Lectio Divina 23.7.2024 – Saudara dan Saudari Yesus

0
47 views
Yesus menjumpai ibu-Nya, by A.Vonn Hartung

Selasa. Minggu Biasa XVI, Hari Biasa (H)

  • Mi 7:14-15.18-20
  • Mzm 85:2-4.5-6.7-8
  • Mat 12:46-50

Lectio

46 Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. 47 Maka seorang berkata kepada-Nya: “Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.”

48 Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepada-Nya: “Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?”

49 Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku. 50 Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”  

Meditatio-Exegese

Siapakah Allah seperti Engkau?

Nabi Mikha tidak hanya bernubuat tentang penghukuman yang akan dijatuhkan Allah pada Kerajaan Yehuda dan Samaria atas ketidak adilan dan pemberontakan mereka pada Allah. Ia juga menyingkapkan janji Allah untuk memulihkan umat-Nya di masa depan.

Melalui doa Allah dimohon untuk menjadi satu-satunya gembala umat yang mendiami kembali daerah yang telah pulih kesuburannya (Mi. 7:14; bdk. Mi. 5:3). Basan dan Gilead, di tepi timur dan dataran tinggi Sungai Yordan, sejak dulu kala dikenal sebagai daerah yang amat subur.

Nabi memuliakan Allah atas karya-Nya yang agung, seperti saat Ia membebaskan umat dari perbudakan Mesir (Mi. 7:15). Ia tak kunjung putus melimpahkan berbelas kasih, panjang sabar dan mengampuni (Mi. 7:18-19). Ia selalu berpegang pada janji-Nya kepada Abraham dan para leluhur sejak purbakala (Mi. 7:20).

Berhadapan dengan hati-Nya yang mulia, berbelas kasih, sabar dan penuh pengampunan, manusia hanya bersyukur. Dengan nada bertanya, nabi mengungkapkan (Mi. 7:18), “Siapakah Allah seperti Engkau?”, Quis Deus similis tui?

Dalam Perjanjian Baru pujian Nabi Mikha digemakan kembali oleh Imam Zakharia yang memuliakan karya penebusan dan pengharapan akan kedatangan Yesus Kristus yang kedua, “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya,

Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu, — seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus.” (Luk. 1:68-70).

Ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia

Amat jauh ibu dan kerabat-Nya menempuh perjalanan dari Nazaret untuk menemui Yesus di Kapernaum. Jarak kampung halaman Yesus dengan Kapernaum melalui jalur darat adalah 40 kilo meter.

Setelah sampai di tempat Yesus tinggal di Kapernaum, mereka tidak masuk ke rumah. Mereka hanya meminta seseorang menyampaikan pesan, “Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.” (Mat. 12:47).

Tanggapan Yesus sangat menyentak jiwa, karena Ia seolah-olah tidak mengakui atau menyangkal mereka (Mat. 12:48), ”Siapa ibu-Ku? Dan siapa saudara-saudara-Ku?”, Quae est mater mea, et qui sunt fratres mei?

Klan/keluarga besar/suku menjadi landasan hidup bersama pada zaman Israel kuno. Di dalam komunitas klan, bangsa Yahudi menjalin relasi antar anggota, saling melindungi, mendapatkan jaminan atas pemilikan tanah, penerusan tradisi dan identitas.

Relasi antar anggota komunitas yang erat menjadi wujud nyata kasih pada Allah dan pada sesama. Mempertahankan klen sama nilainya dengan mempertahankan Perjanjian.

Pola hidup komunitas berbasis klan makin pudar menjelang abad pertama Masehi. Saat Herodes Agung (37–4 SM) dan anaknya, Herodes Antipas (4 SM–39 M), berkuasa, kehidupan ekonomi keluarga makin sulit karena pungutan pajak minimal rangkap tiga – pajak kerajaan, Bait Allah dan kekaisaran Roma. Apalagi bila ditambah beban hutang.

Pengaruh budaya Greko-Romawi makin menggerus nilai religius dan komunal. Ditambah, keluarga-keluarga wajib menampung tentara Yahudi yang bergerilya melawan Romawi. Pasti mereka rentan ditangkap prajurit Romawi.

Maka, perlahan masing-masing keluarga dan anggota klan tercerabut dari akar budaya dan iman mereka. Masing-masing hanya memikirkan keselamatan sendiri.

Praktik keagamaan  yang mementingkan kesalehan pribadi makin menghancurkan pemenuhan perintah keempat, menghormati ayah dan ibu, yang menjadi pilar keluarga (bdk. Mrk. 7:8-13).

Solidaritas sosial yang hancur menyebabkan penyingkiran/marginalisasi: perempuan, anak-anak, orang Samaria, orang asing, penderita kusta, orang yang kerasukan, pemungut cukai, orang sakit, orang lumpuh dan orang yang sakit ayan.

Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga

Yesus membuka lebar kedua tangan dan hati-Nya untuk menyambut siapa pun juga yang menjadikan Kerajaan Allah rumah barunya. Dalam komunitas baru semua diterima menjadi anggota keluarga.

Dan pusat hidup komunitas baru ini adalah Yesus. Yang disingkirkan dan ditolak diterima oleh Allah (bdk. Luk. 14:12-14).

Dalam komunitas ini, pilihan perhatian utama dan pertama dijatuhkan pada kaum miskin, the preferential option for the poor, agar “Tidak ada orang miskin di antara kamu.” (Ul. 14:4). Melakukan kehendak Bapa di surga adalah sama dengan mengikuti Yesus.

Ia menjatuhkan pilihan utama dan pertama pada kaum miskin, ”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat. 25:40).

Maka, bila hendak menjadi saudara-saudari Yesus, tiap murid-Nya harus melaksanakan kehendak Bapa-Nya di surga (Mat. 12:50), ”Siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”, Quicumque enim fecerit voluntatem Patris mei, qui in caelis est, ipse meus frater et soror et mater est.

Katekese

Ibuku karena iman. Santo Gregorius Agung, 540-604:

“Jika seseorang menjadi saudara-saudari Tuhan dengan mengimani-Nya, kita harus bertanya bagaimana orang dapat juga menjadi ibu-Nya. Kita harus sadar bahwa seseorang yang menjadi saudara dan saudari Tuhan Yesus Kristus dengan mengimani-Nya bisa menjadi ibu-Nya dengan cara mewartakan-Nya.

Pewartaan itu dilakukan dengan cara membawa Tuhan dan menaruh-Nya di hati orang yang mendengarkan-Nya. Dan orang itu menjadi ibu-Nya jika melalui suaranya kasih Tuhan ditumbuh-kembangkan di hati dan budi sesamanya.” (Forty Gospel Homilies 3.2).

Oratio-Missio

Tuhan,  bantulah aku untuk mengasihi sesamaku melalui amal kasih, kemurahan hati, bela rasa dan kelembutan hati, seperti Engkau mengasihi aku. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan supaya aku disapa Yesus “dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku?

Quicumque enim fecerit voluntatem Patris mei, qui in caelis est, ipse meus frater et soror et mater est – Matthaeum 12:50

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here