Lectio Divina 22.8.2024 – Datang ke Pesta-Nya dengan Pantas

0
61 views
Campakkan orang itu ke dalam kegelapan, by Dalziel Brothers, 1864

Kamis. Perayaan Wajib Santa Perawan Maria, Ratu (P)

  • Yeh. 36:23-28
  • Mzm. 51:12-13.14-15.18-19
  • Mat. 22:1-14

Lectio  (Mat. 22:1-14)

Meditatio-Exegese

Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu

Allah tidak pernah menghancurkan atau membinasakan pendosa. Nabi Yehezkiel menyampaikan pesan-Nya, “Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik?… Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup? (Yeh. 18:23).

Madah Nabi Yehezkiel menyingkapkan harapan dan penyelamatan. Setelah hati umat dimurnikan melalui duka dan derita di pembuangan, fajar zaman baru mulai terbit, seperti nubuat Nabi Yeremia tentang ‘perjanjian baru’ antara Tuhan dengan Israel (bdk. Yer. 31:31-34).

Nabi Yehezkiel menyingkapkan kehendak-Nya, “Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka.” (Yeh. 11:19-20).

Dalam madah ini, nabi menyingkapkan ‘roh yang baru’ yang akan dianugerahkan pada tiap pribadi. Roh itu adalah Roh-Nya, Roh Allah sendiri.

Sabda-Nya (Yeh. 36:27), “Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”, et spiritum meum ponam in medio vestri et faciam, ut in praeceptis meis ambuletis et iudicia mea custodiatis et operemini.

Santo Paus Yohanes Paulus II mengajar, “Nabi Yehezkiel menekankan aspek yang sangat mengejutkan, yakni: manusia dipanggil untuk dilahirkan dalam hidup baru. Simbol pertama adalah ‘hati’ yang, dalam bahasa Kitab Suci, bermakna lubuk jiwa, nurani tiap pribadi.

Allah akan mengubah “hati yang membatu” yang dingin dan keras, tanda kejahatan dilakukan terus menerus. Ke dalam hidup kita Ia akan menaruh “hati yang taat”, yaitu, sumber kehidupan dan kasih (bdk. Yeh. 36:27).

Roh yang memberi hidup dan menghidupkan seluruh makhluk ciptaan (Kej 2:7) akan digantikan Roh Kudus yang dianugerahkan cuma-cuma. Ia menopang, menggerakkan dan membimbing kita menuju terang kebenaran dan mencurahkan “kasih Allah… ke dalam hati kita” (Rm 5:5).

Maka “ciptaan baru” akan timbul seperti dilukiskan Santo Paulus (bdk. 2Kor. 5:17; Gal. 6:15), ketika “hidup lama” yang ada dalam diri kita, “tubuh yang berdosa”, akan berlalu, sehingga tidak “menghambakan diri lagi kepada dosa.” (Rm 6:6).

Tetapi kita hidup sebagai ciptaan baru, yang diubah oleh Roh Kristus yang bangkit: “Karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya.” (Kol 3:9-10; bdk. Rm 6:6).

Nabi Yehezkiel menubuatkan umat baru yang menurut Perjanjian Baru dihimpun oleh Allah sendiri melalui karya Putra-Nya. Jemaat ini, yang memiliki “hati yang taat” dan dipenuhi dengan “Roh”, akan mengalami kehadiran Allah sendiri yang hidup dan berkarya. I menghidupkan orang yang percaya pada-Nya, berkarya di dalam diri mereka dengan kasih karunia-Nya.

Santo Yohanes menulis, “Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita.” (1Yoh. 3:24).” (Audiensi Umum, Rabu, 10 September 2003)

 Seorang raja, yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya

Tiada henti Yesus berusaha mengajak para penentang-Nya berbalik kepada Allah. Ia mengundang mereka dengan cara unik: merenungkan, menemukan makna hidup dan memutuskan berbalik kepada Allah. Sarana yang digunakannya sederhana: kisah yang biasa dijumpai, perumpamaan.

Kali ini Yesus mengemukakan perumpamaan ketiga dalam perdebatannya dengan para imam kepala, kaum Farisi dan tetua orang Yahudi (Mat. 21:45). Ia berbicara tentang Kerajaan Allah dan pengajaran tentang penghakiman di akhir zaman.

Sebelumnya, delapan kali Ia memaparkan perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Selalu Ia memulai dengan sabda-Nya, “Hal Kerajaan Surga itu seumpama…” (Lih. Mat. 13: 24. 31. 33. 44. 45. 47. dan 52).

Dalam perumpamaan ini tentang perjamuan kawin (Mat. 22:4), digunakan ungkapan αριστον, ariston, yang bermakna: makan siang. Biasanya orang akan makan paling banyak pada kesempatan ini. Pada masa itu, pesta perkawinan dilaksananakan selama tujuh hari (Kej. 29:27; Hak. 14:12).

Dengan sangat canggih Santo Matius mempersiapkan unsur perumpamaan tentang perjamuan kawin dalam perumpamaan terdahulu. Para penggarap kebun anggur menganiaya utusan sang pemilik (Mat. 21:33-41).

Kemudian, dalam perumpamaan gandum dan lalang, lalang dibiarkan tumbuh sampai waktu panen tiba, saat penghakiman terakhir (Mat. 13:24-30.36-43). Selanjutnya, dalam perumpamaan tentang pukat, berkumpullah semua ikan yang baik dan jelek dalam satu jala, Gereja (Mat. 13:47-50). Perumpamaan ini, seperti perumpamaan lain yang disabdakan-Nya, mengandung makna simbolik.

Sang raja adalah Allah dan sang mempelai adalah Yesus. Undangan untuk menghadiri jamuan kawin adalah undangan untuk ambil bagian dalam perjanjian atau persatuan mesra dengan-Nya. Persatuan mesra dengan Allah sering dilambangkan sebagai perkawinan.

Sebanyak tiga kali sang raja mengundang para sahabatnya. Tetapi mereka menolak untuk datang. Maka sang raja murka. Bahkan para utusan yang menyebarkan undangan itu mengalami pembiaran, penolakan, penganiayaan atau pembunuhan (Mat. 22:5).

Para sahabatnya memiliki banyak sekali dalih untuk melecehkan undangan dan utusannya. Penolakan ini mengingatkan atas perilaku umat dalam menghayati perjanjian pertama, Perjanjian Sinai. Mereka justru menyembah para ilah bangsa asing, bahkan membunuh para utusan Allah (bdk. Mat. 22:34-35).

Memang, dalam tradisi Israel, seseorang boleh menolak undangan. Penolakan dibatasi hanya untuk tiga alasan: pendirian rumah baru, pembuatan kebun anggur baru dan pertunangan-perkawinan  (Ul. 20:5-7). Konsekuensi dari penolakan itu adalah penghancuran (Mat. 22:7).

Sepertinya, penghancuran kota-kota ini merupakan nubuat akan kehancuran Yerusalem dan pralambang pengadilan terakhir. Injil Matius ditulis sebelum 70 Masehi.

Tentang penghancuran Yerusalem dan  Bait Allah pada tahun 70, sejarahwan dan saksi mata, Flavius Josephus, dalam The Wars of the Jews, Book 6, Chapter 8, melaporkan bahwa ratusan imam yang mengungsi di dalam bangunan megah itu, mati dibakar.

Semua hangus, tak bersisa. Tiada yang selamat. Mulai saat itulah Bait Allah tidak berfungsi lagi dan tidak mungkin dibangun kembali.

Lebih lanjut, Flavius Josephus melaporkan tentara Romawi yang menang perang itu menaikkan bendera kemenangan tinggi-tinggi di menara-menara, berpesta pora atas kemenangan yang diperoleh, seolah tanpa pertumpahan darah.

Tapi begitu masuk ke kota Yerusalem mereka seolah ragu karena sunyi. Dengan pedang terhunus mereka menyusuri jalan-jalan kota. Setiap orang yang mereka temui dibunuh tanpa belas kasihan. Rumah-rumah dan penghuninya dibakar habis tanpa sisa.

Mereka juga menemukan rumah-rumah yang dipenuhi korban kelaparan karena pengepungan. Prajurit yang menyaksikan kematian itu lari dengan wajah penuh ketakutan.

Sang raja ternyata tidak membatalkan pesta perkawinan anaknya. Maka, ia mengundang orang asing, orang baik dan orang jahat yang ditemukan di jalanan. Semua diundang untuk datang berkumpul dalam pesta atau pukatnya (bdk. Mat. 13:47-48). Undangan ini adalah anugerah yang harus diterima.

Ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta

Sang raja mengundang semua orang. Akan tetapi, ia  mendapati seorang tamu tanpa pakaian pantas. Orang macam ini memang beriman dan selalu menyebut: Tuhan. Tuhan. Tetapi, ternyata hatinya jauh dari Allah.

Ia hanya taat mengikuti hukum najis atau halal. Ia melupakan kasih. Yang dipilih Allah untuk ambil bagian dalam perjamuan kawin adalah ia yang melakukan kasih (bdk. 1Kor. 13:1-3).

Ia mengabaikan waktu yang harus dimanfaatkan untuk menumbuh kembangkan iman, melaksanakan kasih dan memulihkan relasi dengan Allah dan sesama melalui Sakramen Rekonsilisasi/Pengampunan (bdk. Katekismus Gereja Katolik, 162).

Anggota jemaat, sekali pun ia kenal nama Yesus, bila abai dalam menyongsong kehadiranNya, pasti ditolak. Sabda Tuhan (Mat. 22:14), “Banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”, Multi enim sunt vocati, pauci vero electi.

Karena ditolak masuk dalam perjamuan kawin untuk anak sang raja, orang yang tidak pantas dimasukkan “ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.” (Mat. 22:13).

Tentang tempat itu, Gereja mengajarkan : “Yesus beberapa kali berbicara tentang ‘gehenna’, yakni ‘api yang tidak terpadamkan’ (bdk. Mat. 5:22.29; 13:42.50; Mrk. 9:43-48), yang ditentukan untuk mereka, yang sampai akhir hidupnya menolak untuk percaya dan bertobat, tempat jiwa dan badan sekaligus dapat lenyap (bdk. Mat. 10:28).

Dengan pedas, Yesus menyampaikan bahwa Ia akan “menyuruh malaikat-malaikat-Nya”, yang akan mengumpulkan semua orang, yang telah menyesatkan orang lain dan telah melanggar perintah Allah, dan… mencampakkan mereka ke dalam dapur api; di sanalah terdapat ratapan dan kertakan gigi.” (Mat. 13:41-42)  dan bahwa Ia akan mengucapkan keputusan pengutukan, “Enyahlah daripada-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal.” (Mat. 25:41).” (Katekismus Gereja Katolik, 1034).

Allah tidak pernah menghendaki manusia binasa. Ia mengundang setiap manusia untuk keselamatan. Bahkan Ia mengutus Anak-Nya, Yesus Kristus, untuk menjadi Mempelai Gereja-Nya, dan telah menganugerahkan segala yang dibutuhkan untuk keselamatan, yakni: Sakramen.

Maka, pilihan sekarang ada di pihak manusia: Allah atau mati. Kepada Timotius dan seluruh anggota Gereja, Santo Paulus membesarkan hati umat untuk selalu memilih Allah, karena, ”Hal ini baik dan berkenan di hadapan Allah, Juru Selamat kita, yang menghendaki semua orang diselamatkan dan sampai kepada pengetahuan akan kebenaran.” (1Tim. 2:3-4).

Katekese

Tamu tanpa pakaian pesta. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:

“Kamu telah datang ke rumah pesta perkawinan, Gereja kita yang suci, karena kebaikan hati Allah, waspadalah, sahabatku, karena ketika Sang Raja masuk, Ia mendapati kesalahan yang terkait dengan  pakaian hati kita. 

Kita pertimbangkan apa yang akan datang dengan hati penuh rasa gentar. Tetapi Sang Raja akan menyapa para tamu dan mendapati seseorang tidak mengenakan pakaian pesta.

Rekan-rekan terkasih, apa yang dimaksud dengan pakaian pesta? Karena kalau kita sebut sebagai pembaptisan atau iman, adakah yang masuk dalam pesta kawin itu tanpa pembaptisan/iman? Seseorang adalah orang luar, karena ia belum percaya. Apa yang kita maksud dengan pakaian pesta, kalau bukan kasih?

Orang itu masuk ke pesta perkawinan, tetapi tanpa mengenakan pakaian pesta. Inilah dia yang datang ke Gereja yang kudus.  Ia mungkin memiliki iman, tetapi ia tidak memiliki kasih.

Benarlah  kita ketika menyebut bahwa kasih adalah pakai pesta. Karena kasih inilah yang dimiliki Sang Pencipta ketika Ia datang ke pesta perkawinan itu untuk menyatukan Gereja dengan diri-Nya sendiri. 

Hanya kasih Allah yang dikaruniakan agar Putera-Nya yang terkasih menyatukan seluruh hati manusia yang terpilih dengan diri-Nya. Santo Yohanes berkata bahwa “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” (Yoh. 3:16).” (Forty Gospel Homilies 38.9)

Oratio-Missio

Tuhan, semoga aku selalu menyadari bahwa aku hidup penuh sukacita di hadirat-Mu. Semoga harapanku terus tumbuh untuk menatap wajahMu dalam Kerajaan-Mu yang abadi. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan supaya layak memenuhi undangan untuk hadir dalam perjamuan kawin Anak Domba Allah?”

Multi enimsunt vocati, pauci vero electi – Matthaeum 22: 14

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here