Lectio Divina 22.10.2024 – Ikat Pingangmu dan Nyalakan Pelitamu

0
33 views
Nyalakan pelitamu, by Vatican News

Selasa. Minggu Biasa XXIX, Hari Biasa (H)

  • Ef 2:12-22
  • Mzm 85:9ab-10.11-12.13-14
  • Luk 12:35-38

Lectio

35 “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. 36 Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya.

37 Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. 38 Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka. 

Meditatio-Exegese

Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak

Paulus menyapa umat Efesus dengan kata kamu (Ef. 2:12)  sebagai ungkapan kedekatan emosional. Mereka berasal dari bangsa bukan Yahudi.

Orang bukan Yahudi sering disebut sebagai ‘orang yang berkulup’, karena tidak disunat. Maka, mereka tidak ambil bagian dalam perjanjian Allah dengan bangsa Israel. Mereka diasingkan dan hidup tanpa harapan.

Melalui kematian-Nya, Yesus telah menghancurkan hukum yang memisahkan umat manusia. Serambi pemisah bangsa Yahudi dari bangsa bukan Yahudi dihancurkan. Diruntuhkan tembok pemisah laki-laki dari perempuan, imam dari umat, dan ruang Mahakudus dari seluruh umat.

Ia menjadi damai sejahtera yang menyatukan dua kelompok bangsa yang saling bermusuhan, bangsa berkulup dan bersunat. Tulisnya, “Sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera.” (Ef. 2:15)

Ia menciptakan satu umat baru, yang disebut καινὸν ἄνθρωπον, kainon anthrōpon, ‘manusia baru’, di atas tubuh-Nya. Tubuh Yesus memiliki dua makna; pertama, tubuh Yesus yang dibunuh di salib di Kalvari.

Dan, tubuh-Nya, Gereja, membentuk persekutuan umat beriman dari bangsa Yahudi dan bukan Yahudi, laki-laki dan perempuan dengan Yesus sebagai Kepala. Melalui Gereja-Nya, bangsa-bangsa yang semula diasingkan, tanpa harapan, sekarang menjadi dekat juga dengan Sumber Keselamatan. 

Paulus melukiskan batu penjuru Gereja adalah Yesus. Para Rasul dan nabi atau pewarta mewartakan dan bersaksi tentang Yesus baik di antara orang Yahudi maupun bukan Yahudi.

Maka mereka juga ambil bagian dalam membangun Gereja. Dan tugas para Rasul diteruskan para pengganti mereka tanpa putus.

Gereja yang didirikan Yesus tidak akan goyah. Santo Augustinus menulis, “Gereja akan runtuh jika batu penjurunya hancur. Tetapi, dapatkan Kristus hancur? Jika Kristus tidak hancur, Gereja tidak akan menjadi lemah hingga akhir zaman.” (Enarrationes in Psalmos, 103).

Gereja yang tidak dapat hancur disebut juga Bait Allah (Ef. 2:21). Santo Paus Yohanes Paulus II mengajar, “Yesus Kristus adalah batu penjuru Bait Allah yang baru. Karena ditolak, dibuang, disisihkan dan dibunuh, dahulu dan sekarang, Bapa telah menjadikan-Nya dan selalu menjadikan-Nya landasan yang kokoh, tak terguncangkan dari bangunan yang baru. Karya ini dilakukan-Nya melalui kebangkitan-Nya yang mulia […]. 

Bait yang baru, tubuh Kristus, yang rohani dan tak terlihat, dibangun oleh tiap orang yang dibaptis di atas batu penjuru yang hidup, Kristus, hingga mencapai tahap ia taat pada-Nya dan ‘tumbuh’ dalam Dia, hingga mencapai ‘kepenuhan Kristus’. Dalam bait ini dan melaluinya, ‘tempat kediaman Allah, di dalam Roh’, Ia dimuliakan, karena ‘imamat kudus yang mempersembahkan kurban-kurban rohani (1Ptr. 2:5) dan Kerajaan-Nya didirikan di dunia.

Puncak bait yang baru mencapai surga, sementara, di dunia, Kristus, Sang Batu Penjuru, menjaganya dengan cara memilih dan menjadikan Diri-Nya sendiri batu penjuru – ‘para rasul dan nabi’ (Ef. 2:20) dan para pengganti mereka, yakni, yang terutama, dewan para uskup dan ‘batu karang’, Petrus (Mat. 16:18).” (Homili di Orcasitas, Madrid, 3 November 1981).

Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala

Yesus selalu mengajak para murid-Nya untuk siap sedia menyongsong kedatangan-Nya. Sabda-Nya (Luk. 12:35), “Hendaklah pinggangmu tetap berikat.”  Sint lumbi vestri praecincti.

Pinggang yang berikat berarti sikap siap untuk segera melakukan sesuatu. Ia mengingatkan akan kisah keluaran dari Mesir, saat bangsa Israel merayakan Paskah, “… kenakanlah pakaian lengkap dan siap untuk berangkat. Pakailah sandalmu di kakimu dan tongkat di tanganmu.” (Kel. 12:11).

Pada masa Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kaum laki-laki memakai pakaian seperti sarung. Ikat pinggang harus terikat di pinggang untuk mengikat kain, ketika seseorang bersiap untuk segera bekerja, berperang, berjalan jauh (bdk. Yer. 1:17; Ef. 6:14; 1Ptr. 1:13). 

Dan pelita harus terus siap dinyalakan. Ia harus terus siap sedia melakukan tugas yang dilaksanakan baik siang maupun malam. Tanpa pelita orang mengalami kesulitan berjalan dan bekerja di kegelapan malam.

Dua kata digunakan Santo Lukas untuk mengungkapkan sikap batin berjaga-jaga: προσδεχομενοις, prosdechomenois dari kata kerja prosdechomai, menunggu dengan penuh harapan, menanti-nantikan. Kata berikut γρηγορουντας, gregorountas, dari kata grégoreó, berjaga-jaga.

Nasihat untuk berjaga-jaga harus diterapkan pada, pertama: sikap batin untuk waspada terhadap musuh, iblis, karena roh jahat selalu menunggu dan mencari waktu yang tepat untuk memangsa (Luk. 4:13).

Santo Petrus mengingatkan (1Ptr. 5:8), “Sadarlah dan berjaga-jagalah. Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.”, sobrii estote vigilate quia adversarius vester diabolus tamquam leo rugiens circuit quaerens quem devoret.

Selanjutnya, berjaga-jaga menggambarkan sikap batin menyambut kedatangan Yesus, yang sudah mengetok di pintu (Why. 20:3). Para murid tidak tahu kapan Ia mengetok pintu. Pada saat Yesus hidup di Palestina, siang hari dibagi dalam 12 jam (Yoh. 11:9).

Waktu malam, waktu dibagi dalam 4 periode jaga: setelah jam 18 hingga 21.00; 21.00-00 tengah malam; 00.00-03.00; dan pada waktu pukul 03.00 terompet dibunyikan yang disebut sebagai ‘kokok ayam’ (bdk. Mrk 13:35). Sang Tuan tidak pernah memberitahu kapan Ia mengetuk pintu atau pulang.

Sang Tuan mengharapkan para hamba-Nya tetap berjaga-jaga. Maka, ketika para murid menyambut kedatangan-Nya, mereka didapati-Nya selalu siap sedia melayani-Nya dengan ikat pinggang terikat dan mempersilakan-Nya masuk.

Selanjutnya, peran akan berubah. Yesus, Sang Tuan, Kurios, mengundang hamba-hamba-Nya ambil bagian dalam perjamuan-Nya dan Ia bertindak sebagai pelayan, seperti yang disingkapkan-Nya pada Perjamuan Terakhir. Dia, yang adalah Guru dan Tuhan, sekarang menjadi hamba bagi semua (bdk. Yoh. 13:4-17).

Janji kebahagiaan abadi yang disingkapkan Tuhan bertolak belakang dengan apa yang biasa dialami dan ditemukan. Misalnya: seorang majikan akan tetap meminta pelayanan terbaik, walau hambanya letih, lesu dan lemah setelah selesai membajak atau menggembalakan ternak baginya.

Belum selesai si hamba mengatur nafas, majikan meminta, “Layanilah aku, segera.” (bdk. Luk. 17:7-10).

Berjaga-jaga harus terus menerus dan tak mengenal lelah. Santo Augustinus, Uskup Hippo, menasihati, ”Berjaga-jagalah dengan sepenuh hati; berjaga-jagalah dengan sepenuh iman; berjaga-jagalah dengan sepenuh cinta; berjaga-jagalah dengan sepenuh kasih; berjaga-jagalah dengan perbuatan baik […]

Perbaharui dan isilah minyak batinmu dengan suara hati yang bening. Maka, Sang Mempelai akan memelukmu di haribaan-Nya dengan kasih-Nya. Ia mengantarmu masuk ruang perjamuan-Nya, tempat di mana pelitamu tidak pernah padam.” (Sermon, 93).

Yang berbahagia selalu mereka yang terus berjaga-jaga dan siap menyambut Sang Tuan.

Sabda-Nya (Luk. 12:38), “Apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka.”, Si venerit in secunda vigilia, et si in tertia vigilia venerit, et ita invenerit, beati sunt illi.

Katekese

Makna: Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Santo Cyrilus dariAlexandria, 376-444 :

“Hendaklah pinggangmu tetap terikat (Luk. 12:35) bermakna kesediaan jiwa untuk bekerja keras dalam segala hal yang layak dipuji. Mereka yang  menyediakan diri untuk bekerja  dan terlibat dalam pekerjaan kasar hendaklah menyingsingkan lengan baju.

Pastilah lampu menjadi tanda kesiap-sediaan jiwa dan pikiran yang penuh sukacita. Kita yakin bahwa jiwa manusia berjaga ketika jiwa  melawan setiap kecenderungan untuk menyerah pada sikap abai yang sering menjadi sarana untuk jatuh ke dalam setiap jenis kejahatan.

Ketika tenggelam dalam kehampaan, cahaya surgawi yang bersemayam dalam jiwa terancam bahaya, atau bahkan telah telah terancam oleh terpaan badai yang sangat ganas dan kencang.

Kristus meminta kita untuk berjaga-jaga. Untuk itu, murid-Nya juga mengingatkan kita dengan berkata, “Sadarlah dan berjaga-jagalah.” (1Ptr. 5:8).

Lebih lanjut, Santo Paulus, yang bijaksana itu, berkata juga: Bangunlah, hai kamu yang tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya atas kamu.” (Commentary On Luke, Homily 92).

Oratio-Missio

Tuhan, Penuhilah hatiku dengan suka cita dan kemurahan-hati agar selalu bersedia melayani-Mu dan melakukan apa pun yang Engkau minta dariku. Amin.

  • Apa yang aku lakukan untuk menyongsong kedatangan-Nya?

Sint lumbi vestri praecincti – Lucam 12:35

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here