Rabu (U)
Mal. 3:1-4; 4:5-6; Mzm. 25:4bc-5ab,8-9,10,14; Luk. 1:57-66
Lectio
57 Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki. 58 Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa Tuhan telah menunjukkan rahmat-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia.
59 Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, 60 tetapi ibunya berkata: “Jangan, ia harus dinamai Yohanes.”
61 Kata mereka kepadanya: “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.” 62 Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. 63 Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: “Namanya adalah Yohanes.” Dan merekapun heran semuanya.
64 Dan seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah. 65 Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. 66 Dan semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: “Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan Tuhan menyertai dia.
Meditatio-Exegese
Elisabet bersalin dan melahirkan seorang anak laki-laki
Ketika mendengar berita kelahiran, setiap kerabat, handai taulan, bahkan tetangga, pasti bersuka cita. Suka cita akan membuncah pada mereka yang sungguh berharap akan kelahiran seorang anak. Seperti pada banyak ibu dalam Perjanjian Lama, Elisabet mandul.
Kepada para perempuan yang berharap sampai usia tua itulah Allah menunjukkan belas kasih, seperti pada Sara, istri Abraham (Kej. 16: 1; 17: 17; 18: 12); Lea (Kej. 29, 31); Rahel (Kej. 30:22); dan Hanna (1Sam. 1: 2.6.11).
Elisabet menyembunyikan diri di rumah selama lima bulan. Dan ketika ia keluar rumah, menyongsong Ibu Maria, semua melihat apa yang dilakukan Tuhan terhadap pasangan suami-istri itu. Karena karya agung itulah, semua bersuka cita.
Namun, terdapat yang lebih dari sekedar suka cita atas kelahiran. Komuntas tempat mereka tinggal saling berbagi suka dan duka; dukungan di waktu sehat dan sakit; sokongan dalam kegembiraan dan kesedihan; inilah lingkungan tempat Yohanes dan Yesus tumbuh dan memperoleh pendidikan.
Lingkungan seperti membantu mereka berdua mengembangkan kepribadian dan jatidiri. Sayang, lingkungan ini sepertinya sudah terkikis dalam jaman sekarang.
Ia harus dinamai Yohanes
Tibalah saat untuk menyunatkan anak yang baru lahir sesuai hukum Musa (Im. 12:3). Pada saat itu, kaum kerabat Zakharia hendak menamai anak itu Zakharia, seperti ayahnya. Tetapi, ternyata, Elisabet melawan semua belenggu adat-istiadat di Ain Karem, desa tempat tinggalnya. “Jangan, ia harus dinamai Yohanes,” katanya (Luk. 1:60).
Inilah alasan seluruh penduduk menentangnya, “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian” (Luk. 1:61). Maka mereka akhirnya minta pendapat Zakharia, yang sedang bisu itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: “Namanya adalah Yohanes.” (Luk. 1:63).
Heranlah mereka, karena mereka berpikir dan bertindak di luar kebiasaan. Seketika itu juga, terlepaslah ikatan di lidah Zakharia. Kemampuan bicaranya dipulihkan. Mereka tidak hanya bersuka karena kelahiran Yohanes oleh Elisabet, yang mandul itu; tetapi juga karena pulihnya iman Zakharia pada Allah (Luk. 1:19-20).
Santo Lukas mengajak jemaat yang membaca Injilnya untuk melihat peristiwa hidup biasa dan menemukan bahwa Allah berkarya dalam peristiwa hidup sederhana. Ia hadir dalam kisah kelahiran, pemberian nama, sunat, pertobatan dan hal-hal remeh temeh lainnya.
Menjadi apakah anak ini nanti?
Peristiwa kelahiran Yohanes menjadi buah bibir di pegunungan Yudea. Semua yang mendengar menjadi heran dan takjub. Mereka bertanya dalam hati (Luk. 1: 66), “Menjadi apakah anak ini nanti?”, Quid putas puer iste erit?
Dan setiap orang dewasa membantu anak agar mampu menjadi pelaksana sabda-Nya, seperti Musa (Kel. 2:1-10); Samson (Hak. 13:1-4 dan 13:24-25); Samuel (1Sam. 1: 13-28 dan 2:11).
Tentang Yohanes, Nabi Maleakhi bernubuat akan datangnya Nabi Elia (Mal. 3:1, dan 4:5). Ia akan mewartakan kedatangan Sang Mesias, Juruselamat dan Penguasa alam raya. Yohanes memenuhi nubuat itu dengan mengambil peran Nabi Elia (Mat. 11:13-14).
Katekese
Persamaan antara Yohanes dan Yesus, Santo Ephrem, Orang Siria, 306-373:
“Di usia tua, Elisabet melahirkan nabi yang terakhir; dan Maria, perawan muda, melahirkan Tuhan para malaikat. Anak Harun melahirkan dia yang berseru-seru di padang gurun (Yes. 63:9); tetapi, puteri Daud melahirkan Allah, Sang Khalik yang gagah perkasa.
Yang mandul melahirkan dia yang berseru-seru tentang pengampunan dosa; tetapi Sang Perawan melahirkan Dia yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29). Elisabet melahirkan dia yang mendamaikan orang dengan pertobatan; Maria melahirkan Dia yang menyucikan tanah yang najis karena dosa.
Yang tua menyalakan lentera di rumah Yakub, bapanya, karena pelita itulah Yohanes (Yoh. 5:35); sedangkan, yang muda melahirkan Dia yang menyalakan Surya Kebenaran (Mal. 4:2) bagi segala bangsa.
Malaikat Allah memberi warta pada Zakharia, agar yang dipenggal kepalanya mewartakan Dia yang disalib; dan dan yang dibenci mewartakan Dia yang dikhianati. Ia yang membaptis dengan air akan mewartakan Dia yang membaptis dengan api dan Roh Kudus (Mat. 3:11).
Sang api, yang tak padam, akan mewartakan Surya Kebenaran. Ia yang dipenuhi Roh Kudus akan mewartakan Dia yang akan mengutus Roh Kudus. Imam yang memanggil dengan terompet akan mewartakan Dia yang akan datang setelah terompet itu berhenti berbunyi.
Sang suara yang berseru-seru akan mewartakan Sang Sabda, dan dia yang melihat burung merpati akan mewartakan Dia yang di atasNya merpati itu hinggap, seperti kilat sebelum badai timbul.” (dikutip dari Commentary On Tatian’s Diatessaron 1.31)
Oratio-Missio
- Tuhan, ajarilah aku untuk menjadi pemandu dan pendidik bagi anak-anak yang Engkau percayakan padaku. Temanilah aku supaya aku mampu menghantar mereka berjumpa dengan-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk membantu anak tumbuh menjadi pelaksana sabda Allah? dan apa peran : keluarga, sekolah, lingkungan dan parokiku?
“Quid putas puer iste erit?” Etenim manus Domini erat cum illo – Lucam 1:66