada Bapa. Ia melaksanakan tugas perutusan sampai tuntas, kendati harus mempertaruhkan dan memberikan nyawaNya sendiri. Inilah tebusan, λυτρον, lutron, redemptio, tebusan.

Tebusan bukan lagi bermakna uang yang dibayarkan untuk membebaskan seseorang (bdk. Im. 25:26, 51-52; Kel. 21:30, 30:12; Bil. 18, 35:31-32). Tebusan bermakna “… sebagai ganti karena ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut… menanggung dosa banyak orang…” (Yes. 53:12).

Anak Manusia datang untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang

Nubuat Yesus tentang cara kematian-Nya tidak dipahami para murid. Mereka tidak memperhatikan Yesus, tetapi lebih tertarik pada kepentingan diri yang remeh.

Yakobus dan Yohanes meminta kedudukan saat Yesus dimuliakan. Kisah serupa yang lebih dramatik disajikan Santo Matius; yang menyampaikan permohonan kedudukan bukan kedua anak Zebedeus, tetapi ibu mereka (Mat. 20:20-21).

Permintaan mereka mencerminkan apa yang terjadi dalam jemaat yang dibina Santo Markus, bahkan sampai sekarang. Barangkali, pada saat menghadapi pelbagai macam kesulitan, termasuk kelangkaan lapangan kerja, sang ibu meminta jaminan tersedianya pekerjaan saat Kerajaan yang hendak didirikan Yesus tegak. 

Yesus mendidik para murid saat Ia menanggapi permintaan kedua anak Zebedeus. Sekali lagi, Ia bersabda tentang bagaimana mengelola dan menggunakan kekuasaan (bdk. Mrk. 9:33-35).

Pada saat itu, para penguasa dalam Kekaisaran Romawi tidak pernah memperhatikan rakyat. Mereka hanya berpusat pada bagaimana memenuhi hasrat untuk memperkaya diri, keluarga, dan kelompok sendiri, seperti nampak dalam kisah pembunuhan Yohanes Pembaptis (Mrk. 6:17-29).

Kekaisaran Romawi pun menguasai dunia dan menjaga kesetiaan tiap wilayah jajahannya dengan cara kotor, tercakup dalam unjuk kekuatan senjata, pemberian gelar kehormatan dan rekayasa ekonomi melalui upeti, penarikan pajak, dan kerja paksa.

Semua itu dilakukan untuk menjamin pemusatan kekayaan dan segala sumber daya mengalir hanya kepada segelintir penguasa.

Selama berabad-abad rakyat jelata dilanda represi dan praktik kekuasaan yang melenceng. Maka, Yesus membuka wawasan baru, “Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Mrk 10:43-44).

Ia menentang pemusatan hak-hak istimewa dan permusuhan. Ia menjungkir-balikkan sistem kekuasaan eksploitatif dengan pelayanan, sebagai tandingan atas ambisi pribadi. Komunitas yang berpusat pada diri-Nya harus menampilkan tata kelola yang sama sekali baru untuk memuliakan martabat manusia.

Dalam komunitas Yesus, setiap anggota harus melayani dengan sukarela. Markus menggunakan kata  διακονος, diakonos, minister, pelayan, untuk orang yang memberikan pelayanan secara suka rela (Mrk. 10:44).

Tetapi untuk orang yang mau menjadi pemuka di komunitas itu, mereka harus mengambil sikap seperti hamba-budak, δουλος, doulos, servus, orang yang memberi layanan tanpa hak untuk meminta upah.

Tak jarang dijumpai dalam komunitas mentalitas tangan besi menjangkiti hati para pemuka. Mereka yang seharusnya memberi layanan tanpa hak untuk meminta upah berubah wajah menjadi penguasa yang menjalankan kuasanya dengan keras.

Digunakan gambaran, ”dominantur eis”, yang di-Indonesia-kan: memerintah rakyatnya dengan tangan besi (Mrk. 10:42). Akar kata dominantur: dominari, memerintah, menjajah, memaksa; sedang kata itu dibentuk dari kata benda: dominus, tuan.

Dalam tulisan kegerejaan, dominus biasa digunakan untuk menyebut Allah atau Yesus. Maka, mentalitas tangan besi selalu mengacu pada anggapan bahwa sang pemuka jemaat sama dengan Tuhan, seperti saat manusia pertama jatuh dalam dosa (bdk. Kej 3:5).  Mentalitas tangan besi harus diubah menjadi pelayanan seperti servus, hamba.

Yesus menuntut para murid-Nya menjadi pelayan, minister, karena Ia melayani dan menyerahkan nyawa-Nya untuk semua. Pasti Ia telah belajar menjadi taat dari sang ibu ketika ia menjawab Malaikat Gabriel “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk. 1:38).

Sikap batin Yesus tercermin dari sabda-Nya (Mrk. 10:45),  “Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”, Filius hominis non venit, ut ministraretur ei, sed ut ministraret et daret animam suam redemptionem pro multis

Katekese

Tidak dilayani, tetapi melayani. Santo Yohanes Chrysostomus, 344-407:

“Yesus bersabda: Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Sabda-Nya seolah-olah menyingkapkan: Aku tak menghendaki bahkan untuk berhenti pada kematian, tetapi dalam kematian Aku memberikan hidup-Ku sebagai tebusan. Untuk siapa? Untuk para musuh. Untuk kamu. Jika engkau dilecehkan, hidup-Ku Kuberikan padamu. Hidup-Ku untukmu. Aku untuk-Mu.”

Maka, engkau tidak perlu mencemaskan dirimu sendiri ketika engkau menderita karena tidak dihormati. Tak peduli betapa engkau direndahkan, engkau tidak akan direndahkan serendah-rendahnya, seperti dialami Tuhanmu. Dan bahkan dari tempat terdalam perendahan seseorang, Ia akan ditinggikan.

Kemuliaan-Nya bercahaya dari tempat yang paling rendah. Karena sebelum Ia menjadi manusia, Ia telah dikenal hanya oleh para malaikat. Tetapi, setelah Ia menjadi manusia dan disalibkan, hingga seperti kehilangan kemuliaan-Nya, Ia memperoleh kembali kemuliaan yang jauh lebih luhur, bahkan kemuliaan dari dunia yang sangat dikenal-Nya”

“Maka, jangan takut, seolah-olah kehormatanmu direndahkan. Maka, sebaiknya bersedialah untuk merendahkan diri. Karena dengan cara ini, kemuliaanmu jauh ditinggikan, dan dengan cara ini pula, kemuliaanmu menjadi lebih luhur.

Inilah pintu masuk Kerajaan-Nya. Mari, kita tidak pergi ke arah yang berlawanan. Mari kita tidak melawan diri kita sendiri. Karena jika kita menghendak untuk nampak besar, kita tidak akan nampak besar, bahkan akan nampak sebagai yang paling tidak terhormat.

Apakah engkau mengetahui bagaimana Yesus di mana-mana mendorong mereka untuk mengesampingkan dan merendahkan hal yang tak penting? Ia memberi mereka apa yang mereka inginkan, tetapi dengan cara yang tidak mereka harapkan.” (The Gospel Of Matthew, Homily 65.4.25)

Oratio-Missio

Tuhan, kobarkanlah dalam hatiku kasih agar aku memberi diriku dengan rela hati dan melayanimu dengan penuh suka cita. Amin.         

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk menjadi pelayan Allah dan sesama?               

Filius hominis non venit, ut ministraretur ei, sed ut ministraret et daret animam suam redemptionem pro multis – Marcum 10:45 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here