Selasa. Minggu III, Hari Biasa (H)
- 2Sam. 6:12b-15.17-19.
- Mzm. 24:7.8.9.10,
- Mrk. 3:31-35.
Lectio
31 Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus. Sementara mereka berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil Dia. 32 Ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, mereka berkata kepada-Nya: “Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.”
33 Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” 34 Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku.
35 Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”
Meditatio-Exegese
Tabut Tuhan itu dibawa masuk, lalu diletakkan di tempatnya, di dalam kemah
Daud memindahkan tabut perjanjian ke Yerusalem dari Baale-Yehuda, kota yang berbatasan dengan bangsa Filistine (bdk. 2Sam. 4:1-7:1) agar kota itu menjadi pusat keagamaan. Kehadiran Allah membuat kota itu menjadi Kota Suci dan diberkati. Pemindahan dilakukan dengan liturgi yang meriah (bdk. Mzm. 132).
Awal prosesi pemindahan disela dengan kematian Uza, anak Abibadab. Saat sapi penarik kereta yang memuat tabut tergelincir, anak imam agung itu memegang tabut dan membangkitkan murka Allah. Ia menghukumnya dengan kematian, karena tidak memiliki hak dan ditugasi menjaga tabut.
Kematian itu bermakna tak hanya bahwa tiap pribadi harus menghormati dan menghargai tabut yang melambangkan kehadiran Allah di tengah umat dan hanya orang yang diberi kuasa dapat menyentuhnya. Tetapi juga membuat Daud berkecil hati untuk memindahkan tabut ke Yerusalem, karena Allah memberkati tempa-Nya bersemayam di Obed-edom.
Proses pemindahan tabut perjanjian dilanjutkan. Para imam memimpin perarakan dan Daud ambil bagian dalam upacara itu dengan menari dan menyanyi dengan iringan musik meriah (2Sam. 5:12-15).
Para Bapa Gereja merenungkan bahwa tabut perjanjian melambangkan Ibu Maria. Pemindahan tabut melambangkan perjalanan sang ibu ketika mengunjungi Ibu Elizabet (bdk. Luk. 1:39-45). Sedangkan tarian Daud melambangkan bayi Yohanes Pembaptis yang melonjak kegirangan saat bertemu dengan Yesus yang bersemayam di dalam rahim Ibu Maria.
Santo Maximus dari Turin menulis, “Sang nabi menari-nari di depan tabut. Tapi, apakah tabut itu jika bukan melambangkan Ibu Maria yang tersuci? Tabut memuat loh batu perjanjian, Ibu Maria membawa dalam rahim-Nya Sang Pewaris Perjanjian.
Tabut memuat sabda Allah; Ibu Maria membawa Sang Sabda. Ke dalam dan ke luar, tabut memancarkan cahaya keemasan, Sang Cahaya dari Bunda Perawan memancar ke dalam dan ke luar. Tabut dihias dengan emas dari tanah; Ibu Maria dihiasi dengan emas surgawi.” (Sermons, 42, 5).
Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus
Sanak saudara Yesus datang dari Nazaret ke Kapernaum. Dan sekarang mereka ada di luar rumah, tempat Yesus tinggal. Di antara mereka, ikut serta juga Ibu Maria, Ibu Yesus.
Mereka harus menempuh perjalanan darat sepanjang 70 kilometer dari Nazaret untuk menemui Yesus. Tetapi mereka hanya sampai di luar rumah. Mereka tidak dapat menemui Yesus.
Maka mereka meminta seseorang di luar rumah untuk menyampaikan pesan, “Lihat, ibu dan saudara-saudara-Mu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.” (Mrk. 3:32).
Dua kali Santo Markus menggunakan kata εξω, exo, di luar. Perulangan kata ini menunjukkan bahwa seolah-olah Yesus mengabaikan atau tidak mempedulikan keluarga alamiNya; sedangkan Dia lebih memusatkan diri bertemu dan mengajar banyak orang yang mengelilingi Dia (Mrk. 3:33).
Mendengar pesan dari utusan keluargaNya, Yesus justru tidak menyambut mereka. Ia justru memandang sekeliling orang-orang di dekat-Nya dan bertanya dengan suara nyaring (Mrk 3:33), “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?”, Quae est mater mea et fratres mei?
Pertanyaan ini menggelegar, menggema di telinga sanak saudara dan ibu-Nya. Pertanyaan Yesus menambah kejengkelan mereka dan membuat sang ibu sedih, sebab seolah tidak diperhatikan sama sekali. Maka, Yesus mereka anggap sebagai orang yang kehilangan akal (Mrk. 3:21).
Injil Markus tidak menggambarkan Ibu Maria sebagai pribadi beriman seperti digambarkan dalam Lukas. Seperti murid-Nya yang lain, ia harus mencari tahu dalam lubuk hatinya: Siapa Yesus?
Ibu Maria, yang tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya, harus berjuang untuk mampu menjawab dan bersaksi seperti prajurit yang mencucukkan tombak di lambung-Nya (Mrk. 15:39), “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah.”, Vere homo hic Filius Dei erat.
Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku
Saat berkuasa, Herodes Agung (37-4 SM) dan Herodes Antipas, anaknya (4 SM-39 M), benar-benar memporak-porandakan nilai-nilai keluarga. Keluarga menjadi terpecah dan masing-masing anggota justru berkembang menjadi individualistik karena sistem pajak yang diberlakukan, pemaksaan budaya dan ideologi Helenistik, keharusan menyokong dan menampung prajurit Romawi.
Faktor eksternal yang demikian berat sangat menyulitkan tiap keluarga untuk bertahan hidup. Di samping itu, tiap orang Yahudi dewasa, termasuk yang miskin, harus membayar kewajiban persembahan untuk Bait Allah.
Pajak berganda menyebabkan tiap pribadi berisiko makin telantar. Perintah ini menghancurkan sendi hidup keluarga yang ditopang oleh perintan Allah yang keempat, “Hormatilah ayahmu dan ibumu.” (bdk. Kel 20:12; 21:17; Im 20:9; Ul 5:16; Mrk 7:8-13).
Di samping menghormati orang tua, keluarga Yahudi harus memperhatikan Hukum Kemurnian. Mereka harus membangun keluarga dengan sesama orang yang dianggap bersih dan menghindari mereka yang disingkirkan karena hukum Taurat dan adat-istiadat nenek moyang.
Mereka dilarang menikah dengan, misalnya : perempuan asing, orang asing, penderita kusta, orang Samaria, pemungut cukai, orang sakit, orang cacat, orang timpang, dan orang yang kerasukan. Konsekuensinya, yang dianggap keluarga adalah mereka yang berasal dari satu keturunan saja – klan/marga/suku.
Tentu kondisi ini tidak memungkinkan terjadinya tata pergaulan dengan seluruh manusia lintas batas, tanpa pilih bulu. Dan Yesus, yang sedang mewartakan Kerajaan Allah, sedang membangun keluarga baru.
Dalam keluarga baru, tiap anggota menjadikan diri-Nya sebagai pusat hidup. Masing-masing hidup sehati dan sejiwa, cor unum et anima una (Kis 4:32), saling jumpa satu sama lain dengan mengatasi sekat-sekat yang diciptakan manusia.
Barangsiapa melakukan kehendak Allah
Yang tinggal dalam keluarga baru ini adalah mereka yang mendengar suara panggilan Sang Gembala (Yoh 10:3-4). Gema panggilan itu membuat masing-masing melakukan kehendak Allah, seperti yang dilakukan Yesus.
Maka, untuk membentuk persaudaraan baru, sanak-saudara Yesus, Ia bersabda (Mrk 3:35), “Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”, Qui enim fecerit voluntatem Dei, hic frater meus et soror mea et mater est.
Di balik sabda-Nya yang keras itu, Ia memuji iman ibu-Nya. Ibu-Nya telah melaksanakan sabda-Nya (Luk, 1:38) dan berpuncak pada peristiwa ketika ia menemani Anaknya di bawah salib dan memakamkan-Nya (Yoh. 19:25.40).
Pada saat Injil ini ditulis, keluarga baru ini sangat berperan dalam menopang hidup dan kematian mereka yang dianiaya atas nama Yesus dan ditinggalkan oleh sanak keluarga manusiawi mereka.
Katekese
Maria melaksanakan kehendak Bapa. Santo Augustinus dari Hippo, 430-543:
“Maria melaksanakan kehendak Bapa. Karena kesediaannya melaksanakan kehendak Bapa, Tuhan dimuliakan, tidak hanya karena rahimnya melahirkan Yesus sebagai manusia…
Ketika Yesus bersabda, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya” (Luk 11:28), Ia sebenarnya menyingkapkan, “Ibu-Ku yang kamu sebut berbahagia diberkati karena ia melaksanakan Sabda Allah, bukan karena Sang Sabda menjadi manusia melalui dia dan tinggal di antara kita (Yoh. 1:14).” (Tractate On John 10.3.2)
Oratio-Missio
Tuhan, Engkaulah sumber persahabatan dan kasih sejati. Semoga kasihmu selalu menuntunku untuk memilih yang baik dan menolak apa yang berlawanan dengan kehendak-Mu. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan untuk mengatasi dan menjadikan Yesus pusat hidup dalam keluargaku atau komunitasku?
Qui enim fecerit voluntatem Dei, hic frater meus et soror mea et mater est – Marcum 3:35