Lectio Divina 20.12.2020 – Aku Ini Hamba Tuhan

0
173 views
Aku Ini Hamba Tuhan (My Carmel)

Minggu. Hari Minggu Adven IV (U)

2Sam. 7:1-5,8b-12,14a,16; Mzm. 89:2-3,4-5,27,29; Rm. 16:25-27;Luk. 1:26-38

Lectio

26 Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, 27  kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Ibu Maria. 28  Ketika malaikat itu masuk ke rumah Ibu Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”

29  Ibu Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. 30  Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Ibu Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. 31  Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.

32 Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, 33  dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.” 34  Kata Ibu Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”

35 Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. 36 Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.

37 Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” 38 Kata Ibu Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Meditatio-Exegese

Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku

Pikiran Allah tidak seiring dengan pikiran Daud. Allah tak pernah mengikuti kehendak Daud. Ia hendak menyingkapkan rencana-Nya sendiri melalui Nabi Nathan, yang berkarya berkarya di istana Daud.

Atas nama Allah, para nabi juga berkewajiban mengingatkan, menegur, bahkan, menentang ketika para raja melakukan kejahatan moral. Karena, tidak seperti para raja di Timur dekat, raja-raja Israel tidak memerintah dengan kekuasaan mutlak. Mereka adalah pelayan Allah.

Raja Israel harus tunduk dan taat melakukan Sepuluh Perintah Allah. Rincian perintah itu ditulis dalam Hukum Taurat dan perintah-perintah lain yang ditulis dalam Kitab Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan. Para raja sebenarnya memiliki kekuasaan yang sangat terbatas.  

Batasan-batasan itu, misalnya: yang dipilih sebagai raja hanya pilihan Allah; tidak memelihara banyak kuda; tidak menjalin relasi kebali dengan Mesir; tidak memiliki banyak isteri; tidak mengumpulkan banyak emas dan perak; menyalin hukum Tuhan turun temurun melalui tangan kaum Lewi; dan harus rendah hati di hadapan seluruh bangsa (bdk. Ul. 17:14-20)

Bertindak sebagai juru bicara Allah,  Nabi Nathan menggunakan ungkapan (2Sam. 7:5.8), “Beginilah firman TUHAN”, haec dicit Dominus. Sabda-Nya pasti berlawanan dengan rencana raja (2Sam. 7:5-7) dan pasti benar serta terlaksana. 

Nubuat Nabi Nathan berperan penting dalam sejarah keselamatan. Nubuat itu menentukan siapa yang akan menggantikan Daud dan terkait erat dengan Sang Mesias, Yang Diurapi dan akan menjadi keturunan Daud. 

Saat ia merasa nyaman tinggal istana di Yerusalem, ia merencanakan untuk membangun rumah bagi Allah. Ia tidak merasa nyaman karena sadar bahwa Allah, yang tinggal di tengah-tengah umat perjanjian, hanya bersemayam di tenda. Daud merencakan pembangun sebuah ‘rumah’, Bait untuk Allah.

Kata ‘rumah’, bayith (Ibrani) dalam perikop ini digunakan lima kali (2Sam. 7:1. 2. 5. 11. dan 16). Namun, dalam teks Indonesia, kata itu diterjemahkan sebagai ‘keturunan’ (2Sam. 7:11) dan ‘keluarga’  (2Sam. 7:16).

Bagi bangsa-bangsa yang tak mengenal Allah, misal: Mesir, Asyur, Babel, dll, kuil selalu menjadi pusat hidup mereka. Seluruh rasa keagamaan berpusat pada kuit itu. Di situlah bersemayam dewa-dewi mereka.

Namun, di Israel, Bait Allah memainkan peran yang sangat berbeda. Allah yang maha benar tidak membutuhkan sebuah rumah atau bangunan untuk tinggal (bdk. 1Raj. 8:27). Andai Ia mengijinkan pendirian rumah bagi-Nya (bdk. Kej. 28:2-022), Kemah Pertemuan (bdk. Kel. 33:7-11) dan, kemudian, Bait Allah di Yerusalem (1Raj. 8:1-66), rumah ini hanya tanda kehadiran-Nya di tengah umat. Ia tidak dapat dikungkung dalam sebuah bangunan buatan tangan manusia.

Nabi Nathan semula menyetujui rencana itu dan menganjurkan agar Daud mewujudkannya, karena Allah bersertanya. Tetapi, dalam mimpi di malam hari, Allah menampakkan diri pada sang nabi dan menyingkapkan pesan-Nya.

Nabi harus menyampaikan pesan-Nya pada Daud, karena ia berlaku congkak.

Allah justru menggunakan cara pikir Daud yang keliru untuk menyingkapkan rencana keselamatan-Nya. Ia menganugerahi Daud suatu ‘rumah’, yakni keturunan atau keluarga. Ia akan menunjuk seorang anaknya untuk menggatikan Daud.

Maka, Allah menetapkan perjanjian dengan Daud, dengan cakupan sebagai berikut. Ia akan menjadi ‘Bapa’ bagi anak Daud; Ia tak akan ingkar atas perjanjian kasih-Nya dengan ‘rumah/wangsa’ Daud; dan ‘rumah/wangsa’ Daud akan kokoh selama-lamanya (bdk. 2Sam. 7:14.16).

Janji Allah dalam 2Sam. 7:14, “Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku.”,  Ego ero ei in patrem, et ipse erit mihi in filium, menjadi rumus pengangkatan seseorang menjadi anak dan ungkapan paling awal akan janji atas Mesias yang berasal dari wangsa Daud. Selanjutnya setiap raja dari wangsa Daud dipandang sebagai anak angkat Allah.

Daud menulis hubungan khusus dengan Allah dan hubungan-Nya dengan para pewarisnya, “Ia akan memanggil-manggil Aku, ‘Engkau adalah Bapaku. Allahku, dan gunung batu keselamatanku’ Aku akan menetapkan ia menjadi anak sulung, yang tertinggi atas raja-raja bumi.

Kasih setia-Ku akan memeliharanya selamanya, dan perjanjian-Ku akan teguh baginya.” (Mzm. 89:26-29)

Perjanjian Lama selalu mengulang janji Allah dalam perjanjian dengan Daud (2Sam. 23:5; 2Taw. 13:6; Mzm. 89:4-5; 132:11-12.17-18 dan Sir. 45:25). Tradisi suci setelah masa pembuangan di Babel merefleksikan bahwa gelar Mesias akan disematkan pada keturunan Daud.

Para nabi menubuatkan kepenuhan janji Allah pada Mesias-Sang Penebus (bdk. Yes. 4:17; 9:5-6/7; 11:10-12; Yer. 17:24-27; 23:5-6; Yeh. 34:23-24; 37:24-28; dsb.).

Janji Allah untuk menyelamatkan manusia mencapai titik puncak kepenuhan pada diri Yesus Kristus, ‘Anak Daud’ (Mat. 1:1; 9:27; 12:23; 21:9; Luk. 1:32; Rom. 1:3; dsb.). Gereja membaca juga perikop dari 2Sam. 7 ini pada Hari Raya Santo Yusuf, pelindung dan suami Ibu Ibu Maria, karena ia adalah penjamin bahwa Yesus memiliki kakek moyang Daud darinya (Mat. 1:20). Melalui Yusuf Ia pun berasal dari ‘rumah/keluarga’ Daud (Luk. 1:27).

Perempuan muda mengandung dan melahirkan anak laki-laki, dan ia menamakan Dia Imanuel

Ahas, anak turun Raja Daud dan menjadi raja ke 12 dari kerajaan Yehuda, berkuasa di Yudea (741-725). Saat itu Yehuda dijepit oleh bangsa Siria yang berkoalisi dengan Israel, Kerajaan Utara, melawan Asyur. Sang raja kehilangan harapan dan meninggalkan nasihat Nabi Yesaya untuk kembali kepada Yahwe. Ahas menolak uluran tangan Allah.

Ia, bahkan, rela mengorbankan anak perempuannya untuk menjadi korban bakaran bagi Dewa Molokh, dewa bangsa Asyur. Selanjutnya, ia menyuap raja Asyur, Tiglatpileser III, dengan uang persembahan di Bait Allah untuk membantunya.

Di tengah krisis iman inilah Allah hadir untuk meyakinkan bahwa Ia tak akan meninggalkannya. Ahas menolak permintaan Allah untuk menganugerahkan suatu tanda bahwa Ia tetap setia pada umatNya.

Walau ditolak, pada Ahas, Allah berjanji, “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes. 7:14).

Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi kepada seorang perawan

Kisah kunjungan malaikat Allah kepada Ibu Ibu Maria mengingatkan pada kunjungan-Nya kepada beberapa perempuan di masa lampau. Ia mengunjungi Sara, istri Abraham, dan berjanji bahwa ia akan mengandung anak laki-laki pada tahun berikut; namun ditanggapi dengan keraguan (Kej. 18:9-15).

Allah juga mengingat permohonan Hanna akan seorang anak, yang kelak diberi nama Samuel, yang bermakna: aku telah memintanya dari Allah (1Sam. 9-20). Pada jaman terdahulu, jaman para hakim, istri Manoah, yang mandul itu, akhirnya memiliki anak laki-laki gagah perkasa, Samson, yang kelak membebaskan bangsanya dari cengkeraman bangsa Filistin (Hak. 13:2-5). Kepada masing-masing anak, Allah menyingkapkan tugas perutusan yang harus mereka emban.

Kisah panggilan Ibu Ibu Maria diawali dengan ungkapan ‘dalam bulan yang keenam’. Ungkapan itu tidak hanya mengacu pada usia kandungan Elisabet, yang sedang menanti penuh harap kelahiran anak laki-lakinya di usia yang sudah tidak muda lagi.

Tetapi juga dalam penanggalan Yahudi, sama dengan bulan ketiga atau Maret dalam penanggalan Yulius Caesar.  Inilah latar belakang kisah panggilan Ibu Maria. Elisabet mengawali (Luk .1:26) dan mengakhir kisah Ibu Ibu Maria (Luk. 1:36).

Tuhan menyertai engkau

Allah selalu bersabda “Aku menyertai engaku atau Tuhan menyertai engkau”pada orang-orang yangdipanggil-Nya untuk melaksanakan tugas perutusan sesuai dengan rencana-Nya. Pada Musa, ia bersabda, “Bukankah Aku akan menyertai engkau?” (Kel. 3:12).

Kepada Nabi Yeremia, Ia bersabda, “Aku menyertai engkau.” (Yer. 1:8).  Kepada Gideon, berfirmanlah TUHAN kepadanya (Hak 6:12), “Akulah yang menyertai engkau.”, Ego ero tecum.  

Kata malaikat itu, “Jangan takut.” (Luk 1:30), sama seperti ketika ia menyapa Zakharia.  Malaikat Gabriel menguatkan hati Ibu Ibu Maria dengan cara mengingatkan akan janji Allah pada masa lalu yang harus digenapiNya.

Sebagai orang beriman dan anak turun Raja Daud, ia pasti sadar akan sejarah keluarganya (mis. 2 Sam 7:12.13.16; Yes 9:6).

Allah berjanji, “Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes. 7:14).

Sadar akan janji Allah Ibu Ibu Maria bersedia menjadi Ibu Tuhan. Di dalam Dia Kerajaan Allah dipenuhi. Kesadaran iman ini membuat Ibu Ibu Maria tidak takut.

Roh Kudus dan kuasa Allah Yang Mahatinggi.

Malaikat Gabriel mengingatkan bahwa Roh Kudus, yang hadir sejak Penciptaan (Kej 1, 2), membantu memahami yang mustahil menjadi mungkin. “Sebab bagi Allah tidak ada hal yang mustahil.” (Luk. 1:37; Kej. 18:14).

Inilah sebab Ia diberi nama Yesus dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.

Ketika Sabda Allah diterima oleh kaum miskin, anawim, yang selalu bergantung padaNya, segala hal yang baru terjadi.

“Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.” (Luk. 1:36).

Allah Yang Mahatinggi menaungi siapa saja yang melaksanakan tugas perutusan-Nya, seperti dilakukan-Nya ketika Ia membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Tuhan berjalan di depan mereka dan pada malam hari tiang api menaungi mereka (Kel. 13:21-22).

Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan

Ibu Maria menempatkan diri sebagai hamba Tuhan. Ia memandang bahwa melaksanakan tugas perutusannya merupakan tugas pelayanan yang harus diemban untuk keselamatan seluruh manusia (bdk. Yes. 42:1-9; 49:3-6). Ia taat pada kehendak Allah.

Santo Irenaeus, Uskup Lyon, melukiskan ketaatan Ibu Maria, “Maka, simpul dari ketidak taatan Hawa diurai oleh ketaatan Ibu Maria.

Apa yang diikat Hawa karena ketidak percayaannya, Ibu Maria mengurainya melalui imannya kepada Allah.” (dikutip dari Against Heresies, 3.22.4).

Kelak, Yesus menegaskan bahwa tugas perutusan-Nya, “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan banyak orang.” (Mat. 20:28). Yesus pasti belajar dari Sang Ibu (Luk. 1:38), “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”, Ecce ancilla Domini, fiat mihi secundum verbum tuum.

 Katekese

Yesus Anak Allah dan Anak Ibu Maria, Beato Bede, 672-735:

“Dengan cermat kita harus mencatat perintah yang terkandung dalam sabda ini, dan semakin dalam menggoreskan di dalam hati kita, semakin nyata bahwa seluruh penebusan kita terkandung dalam sabda-sabda-Nya.

Karena sabda-Nya mewartakan dengan kejernihan sempurna bahwa Tuhan Yesus, yakni, Juruselamat kita, adalah benar-benar Anak Allah Bapa dan dan Anak dari seorang  ibu yang benar-benar manusia.

Kata malaikat itu, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki”  – mengakui bahwa manusia sejati ini mengandung darah daging yang berasal dari Sang Dara. “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi” – mengakui juga bahwa Anak yang sama adalah benar-benar Allah dari Allah yang benar, Anak dan Bapa bersama-sama selalu abadi.” (dikutip dari Homilies On The Gospels 1.3.22)

Oratio-Missio

  • Tuhan, Engkau menawarkan rahmat, belas kasih dan pengampunan yang melimpah melalui Yesus Kristus, Putera-Mu. Bantulah aku untuk menghayati hidup yang penuh rahmat seperti Ibu Ibu Maria, dan percaya kepada-Mu yang selalu setia. Amin.
  • Apa yang perlu kulakukan untuk menjadi hamba Tuhan?         

Ecce ancilla Domini, fiat mihi secundum verbum tuum – Lucam 1: 38

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here