Minggu. Hari Minggu Paskah II (Kerahiman Ilahi) (P)
- Kis. 5:12-16.
- Mzm. 118:2-4.22-24.25-27a.
- Why. 1:9-11a.12-13.17-19.
- Yoh. 20:19-31
Lectio (Yoh. 20:19-31)
Meditatio-Exegese
Oleh rasul-rasul diadakan banyak tanda dan mujizat di antara orang banyak
Gaya hidup ketiga dari Jemaat Gereja Perdana dilukiskan Santo Lukas dengan mengacu pada kuasa para rasul untuk membuat tanda heran, mukjizat.
Tanda-tanda itu membuktikan bahwa Kerajaan Allah telah hadir di antara mereka. Mereka dipenuhi rahmat, bertambah dalam jumlah dan disembuhkan dari sakit dan ganguan roh jahat.
Tanda-tanda heran, mukjizat, tidak dimaksudkan untuk membuat orang terkagum-kagum atau memicu rasa ingin tahu. Tanda heran selalu mengundang orang untuk semakin beriman pada Allah dan bertobat.
Tanda heran selalu disertai pernyataan diri Allah pada manusia. Manusia selalu menjadi bagian dari pernyataan-Nya, seperti Musa terlibat dalam peristiwa pernyataan diri Allah dalam semak duri yang tak terbakar api (Kel. 3:16).
Tanda heran juga bukan penyimpangan atas hukum kodrat. Tanda itu merupakan tanda perubahan yang mengarah pada kemuliaan yang akan terpenuhi pada akhir waktu, kiamat.
Maka, sama seperti seorang pendosa, ketika ia bertobat, menaati Allah tanpa henti untuk dibebaskan, demikian juga dengan benda. Ia dapat diubah jika Sang Pencipta meminta demikian, dengan cara menghancurkan atau merusak hukumnya sendiri.
Tanda heran merupakan bentuk pengakuan Allah atas pesan Injil. Tanda-tanda itu tidak pernah menjadi karya manusia. Allah mendukung pewartaan para utusan-Nya dengan tanda-Nya.
Origines, Bapa Gereja dari Alexandria, Mesir, menulis, “Jika tidak disertai mukjizat dan tanda heran, para murid Yesus pasti tidak dapat menggerakkan hati para pendengarnya untuk berpindah dari kepercayaan lama mereka, dan, kemudian memeluk ajaran dan kebenaran baru. Ajaran dan kebenaran baru yang diwartakan sering menyulitkan mereka.” (Against Celsus, I, 46).
Melalui mukjizat dan tanda heran Allah berbicara pada budi dan hati mereka yang menjadi saksi-Nya. Ia mengundang mereka untuk percaya, tetapi tidak memaksa. Mereka bebas menerima atau menolak, tergantung pada iman yang dihayati.
Para Rasul mengikuti jejak kaki Tuhan, yang “Memang dengan mukjizat-mukjizat Ia mendukung dan meneguhkan pewartaan-Nya, untuk membangkitkan dan mengukuhkan iman para pendengar-Nya,bukan untuk memaksa mereka ” (Konsili Vatikan II, Dignitatis Humanae, 11). Jika orang memiliki sikap batin yang benar dan akal budi yang sehat, mereka tidak akan kesulitan menerima pewartaan para murid Yesus.
Sebaliknya, prasangka buruk dan penolakan kebenaran Injil membutakan mata batin. Terlebih, ia pasti mengingkari apa yang benar dan bernilai bagi mereka yang berkehendak baik.
Santo Yohanes Chrysostomus menulis, “Para murid melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti yang dilakukan Kristus, bahkan lebih besar (bdk. Yoh. 14:12). Sementara para rasul masih ada di sana, orang-orang itu melakukan hal-hal ini dan mereka tidak beranjak ke mana-mana: dari banyak tempat mereka membawa semua orang sakit dengan tandu atau tilam.
Dan dari segala penjuru mereka dipuji atas pekerjaan besar itu. Pujian datang dari yang percaya, dari yang disembuhkan, dari mereka yang dihukum, dari mereka yang mengecam para penindas, dari bereka yang bertindak berdasarkan kebenaran.
Pasti dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan mereka tidak hanya berasal dari mukjizat. Karena, walau para Rasul dengan rendah hati mengakui apa yang mereka lakukan, tetapi mereka mengakui bahwa mereka semua melakukan seluruh karya itu demi nama Kristus.
Dan pada saat yang sama, hidup dan dan perilaku luhur manusia membantu terwujudnya tanda heran.” (Homily on Acts, 12).
Sekali-kali aku tidak akan percaya
Thomas yang kita kenal adalah pribadi pemberani dan mengasihi Yesus. Ia bahkan mengajak teman-temannya mati bersama Yesus. “Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia.” (Yoh. 11:16).
Tetapi, cintanya musnah ketika menyaksikan Yesus disiksa dan dibunuh di kayu salib. Setelah kematian-Nya, Thomas lari. Ia memilih kesepian dari pada saling menyatukan hati untuk keluar dari kesedihan.
Ia juga menolak kesaksian para perempuan dan rasul lain yang menyaksikan Yesus yang bangkit. Katanya (Yoh. 20:25), “aku tidak akan percaya.”, Non credam.
Sehari setelah Sabat, dies Domini, Hari Tuhan (Why. 1:10), Yesus mengatasi semua hukum alam dan hadir di rumah yang tertutup dan terkunci rapat. Setelah menyapa secara khas, “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh. 20:26), Ia menunjukkan kedua tangan dan lambung-Nya yang bisa diraba bahwa Ia sungguh disalib.
Rincian luka-luka tusukan tombak prajurit Romawi hanya dilaporkan Santo Yohanes. Sedangkan Santo Lukas hanya menyebut luka di tangan dan kaki Yesus (Luk. 24:39).
Dengan menunjukkan luka-luka-Nya, Yesus hendak menyingkapkan bahwa damai sejati selalu berasal dari salib (2Tim. 2:1-13). Dan luka-luka-Nya menjadi tanda pengenal Anak Domba yang telah bangkit (Why. 5:6).
Mengetahui keinginan Thomas, Yesus membantunya dengan mengulang kata-kata Thomas, “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” (Yoh. 20:27).
Yesus mengenal Thomas dan membantunya merasakan damai sejati yang didapat dari iman. Maka, Yesus menumbuhkan iman padanya.
“Ya Tuhanku dan Allahku!”, Dominus meus et Deus meus! (Yoh 20:28) menjadi pengakuan iman otentik akan Yesus yang bangkit. Pengakuan iman ini menggemakan keilahian-Nya yang diwartakan dalam pembukaan Injil Yohanes (Yoh. 1:1).
Dalam Perjanjian Lama ungkapan ‘Tuhan’ dan ‘Allah’ digunakan bergantian untuk ‘Yahwe’ dan ‘Elohim’. Sang Pemazmur bermadah, “… ya Allahku dan Tuhanku … ya Allahku dan Tuhanku.” (Mzm. 35:23-24; Why. 4:11).
Ungkapanini bukan merupakan koreksi atas tuduhan orang Yahudi bahwa Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah (Yoh. 5:18). Ungkapan iman alkitabiah ini merupakan rumusan otentik Gereja Perdana akan keilahian Yesus.
Santo Gregorius Agung, 540-604, mengajarkan tentang sikap Tomas, “Bukanlah suatu kebetulan bahwa seorang murid tidak hadir di rumah itu. Belas kasih ilahi mengarahkan murid yang tidak percaya, dengan menyentuh luka-luka Sang Guru, menyembuhkan luka-luka karena ketidakpercayaannya.
Ketidakpercayaan Thomas sangat bermanfaat bagi iman kita dari pada iman para murid lain. Karena melalui sentuhan yang mengantarkannya untuk percaya, budi kita dituntun untuk percara, jauh melampaui semua tanya.” (Forty Gospel Homilies 26 ).
Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni
Allah mengungkapkan kasih dan belas kasih-Nya secara paling murni melalui Sakramen Pengampunan. Yesus mengungkapkan perasaan Allah yang paling halus melalui perumpamaan tentang anak yang hilang (lihat Luk. 15:11-32).
Tuhan selalu menanti-nantikan manusia, dengan tangan terbuka selebar-lebarnya, menanti-nantikan manusia untuk bertobat. Kemudian Ia mengampuni dan memulihkan martabat manusia untuk kembali menjadi anak-anak-Nya.
Para paus selalu mengajak umat beriman untuk secara suka rela menerima Sakramen Rekonsiliasi. Paus Pius XII mengajarkan, “Agar kita terus menerus maju dalam penghayatan nilai Injili, kami sangat menganjurkan praktik suci, yakni: sesering mungkin menerima Sakramen Tobat, yang diselenggarakan Gereja dengan bimbingan Roh Kudus.
Melalui cara ini kita tumbuh dalam pengenalan akan diri sendiri dan menjadi pribadi Kristiani yang rendah hati. Kebiasaan buruk dicabut. Sikap abai dan lalai akan hidup rohani dihindarkan.
Suara batin dimurnikan dan kehendak bebas dikuatkan; bimbingan rohani yang benar didapatkan; dan rahmat dicurahkan melalui penerimaan Sakramen itu sendiri.” (Mystici Corporis).
Pertobatan juga mencakup pertobatan ekologis. Setiap anggota umat Allah ambil bagian dalam penyelamatan dan pemulihan ekologi.
Bapa Suci Fransiskus mendesak, “Sangatlah mulia bila kewajiban untuk memelihara ciptaan dilakukan melalui tindakan kecil sehari-hari, dan sangat indah bila pendidikan lingkungan mampu mendorong orang untuk menjadikannya suatu gaya hidup.
Pendidikan dalam tanggung jawab ekologis dapat mendorong berbagai perilaku yang memiliki dampak langsung dan signifikan untuk pelestarian lingkungan.
Kita sebut beberapa contoh: menghindari penggunaan plastik dan kertas, mengurangi penggunaan air, pemilahan sampah, memasak secukupnya saja untuk kita makan, memperlakukan makhluk hidup lain dengan baik, menggunakan transportasi umum atau satu kendaraan bersama dengan beberapa orang lain, menanam pohon, mematikan lampu yang tidak perlu.
Semuanya itu adalah bagian dari suatu kreativitas yang layak dan murah hati, yang mengungkapkan hal terbaik dari manusia.
Menggunakan kembali sesuatu daripada segera membuangnya, karena terdorong oleh motivasi mendalam, dapat menjadi tindakan kasih yang mengungkapkan martabat kita” (Ensiklik Laudato Si, 211)
Silih atas pengampunan yang dianugerahkan tidak hanya mencakup keterlibatan anggota Gereja dalam menyelamatkan ekologi yang dirusaknya sendiri. Masing-masing dipanggil untuk mengembangkan kebaikan hati dan memulihkan relasi dengan setiap insan, tanpa pilih bulu.
Katekese
Mengembangkan kebaikan hati dan memulihkan relasi sosial. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang
“Saat ini jarang ditemukan waktu dan energi untuk berhenti sejenak dan memperlakukan orang lain dengan baik, untuk mengatakan “permisi”, “maaf,”, “terimakasih.”
Namun terkadang muncul keajaiban seseorang yang baik hati, yang mengesampingkan segala kecemasan dan kesibukannya untuk memberikan perhatian dan senyuman, mengucapkan kata-kata yang memberi dorongan, menyediakan ruang untuk mendengarkan di tengah begitu banyak ketidak pedulian.
Upaya yang dijalani setiap hari ini mampu menciptakan hidup berdampingan yang sehat, yang mengatasi kesalahpahaman dan mencegah konflik.
Praktik kebaikan hati bukanlah hal kecil yang sekunder atau pun sikap yang dangkal atau borjuis.
Karena kebaikan hati itu mengandaikan penghargaan dan rasa hormat, bila itu menjadi budaya dalam masyarakat, secara mendalam dapat mengubah gaya hidup, hubungan sosial, cara membahas dan membandingkan gagasan-gagasan.
Ini mempermudah pencarian konsensus dan membuka jalan-jalan di tempat kemarahan akan menghancurkan segala jembatan.” (Ensiklik tentang Persaudaraan dan Persahabatan Sosial, Fratelli Tutti , 224)
Oratio-Missio
Tuhan, melalu kemenanganMu atas dosa dan maut, Engkau menghancurkan seluruh kuasa dosa dan kegelapan. Bantulah aku untuk selalu dekat padaMu dan percaya pada sabdaMu. Amin.
- Apa yang kulakukan untuk mewujud-nyatakan imanku? “Respondit Thomas et dixit ei, “Dominus meus et Deus meus.” – Ioannem 20:28