Kamis. Perayaan Wajib St. SP Maria Dipersembahkan kepada Allah (P)
- Why 5:1-10
- Mzm 149:1-2.3-4.5-6a.9b
- Luk 19:41-44
Lectio
41 Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, 42 kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu. Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.
43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, 44 dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”
Meditatio-Exegese
Yesus telah dekat dan melihat kota itu…
Orang banyak bersorak sorai dan mengiringi Yesus memasuki kota Yerusalem. Mereka berseru-seru, “Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi.” (Luk. 19: 38). Mereka juga menghamparkan pakaian dan daun palma di muka keledai yang ditunggangi-Nya.
Saat sorak-sorai itu reda di Bukit Zaitun, Yeus memandang kota Yerusalem. Inilah saat ia memasuki puncak karya pelayanan di jantung agama Yahudi.
Tradisi alkitabiah melukiskan Yerusalem sebagai kota suci, tahta Tuhan (Yer 3:17); tempat Allah bersemayam (1Raj. 11:13; 2Raj. 21:4; 2Raj. 23:27); dan gunung yang suci tempat Allah melantik raja-Nya (Mzm 2:6).
Yerusalem berasal dari kata “salem”, bermakna: “damai sejahtera”. Dan di Bait Suci, Allah bersemayam. Ia hadir di tengah umat-Nya.
Ia menangisinya
Para pemimpin dan penduduk Yerusalem tidak mau “mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu.” (Luk 19:42). Mereka menjadikan Bait Allah sarang penyamun atau sarang kejahatan. Maka, Yesus meratapi kota itu, civitatem flevit.
Yesus meratapi penolakan mereka atas uluran tangan-Nya yang penuh belas kasih dan kerahiman. Damai sejahtera, salim, segera akan berubah menjadi zalim, kekejaman tak terperikan.
Kini Yesus mencucurkan air mata, Dominus flevit, dan, hanya dalam hitungan hari, berubah menjadi cucuran darah. Sepanjang sejarah, karena kesombongan dan kehilangan iman, banyak pemimpin dan penduduk kota itu menolak dan membunuh para nabi yang berbicara atas nama Allah.
Yesus menyebut kaum Farisi sebagai ‘pemimpin buta’ (Mat. 23:24; Luk. 6:39). Memang ada kesan seolah Allah membutakan mereka (Yoh. 12:40). Namun, nyatalah, kebenaran bahwa mereka dengan kesadaran penuh menolak apa yang diajarkan Yesus, bahkan menolak kehadiran-Nya.
Sekarang mereka menolak Yesus, yang datang sebagai Mesias, yang diangkat Allah sebagai: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yes .9:6). Ia tidak datang dengan kuda yang gagah, sebagai panglima perang.
Sebaliknya, Ia datang menunggang keledai, memasuki jantung agama Yahudi dengan damai sejahtera. Tetapi hati mereka tertutup, terus menerus menolak Kabar Sukacita.
Yesus tidak diterima sebagai Ia yang “mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik, yang mengabarkan berita selamat” kepada Sion (Yes. 52:7).
Maka, Santo Lukas melukiskan perasaan hati-Nya (Luk. 19:41), “Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya.”, Et ut adpropinquavit, videns civitatem flevit super illam.
Karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau
Para pemimpin, baik sipil maupun agama, raja maupun majelis agama, lupa akan tanda-tanda kehadiran Mesias. Ia menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, merawat orang yang remuk hati, membebasan yang ditawan dan dipenjara (bdk. Yes. 61:1).
Mereka abai nubuat Nabi Yesaya, “Ia sendiri datang menyelamatkan kamu. Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai.” (Yes. 31:4-6).
Sikap iman yang menolak kehadiran-Nya berlawanan dengan sikap Ibu Elizabet saat menerima kedatangan Ibu Maria dan Bayi yang dikandungnya (Luk. 1:29-45).
Ibu Yohanes Pembaptis bertanya pada diri sendiri sebagai tanda kerendahan hati (Luk. 1:43), “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?”, Et unde hoc mihi, ut veniat mater Domini mei ad me?
Kelak Yerusalen, 70 M, luluh lantak dihancurkan Jenderal Titus, karena mereka menolak tawaran Allah akan damai sejahtera. Yosephus, sejarawan Yahudi, dalam War of the Jews, bersaksi, tentang keadaan di dalam kota, “Tiada lagi harapan untuk bagi orang Yahudi untuk lari dari Yerusalem.
Kemerdekaan mereka telah dirampas dari kota itu. Lalu, kelaparan meluas, dan melahap seluruh penduduk dari rumah ke rumah dan keluarga ke keluarga; jalanan kota itu dipenuhi mayat bergelimpangan, terutama kaum tua…
Para pemimpin Yahudi pertama-tama memerintahkan supaya yang mati dikuburkan di tanah milik umum, karena tidak tahan atas bau mayat itu. Tetapi, segera, ketika mereka tidak mampu mengatasinya, mereka membuang mayat itu ke lembah-lembah dari dinding kota.”
Di balik semua itu, Yesus menggemakan nubuat Nabi Yeremia dalam Kitab Ratapan, “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu… .
Karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya.” (Rat. 3:21-22;31-32).
Di akhir nubuat tantang kehancuran Yerusalem, Yesus bersabda (Luk. 19:44), “… karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”, eo quod non cognoveris tempus visitationis tuae.
Katekese
Yesus memenuhi mereka yang menangis dengan kebahagiaan. Origenes dari Alexandria, 185-254 ]:
“Ketika Tuhan dan Juruselamat kita mendekati Yerusalem, Ia memandang kota itu dan menangis… .
Melalui teladan-Nya, Yesus membenarkan seluruh Sabda Bahagia yang difirmankan-Nya dalam Injil. Melalui kesaksian-Nya sendiri, Ia membenarkan apa yang diajarkan-Nya.
“Berbahagialah mereka yang lemah lembut,” sabda-Nya. Ia bersabda tentang apa yang serupa dialami oleh Diri-Nya sendiri: “belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati”.
“Berbahagialah orang yang membawa damai”. Betapa tiada manusia yang membawa damai sejahtera seperti Tuhan Yesusku, yang adalah “damai-sejahtera kita”, yang “telah merubuhkan perseteruan” dan “melenyapkan perseteruan pada salib itu” (Ef. 2:14-15).
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran”. “Tiada seorang pun menderita penganiayaan karena kebenaran seperti dialami Tuhan Yesus, yang disalib demi dosa-dosa kita.
Maka, Tuhan menunjukkan kepenuhan seluruh Sabda Bahagia dalam Diri-Nya. Karena serupa dengan Sabda Bahagia, Ia menangis. Karena sabda-Nya, “Berbahagialah mereka yang menangis”, untuk meletakkan landasan bagi sabda ini juga.
Ia menangis bagi Yerusalem dan bersabda, “Jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu. Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu”, dan seterusnya, hingga pada saat Ia bersabda, “karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.” (Homily On The Gospel Of Luke 38.1–2)
Oratio-Misso
Tuhan, Engkau telah mengunjungi dan menebus umat-Mu. Semoga aku tak luput memperhatikan kunjungan-Mu hari ini, saat Engkau mengantar umat-Mu menuju kesucian dan kebenaran. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk ‘menyeka’ airmata Yesus?
Et ut adpropinquavit, videns civitatem flevit super illam – Lucam 19:41