Minggu. Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Hari Orang Muda Sedunia (P)
- Dan. 7:13-14
- Mzm. 93:1ab.1c-2.5
- Why. 1:5-8
- Yoh. 8:33b-37
Lectio
33 Maka kembalilah Pilatus ke dalam gedung pengadilan, lalu memanggil Yesus dan bertanya kepada-Nya: “Engkau inikah raja orang Yahudi?” 34 Jawab Yesus: “Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?”
35 Kata Pilatus: “Apakah aku seorang Yahudi? Bangsa-Mu sendiri dan imam-imam kepala yang telah menyerahkan Engkau kepadaku; apakah yang telah Engkau perbuat?” 36 Jawab Yesus: “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini.”
37 Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” Jawab Yesus: “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku.”
Meditatio-Exegese
Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Merayakan Raja yang harus mati di kayu salib seolah menjadi aib. Ia menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi dan olok-olok bagi orang Yunani. Masih saja seperti itu dari jaman berganti jaman.
Tetapi, tiap akhir tahun liturgi Gereja, Ia diperingati sebagai Raja. Kedatangan-Nya kembali dirindukan dan dinantikan.
Namun, tak henti Bunda Gereja mengajar, “Kerajaan Kristus sudah ada dalam Gereja, namun belum diselesaikan oleh kedatangan Raja di bumi “dengan segala kekuasaan dan kemuliaan” (Luk. 21:27). Ia masih diserang oleh kekuatan-kekuatan jahat, walaupun mereka sebenarnya sudah dikalahkan oleh Paska Kristus.
Sampai segala sesuatu ditaklukkan kepadaNya, “sampai nanti terwujudkan langit baru dan bumi baru, yang diwamai keadilan, Gereja yang tengah mengembara, dalam Sakramen-sakramen serta lembaga-lembaganya yang termasuk zaman ini, mengemban citra zaman sekarang yang akan lalu.
Gereja berada di tengah alam tercipta, yang hingga kini berkeluh-kesah dan menanggung sakit bersalin, serta merindukan saat anak-anak Allah dinyatakan.” (LG 48). Oleh karena itu orang Kristen berdoa, terutama dalam perayaan Ekaristib, supaya kedatangan kembali Kristus’ dipercepat, dengan berseru, “Datanglah Tuhan.” (1Kor. 16:22; Why. 22:17.20).” (Katekismus Gereja Katolik, 671)
Bacaan Pertama: Tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti Anak Manusia
Abad ke-6 sebelum Masehi, di tengah umat yang dibuang di Babel, Nabi Daniel dianugerahi penglihatan akan masa depan umat. Allah hendak menyelamatkan manusia dengan cara yang tidak terbayangkan.
Sang nabi mulai mengalami penglihatan ketika ia menyaksikan sidang ilahi (Dan. 7:9). Nabi menyaksikan Allah Bapa duduk di singgasana. Kemuliaan-Nya memancar ke segala penjuru angin dan dikelilingi para malaikat.
Walau tidak urut dalam lintasan waktu, dalam kilasan sejarah pada nabi diperlihatkan binatang buas dari seluruh penjuru angin, lambang kerajaan dan penguasa yang silih berganti. Binatang bertanduk menerima penghukuman yang paling berat karena melawan Allah secara lebih keras dibandingkan dengan binatang buas lain.
Nabi melihat akhir perjalanan sejarah. Dan Yesus mengikuti jejak para nabi, termasuk Nabi Daniel dan Yohanes Pembaptis, mengumumkan pengadilan pada hari terakhir dalam khotbah-Nya (bdk. Dan. 7:10; Yl. 3-4; Mal. 3:19; Mat. 3:7-42, KGK, 678).
Kemudian Nabi Daniel melihat seorang pribadi yang nampak seperti anak manusia. Ia datang dengan awan-awan dari langit (Dan. 7:13).
Kepada anak manusia Yang Lanjut Usia menyerahkan kuasa dan kemuliaan sebagai raja. Kekuasaannya kekal, tidak akan lenyap dan kerajaannya tidak akan musnah (Dan. 7:14). Seluruh manusia tunduk dan mengabdi padanya.
Pemberian kuasa, kemuliaan dan kerajaan abadi memenuhi janji atas perjanjian abadi antara Allah dengan keturunan Daud, Mesias. Pada-Nya diberikan kuasa atas segala bangsa sampai selama-lamanya (2Sam. 7:16.29; 23:5).
Merenungkan penglihatan Nabi Daniel dalam terang pelayanan, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus ke surga, Gereja memahami bahwa nabi mengalami penglihatan akan Kristus yang naik ke hadapan Allah Bapa dari sudut pandang ‘atas’, surgawi.
Penglihatan yang sama juga dianugerahkan kepada para Rasul. Mereka mengalami penglihatan kenaikan Yesus Kristus ke surga dari sudut pandang ‘bawah’, dunia, seperti dikisahkan dalam Kis. 1.
Nabi Daniel menyaksikan Kristus yang dibangkitkan dari mati dan mulia. Kepada-Nya dikenakan gelar yang sering dipergunakan-Nya untuk menyingkapkan siapa diri-Nya dalam pelbagai kesempatan. Anak Manusia!
Dalam tradisi Yahudi pada saat Yesus hidup, gelar ‘anak manusia’ hanya disematkan pada Mesias, seorang pribadi yang nyata ada (bdk. Book of the Parables of Enoch). Namun, oleh komunitas Jalan Lurus atau Jalan Tuhan (Kis. 9:11; 13:10) gelar itu hanya layak disemat pada Yesus Kristus yang mengalami kematian dan kebangkitan.
Gereja, dalam Katekismus Gereja Katolik, 440, mengajarkan “Yesus menerima pengakuan iman Petrus, yang mengakui-Nya sebagai Mesias, tetapi menyatakan dalam kaitan dengan itu kesengsaraan yang harus ditanggung Putera Manusia (bdk. Mat. 16:23).
Ia menyatakan bahwa Kerajaan Mesias-Nya terletak, baik dalam asalnya yang ilahi sebagai putera manusia “yang telah turun dari surga” (Yoh3:13; bdk. Yoh. 6:62; Dan. 7:13), maupun juga dalam perutusan-Nya sebagai Penebus, sebagai Hamba Allah yang menderita: “Anak Manusia tidak datang untuk dilayani, tetapi untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28; bdk Yes. 53:10-12).”
Yesus merujuk pada nubuat Nabi Daniel (Dan. 7:13-14) saat Ia diadili oleh Mahkamah Agama Yahudi, Sanhedrin. Ia mengutip Dan. 7:13 saat menjawab pertanyaan Imam Agung Yusuf Kayafas ketika ia meminta jawaban apakah Ia benar-benar Mesias.
Sesaat setelah mendengar jawaban Yesus, Kayafas sadar bahwa Yesus mengidentifikasi diri dengan pribadi yang dilihat Nabi Daniel, imam agung itu segera menjatuhkan hukuman mati pada Yesus. Alasannya: penghujatan terhadap Allah (Mat. 26:64-66; Mrk. 14:61-64).
Engkau inikah raja orang Yahudi?
Pontius Pilatus tak punya kuasa untuk campur tangan dalam urusan keagamaan bangsa Yahudi. Namun, perkara Yesus memaksa gubernur Romawi itu untuk menyangkut pautkan dengan perkara politik. Maka, ia memulai pengadilan dengan bertanya (Yoh. 18:33), “Engkau inikah raja orang Yahudi?”, Tu es rex Iudaeorum?
Yesus menjawab pertanyaan itu dengan cara lain. Ia tidak menolak menjawab tuduhan itu, tetapi menghendaki agar duduk perkara yang dihadapinya jelas, seperti yang selalu dilakukan-Nya, yakni: Ia melaksanakan tugas perutusan rohaniah.
Pertanyaan Pilatus sangat sukar dijawab. Bagi seseorang dari bangsa asing, seperti dirinya, raja bangsa Yahudi hanyalah penguasa bawahan Kekaisaran Romawi. Sedangkan bagi seorang Yahudi tulen, Raja-Mesias adalah seorang pembebas religius-politis yang akan merebut kemerdekaan yang direnggut oleh Roma.
Yesus menolak diangkat sebagai raja oleh orang banyak setelah mukjizat penggandaan roti yang dimakan lebih dari lima ribu orang. Mereka mengharapkan seorang raja dalam pemahaman manusia, bukan seperti yang dihayati-Nya (bdk. Yoh. 6:15).
Namun, saat Yesus memasuki Yerusalem dalam kemegahan penyambutan, Ia menerima seruan mereka sebagai Raja-Mesias. Dan sekarang, dalam penderitaan-Nya di hadapan Pilatus, Ia mengakui Diri-Nya sebagai Raja, tetapi status-Nya sebagai Raja tidak sama dengan pemahaman biasa.
Jawaban Yesus bahwa Ia adalah Sang Kristus, Mesias yang diurapi, berlawanan dan melampaui kedua jenis pemahaman itu. Yesus sadar akan kesulitan yang dialami Pilatus untuk memahami pemahaman dan penghayatan Yesus akan statusnya sebagai Raja.
Jadi Engkau adalah raja?
Pilatus memindah Yesus ke ruang lain, terpisah dari para penuntut Yahudi. Secara pribadi ia bertanya kembali dan menginginkan jawaban Yesus, karena sangat penting bagi pemerintah Romawi (Yoh. 18:37), “Jadi Engkau adalah raja?”, Ergo rex es tu?
Sejak kematian Herodes Agung, satu-satunya raja bagi bangsa Yahudi adalah Kaisar Romawi. Ia berkedudukan di Roma. Sedangkan tiga anak Herodes Agung yang berkuasa di Yudea, Galilea dan Perea tidak pernah menggunakan gelar raja.
Atas pertanyaan Pilatus, Yesus menjawab dengan pertanyaan, “Apakah engkau katakan hal itu dari hatimu sendiri, atau adakah orang lain yang mengatakannya kepadamu tentang Aku?” (Yoh. 18:34).
Pilatus menjawab bahwa ia tidak tahu apa-apa tentang Yesus, kecuali apa yang dilaporkan para pemimpin Yahudi padanya. Ia hanya ingin mendengarkan pembelaan Yesus.
Yesus tidak mengingkari status-Nya sebagai raja. Ia menjelaskan pada gubernur Romawi bahwa tugas perutusan-Nya tidak berurusan dengan perebutan kekuasaan. Ia datang untuk bersaksi tentang kebenaran. Penyingkapan tentang ‘kebenaran’ pasti berdampak pada pengadilan. Ia bersabda bahwa Ia datang ke dunia untuk menghakimi (Yoh. 9:39).
Barang siapa dapat mengenali kebenaran pasti menerima Yesus, yang berasal dari Bapa. Mereka mengenali suara-Nya dan mengikuti-Nya (Yoh. 10:4). Maka, orang yang mengenali kebenaran adalah mereka yang mendengarkan kebenaran dan menjadi milik-Nya.
Setelah serangkaian Pilatus percakapan dramatik, Pilatus menemukan bahwa Yesus tidak bersalah. Tiga kali ia mengatakan pada orang Yahudi di pengadilannya (Yoh.18:38; 19:4.6), “Aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya.”, Ego nullam invenio in eo causam.
Yesus dikorbankan. Ia tidak dibebaskan, walau terbukti tidak bersalah. Ia seperti domba kurban untuk Allah di Bait Suci dan dikurbankan terus menerus dua kali sehari demi penebusan dan penyucian umat perjanjian.
Kayafas, imam agung, memilih Yesus segabagai kurban persembahnan ketika tiga kali ia mengumumkan bahwa Yesus harus mati. Kata imam itu (Yoh. 11:50.52; 18:14), “Adalah lebih berguna jika satu orang mati untuk seluruh bangsa.”, Expedit unum hominem mori pro populo.
Sedangkan Pilatus, orang asing itu, ternyata menyingkapkan ungkapan yang sama seperti diucapkan imam agung di Bait Suci, “tanpa cela” atau “tidak didapati kesalahan apapun”.
Ia memerintahkan dan tidak bisa dibantah pemahatan di papan untuk di pasang di bagian atas salib Yesus (Yoh. 19:19), “Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi.”, Iesus Nazarenus Rex Iudaeorum.
Katekese
Tak pernah berhenti bersaksi tentang Kebenaran. Santo Paus Yohanes Paulus II, 1920 – 2005
”Ketika Yesus Kristus sendiri tampil sebagai narapidana di hadapan pengadilan Pilatus, dan diperiksa olehnya tentang dakwaan yang dituduhkan terhadap-Nya oleh para wakil Sanhedrin, tidakkah Ia menjawab: ”Untuk inilah Aku lahir, untuk ini Aku telah memasuki dunia, yakni: memberi kesaksian akan kebenaran”? (Yoh 4:23)
Seolah-olah dengan kata-kata […] Ia sekali lagi mengukuhkan apa yang sebelumnya pernah diamanatkan: ”Kamu akan mengenal kebenaran, dan kebenaran akan membebaskan kamu”.
Berabad-abad lamanya, melalui sekian banyak angkatan, sejak zaman para Rasul, tidak seringkah Yesus Kristus sendiri tampil dipihak orang-orang yang diadili demi kebenaran?
Dan tidakkah Ia menangung maut bersama dengan mereka yang dijatuhi hukuman demi kebenaran? Pernahkah Ia berhenti sejenak pun menjadi jurubicara dan pembela manusia yang hidup ”dalam roh dan kebenaran”? (Yoh 4:23). Seperti Ia tidak pernah berhenti demikian di hadirat Bapa, begitu pula sepanjang sejarah umat manusia.” (Redemptor Hominis, 12).
Oratio-Missio
Tuhan, ajarilah aku hati yang taat untuk melakukan kehendak-Mu, seperti Engkau taat pada perintah Bapa-Mu. Amin.
- Apa yang harus aku lakukan untuk selalu menjadi saksi kebenaran dan Kebenaran?
qui est ex veritate, audit meam vocem – secundum Ioannem 18:37