Jumat. Pekan Biasa XII (H)
- Kej.17: 1.9-10.15-22.
- Mzm.128: 1-2.3.4-5.
- Mat.8: 1-4.
Lectio
1 Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. 2 Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”
3 Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. 4 Lalu Yesus berkata kepadanya: “Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapapun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.”
Meditatio-Exegese
Datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya
Setiap penderita kusta harus hidup terpisah dan mengengakan pakaian compang camping. Yang bersentuhan dengannya penderita kusta pasti ikut najis (bdk. Im. 13:45-46).
Mengumpulkan seluruh keberanian, si kusta melanggar seluruh norma agama agar dapat berjumpa dengan Yesus. Ia menjumpai-Nya dengan sikap hormat bakti, seperti dalam tata peribadatan. Ia datang, sujud dan menyembah.
Saat menyapa Yesus, ia menggunakan kata ‘Tuhan’. Yang layak mendapatkan penghormatan ini hanya Tuhan.
Ketika ia mendekati-Nya, ia berkata, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Domine, si vis, potes me mundare.
Kata-katanya bermakna “Tidak perlulah Engkau menyentuh saya! Cukuplah bersabda sesuai kehendak-Mu, maka saya sembuh.”
Ia tidak memiliki kuasa memaksa Yesus. Ia menggantungkan kesembuhannya pada keputusan-Nya. Dan dengan rendah hati ia tidak mau Yesus menyentuh dirinya.
Kalimat yang diucapkan si kusta bermakna juga: 1) penyakit kusta pasti menajiskan seseorang; 2) penyakit kesepian, penyingkiran, bahkan, penghukuman sosial, disebabkan oleh masyarakat dan agama; dan 3) terpenting, menyingkapkan iman yang sangat kokoh pada kuasa Yesus Kristus.
Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata
Yesus bertindak di luar perkiraan si kusta. Ia mengabaikan hukum kenajisan yang diatur Hukum Taurat. Lalu bersabda (Mat 8:3), “Aku mau, jadilah engkau tahir.”, Volo, mundare.
Dengan menyentuh si kusta dan bersabda, “Aku mau.” Yesus menegaskan, “Bagi-Ku, engkau sudah tidak tersingkir lagi. Aku tidak takut menyentuhmu dan menjadi najis. Dan Aku menerima engkau sebagai saudara.”
“Jadilah engkau tahir.” (Mat 8:3) menyingkapkan bahwa Ia menyembuhkan orang sakit itu.
Maka, Yesus telah menyatakan wajah Allah yang baru – Allah yang berbelas kasih dan murah hati. Ia bertindak jauh mengatasi apa yang dilarang dalam hukum agama Yahudi.
Ia menyentuh yang disingkirkan, diabaikan dan dianggap terkutuk.
Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam
Yesus memerintahkan orang itu untuk pergi dan menemui imam sesuai ketentuan yang berlaku. Pada waktu itu imamlah yang menentukan apakah orang itu sudah sembuh atau belum dari penyakit kusta (bdk. Im 14:2-3).
Orang itu membutuhkan tanda pengakuan kesembuhan. Tanda itu menjadi sarana untuk kembali bersatu, bergaul atau berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat secara wajar.
Dengan cara ini pula, Yesus memaksa institusi resmi untuk mengakui bahwa ia telah sembuh. Maka, Yesus tidak hanya menyembuhkan orang sakit itu. Tetapi Ia juga mengintegrasikan kembali dengan masyarakat.
Tetapi, menurut catatan Santo Markus (Mrk. 1:45), “Orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota.
Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.”
Yesus tidak lagi dapat masuk kota, karena Ia telah menjadi najis setelah menyentuh orang sakit itu. Maka Ia harus menyingkir ke tempat sunyi yang tidak dijamah orang (bdk. Bil 5:2).
Santo Markus menunjukkan bahwa orang tidak begitu peduli pada norma resmi yang berlaku, karena orang yang datang pada Yesus berasal dari pelbagai kalangan. Hal ini pasti mencampakkan semua tata sosial yang telah diatur dengan baik.
Maka, untuk mewartakan Kabar Suka cita pada seluruh makhluk, para murid-Nya kita tidak perlu takut melanggar hukum agama yang berlawanan dengan rencana dan kehendak Allah.
Aturan itu tidak hanya menghambat mengalirnya kasih dan roh persaudaraan, serta mempersulit relasi dengan sesama. Tetapi juga mempersulit Yesus juga saat menjalin kedekatan dengan manusia.
Katekese
Kristus pemilik kuasa menyembuhkan dan mentahirkan. Santo Yohanes Chrysostomus, 347-407:
“Dengan usaha yang sangat keras untuk sampai di depan kaki Yesus, si kusta memohon pada-Nya (Mrk. 1:40) dengan iman yang kuat. Ia mampu mengenali siapa Yesus.
Ia tidak memohon pada-Nya dengan kalimat bersyarat, “Jika Engkau memohonkan pada Allah” atau “Jika Engkau memohonkan untukku.”
Namun, ia hanya berkata, “Jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.” Ia tidak memohon, “Tuan, sembuhkanlah aku.”
Terlebih, Ia menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan dan penyembuhannya tergantung seluruhnya pada-Nya. Maka, ia bersaksi bahwa Tuhanlah yang empunya seluruh kuasa.
Orang mungkin bertanya, “Apa yang terjadi jika si kusta salah mengandaikan?” Jika ia telah membuat kesalahan, bukankan sudah layak bila Tuhan mengingatkan dan segera memberi hukuman?
Namun, apakah Ia melakukan ini semua? Tidak. Sebaliknya, Yesus menyembuhkan dan mengabulkan seluruh apa yang ia katakan.” (dikutip dari The Gospel Of Matthew, Homily 25.1).
Oratio-Missio
“Semoga kuasa kasih-Mu, Tuhan Yesus Kristus, yang kuat dan manis bagai madu, begitu memikat hati kami sehingga menarik seluruh makhluk yang ada di kolong langit. Anugerahilah kami agar kami bersedia mati karena kasih kepada kasihMu, seperti Engkau rela mati karena kasih-Mu kepada kami. Amin.” (Doa Santo Fransiskus Asisi, 1181-1226, terjemahan bebas).
- Apa yang perlu kulakukan pada yang paling disingkirkan, dihindari bahkan ditolak oleh komunitas atau keluarga atau lingkungan?
Et extendens manum, tetigit eum dicens, “Volo, mundare.” – Matthaeum 8:3