Minggu. Hari Minggu Biasa XVII (H)
- Kej. 18:20-33
- Mzm. 138:1-2a,2bc-3,6-7ab,7c-8
- Kol. 2:12-14
- Luk. 11:1-13
Lectio (Luk. 11:1-13)
Meditatio-Exeggese
Aku tidak akan memusnahkannya karena yang sepuluh itu
Disajikan situasi kontras antara berkat dan hidup baru yang dijanjikan Allah pada Abraham dengan pengadilan dan kutuk yang dijatuhkan pada Sodom dan Gomora. Berkat dan hidup baru dihasilkan dari kesetiaan iman pada Allah; sedang pengadilan dan kutuk datang dari pemberontakan dan kejahatan.
Tentang yang memberontak, Kitab Suci menyingkapkan, “Adapun orang Sodom sangat jahat dan berdosa terhadap TUHAN.” (Kej. 13:13). Maka, mereka menjadi simbol kejahatan dan penghukuman dalam Perjanjian Lama (Ul. 29:22-23; Yes. 1:9; 13:19; Yer. 23:14; 49:18; 50:40; Yeh. 16:48-50; Keb. 10:6-8) dan dalam Perjanjian Baru (Mat. 10:15; 11:23-24; Mrk. 8:11; Luk. 10:12; 17:29; Rm. 9:29; 2Ptr. 2:6-9; Yud. 7; Why. 11:8).
Berabad-abad setelah penghancuran, Nabi Yeremia dan Yehezkiel, abad ke-6 sebelum Mesehi, melukiskan kejahatan Sodom dan kota-kota taklukkannya di lembah Siddim, di dekat Laut Mati, “Tetapi di kalangan para nabi Yerusalem Aku melihat ada yang mengerikan: mereka berzinah dan berkelakuan tidak jujur;
mereka menguatkan hati orang-orang yang berbuat jahat, sehingga tidak ada seorang pun yang bertobat dari kejahatannya; semuanya mereka telah menjadi seperti Sodom bagi-Ku dan penduduknya seperti Gomora.” (Yer. 23:14).
Nabi Yehezkiel mendaftar dosa Sodom, kakak termuda Yerusalem: kecongkaan, gelojoh, kesenangan hidup tanpa batas, abai pada kaum sengsara dan miskin, tinggi hati dan penyembahan berhala (Yeh. 16:48-50). Nabi menyingkapkan konsekuensi atas sikap memunggungi Allah (Yeh 16:50), “Aku menjauhkan mereka sesudah Aku melihat itu.”, et abstuli eas, sicut vidisti.
Allah meminta Abraham untuk percaya pada-Nya, saat Ia menyingkapkan rencana penghukuman atas Sodom dan Gomora. Allah mengizinkannya untuk menyampaikan permohonan belas kasih bagi orang-orang Sodom.
Tentang Rencana Allah seperti ini, Nabi Amos menyingkapkan, “Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi.” (Am. 3:7).
Pada saat datang ke kemah Abraham, ia menyambut tiga orang laki-laki di kemahnya (Kej. 18:1-2) : Yahwe, Allah, dan dua orang laki-laki. Allah tetap tinggal bersama Abraham dan mengirim dua orang laki-laki itu sebagai utusan, malak (bahasa Ibrani) dan angelo (Yunani), untuk mengetahui perilaku orang-orang Sodom (Kej. 18:20-21).
Pengutusan dua orang untuk tugas penyelidikan ini kelak menjadi acuan atau jurisprudensi dalam Hukum Perjanjian Sinai. Ketetapan itu mensyaratkan paling tidak dibutuhkan dua orang saksi untuk bersaksi dalam perkara yang berkaitan dengan penetapan hukuman, termasuk hukuman mati yang dialami Yesus sendiri (bdk. Ul. 19:15; Mt. 18:16; 26:60).
Doa permohonan Abraham menyingkapkan pergulatan iman: haruskah orang baik menderita bersama dengan pendosa? haruskan orang tak bersalah punah bersama dengan yang penuh noda? dan bagaimana tanggungjawab atas dosa – pribadi atau kolektif?
Allah mendengarkan jeritan darah yang tak bersalah, seperti Ia mendengarkan darah yang ditumpahkan pada kematian anak Adam, Habel (Kej. 4:10). Ia mendengarkan jiwa yang tertekan seperti dialami perempuan Mesir, isteri Abraham, Hagar (Kej. 16:11). Allah selalu bersedia menunda penghukuman atas orang berdosa demi satu orang benar.
Walau seluruh penduduk negeri melakukan pemerasan dan perampasan, menindas dan menyengsarakan orang miskin, merampas hak orang asing, Allah tetap mencari seorang benar yang mampu mendirikan benteng bertembok untuk membendung amarah-Nya (Yeh. 22:29-31).
Kerahiman dan belaskasih.Nya diungkapkan juga melalui Nabi Yesaya, “Lintasilah jalan-jalan Yerusalem, lihatlah baik-baik dan camkanlah! Periksalah di tanah-tanah lapangnya, apakah kamu dapat menemui seseorang, apakah ada yang melakukan keadilan dan yang mencari kebenaran, maka Aku mau mengampuni kota itu.” (Yes. 5:1).
Abraham berinisiatif bertanya kepada Allah, “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?”, Numquid vere perdes iustum cum impio?
Abraham tahu dan sadar bahwa Allah akan menjatuhkan penghukuman kepada orang Sodom dan Gomora; sedangkan di Sodom tinggallah keponakannya, Lot, beserta seluruh anggota sukunya. Abraham meyakini bahwa orang benar adalah siapa pun yang menyembah Allah dan bertindak etis, menuruti suara hati.
Abraham mengingat Lot dan seluruh anggota sukunya bukan karena hubungan kekerabatan mereka, tetapi karena iman dan watak Lot. Abraham mengungkapkan permohonannya pada Allah dengan sangat jelas: selamatkan mereka yang mengimani-Mu dan berperilaku moral baik.
Abraham melandasi permohonannya dengan penalaran yang kokoh. Jika Engkau Allah orang benar, bertindaklah dengan adil (Kej. 18:25). Dengan kata lain, percayalah pada mereka yang percaya padamu; berbelas kasihlah pada mereka yang memperlakukan sesama dengan belas kasih. Terlebih, Abraham justru masih meminta Allah menjadi contoh yang hidup atas keadilan yang ditegakkan-Nya.
Penyelamatan orang benar, walau sedikit dalam jumlah, menjadi tanda pengharapan di dunia yang sudah kehilangan harapan. Contoh tindakan penyelamatan-Nya merupakan undangan untuk bertobat siapa pun yang mengabaikan peri hidup bermoral.
Berapa banyak anggota komunitas terkecil untuk menjadi teladan dalam perilaku adil dalam berbelas kasih? Abraham mendesak Allah hingga Ia menyepakati pada angka sepuluh (Kej. 18:26-32). Angka ini tidak mengacu pada jumlah keluarga Lot, tetapi pada jumlah orang yang percaya kepada-Nya untuk membentuk komunitas iman.
Sepuluh adalah jumlah terkecil untuk mendirikan dan melakukan pelayanan di sinagoga. Namun, Yesus bertindak lain. Ia menetapkan jumlah dua atau tiga orang untuk membentuk komunitas iman yang hidup berpusat pada-Nya.
Sabda-Nya (Mat. 18:20), “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.”, Ubi enim sunt duo vel tres congregati in nomine meo, ibi sum in medio eorum.
Abraham melakuan tiga hal berikut dalam doa permohonannya pada Allah: permohonan harus dipahami dengan jelas; lalu, penalaran yang kuat atas permohonan harus disetujui masing-masing pihak; dan, terakhir, permohonan diajukan tak kunjung putus atas tidak jemu-jemu, walau untuk memohon hal nampaknya kecil (bdk. Permohonan janda miskin kepada hakim yang lalim, Luk. 18:1-8).
Bapa
Santo Lukas melukiskan Yesus sebagai sosok pendoa (Luk. 11:1). Di banyak bagian Injilnya, dikisahkan Yesus selalu berdoa, tertutama saat Ia akan menghadapi peristiwa yang sangat penting. Sebelum memilih para rasul, Yesus berdoa semalam (Luk. 6:12); ketika menyerahkan nyawaNya, Ia berdoa, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu, Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk. 23:46).
Ia berdoa untuk mengungkapkan iman-Nya pada Bapa. Dalam doa terangkum ajaran iman, cara berelasi dengan Allah dan cara hidup komunitas. Maka, doa juga menjadi penanda identitas komunitas, seperti komunitas murid Yohanes (Luk. 11:1).
Di balik kata Yunani yang digunakan Lukas, πατερ, pater, Bapa, terungkap pengakuan iman bahwa Allah, selain kemahakuasaan, ternyata memiliki hati yang penuh belas kasih, seperti hati seorang ibu (bdk. Luk. 15:8-10; Mat. 23:37; Ul. 32:11).
Yesus memilih citra seorang bapak untuk menggambarkan Bapa yang di Surga begitu mengasihi, mencari, merindukan, menyambut dan berbelas kasih pada si anak yang hilang (Luk. 15:11-32). Citra ‘bapa’, seperti dihayati Yusup, mencakup karakteristik: perhatian, melindungi, membela, kasih, tanggung jawab, disiplin, hormat, wibawa dan berkat (bdk. Mat. 1:18-25; 2:13-23).
Sosok seperti ini menjadi tumpuan dan harapan anak-anak untuk tumbuh berkembang. Sapaan akrab dengan sosok bapa yang digunakan Yesus adalah, Abba.
Dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Allah mewahyukan diri sebagai Yahwe, εγω ειμι, EGO EIMI, AKU ADALAH AKU (Kel. 3:11-15). Ia dikuduskan ketika manusia datang kepada-Nya dengan sikap iman dan hormat sepenuh hati, jiwa dan raga. Ia dikuduskan karena Ia membebaskan umat-Nya dari perbudakan dosa dan menegakkan kerajaan-Nya.
Hanya Allahlah penguasa hidup manusia dan alam raya (Yes. 45:21;46:9). Kedatangan Kerajaan-Nya merupakan pemenuhan harapan dan janji-Nya.
Yohanes datang dan mewartakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Mat. 3:2). Dan Yesus menggemakan seruan yang sama (Mat. 4:17).
Ia mengutus para murid-Nya untuk membuat mukjijat dan memberitakan ke kota-kota dan setiap tempat, “Kerajaan Allah sudah dekat” (Luk. 10:9,11).
Kerajaan Allah datang ketika Yesus mewartakan Kabar Gembira kepada kaum miskin, pembebasan bagi para tawanan, penglihatan bagi orang buta, pembebasan bagi para tawanan, dan mengumumkan tahun rahmat Tuhan (Luk. 4:18-19).
Kerajaan itu ada di sini di antara Yesus dan para murid-Nya, di antara manusia. Dan kelak akan terpenuhi ketika Yesus datang kembali untuk meraja (Why. 11:15).
Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya. Pada saat dibebaskan dari perbudakan Mesir, umat menerima manna di padang gurun setiap hari (Kel. 16:35). ‘Makanan’ tidak hanya bermakna apa yang mengenyangkan perut. Itu penting dan setiap murid Yesus harus bahu membahu dengan semua orang untuk menjamin kesejahteraan bersama, bonum commune.
Tetapi juga bermakna ‘makanan’ untuk bertahan hidup dan memperoleh hidup kekal (Yoh. 6:48-51). Inilah Ekaristi, karena “Ekaristi memberikan berkat dan rahmat surgawi kepada kita, memperkuat kita dalam peziarahan kita dalam kehidupan ini dan membuat kita rindu akan kehidupan kekal.
Ekaristi mempersatukan kita dengan Kristus yang duduk di sisi kanan Bapa, dengan Gereja di surga, dengan Perawan Maria yang Terberkati, dan dengan semua santo-santa.” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 294).
Ampunilah kami akan dosa kami; Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Santo Lukas menggunakan kata ‘dosa’, bukan hutang, yang dihapus setiap 50 tahun sesuai tradisi alkitabiah (Im. 25:8-55). Memohon pengampunan bermakna memohon kerahiman. Mengampuni juga mencerminkan citra Allah yang berbelas kasih dan rekonsiliatif.
Dalam kisah keluaran umat memasukkan diri dalam pencobaan (Ul. 9:6-12). Mereka berkeluh kesah dan ingin kembali ke Mesir, diperbudak lagi di sana (Kel. 16:3; 17:3). Dalam Keluaran baru, pencobaan dapat diatasi karena Allah memberikan kekuatan yang cukup untuk mengatasinya (1Kor. 10:12-13).
Pinjamkanlah kepadaku tiga roti
Pengajaran tentang doa, yang diawali dengan pengajaran tentang Bapa Kami (Luk 11:1-4), dilanjutkan dengan perumpamaan tentang permintaan roti di tengah malam. Melalui perumpamaan ini Yesus hendak mengajarkan bagaimana murid-Nya seharusnya berdoa. Doa harus disertai dengan sikap iman dan ketekunan yang tak mudah patah.
Pada masa Yesus hidup di Palestina, hingga sekarang, keramah tamahan dalam menyambut tamu selalu mensyaratkan kerja sama dan gotong royong seluruh anggota komunitas. Tanpa kerja sama dan gotong royong, seorang tuan rumah pasti mendapat malu bila tak mampu menyambut dan menjamu tamu, yang tiba-tiba datang ata datang lewat tengah malam.
Saat itu, entah tamu itu lapar atau tidak, makanan tetap harus disediakan. Di desa kecil di Palestina pasti mudah diketahui siapa yang memanggang roti. Roti menjadi makanan pokok yang disajikan di piring dan dicelupkan di mangkok berisi selai.
Meminjam roti pada tetangga sudah umum dilakukan dan selalu diberi dengan senang hati. Menolak meminjami roti pasti menimbulkan rasa malu dan menyebabkan kehilangan muka, karena itu merupakan tanda keramah tamahan. Penolakan menunjukkan sikap tak bersahabat dan tak murah hati.
Maka, dengan berani, kepada tetangga, si tuan rumah rumah meminta, “Saudara, pinjamkanlah kepadaku tiga roti, sebab seorang sahabatku yang sedang berada dalam perjalanan singgah ke rumahku dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya.” (Luk 11:5-6).
Jika seorang tetangga yang merasa terganggu dan terpaksa mau meminjami roti di tengah malam, betapa Allah jauh lebih bermurah hati. Ia selalu siap memberikan apa saja yang dibutuhkan dalam setiap situasi.
Santo Agustinus mengingatkan bahwa, “Allah, yang tidak pernah tidur dan selalu berjaga-jaga saat kita tidur, selalu membuka hati atas permohonan kita dan memberikan dengan jauh lebih murah hati.”
Mintalah, carilah, ketuklah
Jika kamu meminta, kamu akan diberi. Jika kamu mencari, kamu akan menemukan. Jika kamu mengetuk, pintu akan dibukakan. Yesus tidak bersabda berapa kali permintaan dilambungkan, berapa kali mengetok pintu. Tetapi, pada akhirnya, bila permohonan sesuai dengan kehendak-Nya, Ia akan memberikan pada saat yang tepat.
Allah juga digambarkan seperti seorang bapak yang memberikan apa yang terbaik bagi anaknya. Ia tidak mungkin memberi apa yang membahayakan keselamatan anak. Ia tidak akan memberi ular berbisa atau kalajengking yang akan meracuni anaknya dengan bisa (Luk. 11:11-12).
Sabda-Nya (Luk. 11:13), “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga!”, Si ergo vos, cum sitis mali, nostis dona bona dare filiis vestris, quanto magis Pater de caelo.
Ia akan memberikan Roh Kudus
Salomo tidak meminta barang atau ketenaran atau kekuasaan ketika berdoa di hadapan Allah. Ia justru berdoa, “Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umatMu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat.” (1Raj. 3:9).
Ia memohon anugerah terbesar yang menuntun kepada hidup kekal. Mengingat apa yang dimohon bapa leluhur-Nya, Yesus mengajarkan bahwa Allah akan menganugerahkan Roh Kudus. Ketika diciptakan, Allah menghembuskan roh-Nya agar manusia hidup (Kej. 2:7).
Ia juga menganugerahkan Roh Kudus yang sama dengan Roh yang membuat Sang Sabda menjadi daging dalam diri Ibu Maria (Luk. 1:35). Roh itu pula terus membantu Yesus menyelesaikan tugas perutusan-Nya hingga dipaku di kayu salib. Akhirnya, Ia menyerahkan kembali Roh itu kepada Bapa, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” (Luk. 23:46).
Yesus menjanjikan Roh Kudus sebagai sumber kebenaran dan pengertian akan Allah (Yoh. 14:14-17; 16:13), dan akan membantu dalam pengejaran dan penganiayaan (Mat. 10:20; Kis 4:31). Roh Kudus tidak dapat dibeli dengan e-money atau tunai di pasar swalayan atau toko daring. Roh Kudus hanya dapat dimohon melalui doa, seperti yang dilakukan para rasul pada Hari Raya Pentakosta (Kis. 1:14; 2:1-4).
Sabda-Nya (Luk. 11:13), “Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”, Pater de caelo dabit Spiritum Sanctum petentibus se.
Katekese
Berani kita menyebut Allah ‘Bapa’ . Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:
“Sang Juruselamat bersabda, “Apabila kamu berdoa, katakanlah, “Bapa kami”. Dan Penginjil lain menambahkan, “yang di surga” (Mat. 6:9) …
Ia menganugerahkan kemuliaan-Nya sendiri pada kita. Ia mengangkat para budak dan memulihkan martabat dan kebebasan mereka. Ia memahkotai manusia dengan kehormatan yang mengatasi segala kuasa alam. Ia memenuhi apa yang dikidungkan pemazmur sejak jaman kuna, “Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu sekalian.” (Mzm. 82:6).
Ia membebaskan kita dari perbudakan; menganugerahkan rahmat-Nya sendiri – sesuatu yang tak mungkin dimiliki oleh alam; dan diperkenankan memanggil Allah dengan sebutan ‘Bapa’, karena kita diangkat menjadi anak-anak-Nya.
Salah satu dari keistimewaan yang dianugerahkan-Nya adalah martabat kebebasan, anugerah yang secara khusus hanya diberikan kepada siapa saja yang disebut sebagai anak. Maka Ia meminta kita untuk berani berkata dalam doa kita, Bapa Kami.” (Commentary On Luke, Homily 71)
Oratio-Missio
Bapa, yang berbelas kasih, penuh kerahiman, terangilah hati dan budiku, agar aku tidak meragukan belas kasih-Mu. Ajarilah juga untuk selalu bermurah hati bagi yang kekurangan di sekelilingku. Amin.
- menghadap dan berdoa padaNya?
Pater, sanctificetur nomen tuum; adveniat regnum tuum – Lucam 11:42