Lectio Divina 25.12.2020 – Penyelamatmu Datang dan Tinggal di Antara Kita

0
225 views
Sang Terang tinggal di antara kita, by Vatican News

Minggu. Hari Raya Natal. Misa Siang (P)

  • Yes. 52:7-10
  • Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4,5-6
  • Ibr. 1:1-16
  • Yoh. 1:1-18 (Yoh. 1:1-5,9-14)

Lectio (Yoh. 1:1-18/Yoh. 1:1-5,9-14)

Meditatio-Exegese

Segala ujung bumi melihat keselamatan yang dari Allah kita

“Kebaskanlah debu dari padamu. Bangunlah. Tanggalkanlah ikatan-ikatan dari lehermu!” sang nabi berseru-seru dengan suara tegas (Yes. 52:2). Ia mengajak setiap orang Israel di bersiap menyongsong kedatangan Sang Raja.

Hari baru telah terbit! Umat didesak untuk segera pergi dari tiap lorong pembuangan mereka, sambil membawa perabot Bait Allah yang dirampas Nebukadnezar (lih: 2Raj. 25:13-16; Ezr. 1:7-11).

Umat Allah bergerak cepat kembali ke Yerusalem setelah dibebaskan dari perbudakan. Penindas, Babilon telah kalah, sama seperti ketika Allah mengalah Mesir dan Asyur. Mereka kembali secara berangsur-angsur setelah tujuh puluh tahun penghancuran kerajaan Yehuda, pada 587 sebelum masehi (bdk. Yes. 51:17-23).

Penghancuran dan pembuangan direfleksikan sebagai penghukuman atas pelanggaran terhadap perjanjian dengan Allah (bdk. Kel. 24:8). Pelanggaran terberat adalah ketika umat mengikat perjanjian dengan berhala.

Maka, dosa ini pasti mendatangkan konsekuensi.

Tetapi, sekarang, keadaan berbalik arah. Murka Tuhan ditimpakan pada para penjajah. Bangsa Israel dituntun pulang ke negeri asal, karena penebusan telah datang. Yerusalem, Puteri Sion yang tertawan dipanggil untuk berjaga.

Mereka harus bangkit dan pergi dari tanah pembuangan dan penahanan; mempersiapkan diri menyongsong hari baru (Yes. 52:1-2).

Keselamatan sedang mendekat dan telah mencapai gerbang Sion. dan pembawa berita keselamatan, ευαγγελιζομενου, euagglelizomenou, berseru, “Allahmu itu Raja.” (Yes. 52:7). Tuhan kembali ke Sion sebagai Raja bersama dengan umat-Nya, yang telah ditebusnya dari para para penindas (Yes. 52:7-8).

Saat berarak memasuki gerbang Yerusalem, seluruh manusia mengumandangkan kidung keselamatan yang datang dari Allah, tetapi juga seruan untuk memurnikan hati, agar layak menyambut Tuhan dan pantas menjadi ambil bagian dalam kawanan-Nya yang suci (Yes. 52:9-11).

Puisi tentang “pewarta damai” yang membawa “kabar sukacita” mengulang dengan indah nubuat yang ditulis dalam Yes. 40:1-11. Kaki pembawa kabar baik yang kuat dan cepat dipuji ketika ia naik ke puncak gunung, tempat asal kabar baik (bdk. Yes. 40:9).

Pesan yang dibawa pewarta kabar baik adalah pesan damai sejahtera, yang selalu bermakna keselamatan setelah pembuangan dari Babel. Kabar yang diwartakan selalu kabar baik yang bermakna kesejahteraan jasmani dan rohani; dan keselamatan menjadi tujuan akhir pembaharuan seluruh hidup manusia.

Ketiga kata kunci – damai, kabar baik dan keselamatan – dapat diringkas dalam ungkapan Allahmu itu Raja, regnavit Deus tuus, searti dengan Yes. 40:9: Lihat, itu Allahmu, ecce Deus vester.

Pembaharuan iman dilukiskan nabi (Yes. 24:23), “Tuhan semesta alam meraja di Gunung Sion dan di Yerusalem.”, regnavit Dominus exercituum in monte Sion et in Ierusalem.

Kerajaan Allah pasti kudus; dan sering diperbandingkan dengan kerajaan-kerajaan di bumi, seperti dapat ditemukan dalam mazmur-mazmur tentang madah Raja (misalnya: Mzm. 47:8-9; 93:1-2; 96:10; 97:1; dan masih banyak lainnya).

Dalam Perjanjian Baru Kerajaan Allah menjadi tema pokok pengajaran Yesus.

Pembawa berita biasanya datang pada saat yang sama dengan kedatangan Allah sebagai Raja Sion. Kedatangannya membuat para para pengawal meluapkan suka cita dengan sorak sorai sepanjang jalan-jalan kota (Yes. 52:8).

Para pengawal yang bertugas memberitahukan tentang datangnya marabahaya kini memberitahukan suka cita tak berkesudahan, karena TUHAN kembali ke Sion (Yes. 52:8; bdk. Yeh. 43:1-5).

Reruntuhan Yerusalem, ερημα ιερουσαλημ, erema ierousalem (dalam LXX, Septuaginta) atau deserta Ierusalem, melukiskan Yerusalem setelah diluluh-lantakkan Babel. Dan yang selalu ditinggalkan adalah orang yang dianggap tidak berguna, karena miskin, lemah, sakit, tidak berpendidikan, dan difabel.

Reruntuhan Yerusalem dipanggil untuk bergabung dalam suka cita sebagai umat Allah. Undangan sudah disampaikan sebelumnya (Yes. 42:10-12). Undangan tidak hanya ditujukan kepada manusia, tetapi juga langit, bumi, gunung-gunung, dan pepohonan (Yes. 44:23). Karya Allah tidak hanya bermakna bagi Israel, tetapi juga kepada seluruh ciptaan.

Pembaharuan telah datang. Maka, ucapan syukur dilambungkan atas karya agung Allah seperti saat Ia mengalahkan orang Mesir pada waktu pembebasan (bdk. Kel. 8:19; Yes. 40:10, 51:9; Mzm. 98:1), karena (Yes. 52:10), “TUHAN telah menunjukkan tangan-Nya yang kudus di depan mata semua bangsa”, Nudavit Dominus brachium sanctum suum in oculis omnium gentium,

Allah telah membebaskan! Ia juga memanggil dan berseru pada umat-Nya untuk menyucikan diri; menjauhkan diri dari allah asing dan mengikuti jalan yang ditunjukkan-Nya, seperti ketika Ia membimbing bangsa Israel di padang gurun (bdk. Yes. 52:11-12; Kel. 13:21-22).

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah

Santo Yohanes Chrysostomus bersaksi, “Pada mulanya senantiasa bermakna bahwa Ia selalu ada, dan bahwa Ia abadi. […] Karena jika Ia adalah Allah, dan benar demikian, tidak ada yang ada lebih dahulu dari diri-Nya; jika Ia adalah Pencipta segala, maka Ia adalah Yang Sulung; jika Ia adalah Tuhan atas segala sesuatu, segala sesuatu ada sesudah Dia – Ia menciptakan segala sesuatu dan waktu.” (Homily on St. John, 2,4). “

Ungkapan firman Allah merupakan ungkapan yang umum diterima dalam tradisi keagamaan Yahudi. Dalam Perjanjian Lama, firman Allah merupakan firman yang aktif, kreatif dan dinamis. “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan.” (Mzm. 33:6).

“Ia menyampaikan perintah-Nya ke bumi; dengan segera firman-Nya berlari.” (Mzm. 147:15).

“Bukankah firman-Ku seperti api, demikianlah firman TUHAN dan seperti palu yang menghancurkan bukit batu?” (Yer. 23:29). Penulis Kitab Kebijaksanaan menyapa Allah sebagai Pribadi yang “menjadikan segala sesuatu dengan firman-Mu.” (bdk. Keb. 9:1).

Firman Allah juga disamakan dengan hikmat-Nya, “Dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar bumi.” (Ams. 3:19). Penulis Kitab Kebijaksanaan menggambarkan hikmat sebagai kuasa Allah abadi, kreatif dan terang.

Kedua ungkapan firman dan hikmat bermakna satu dan sama. “Sebab sementara sunyi senyap meliputi segala sesuatu dan malam dalam peredarannya yang cepat sudah mencapai separuhnya,

maka firman-Mu yang mahakuasa laksana pejuang yang garang melompat dari dalam sorga, dari atas takhta kerajaan ke tengah tanah yang celaka. Bagaikan pedang yang tajam dibawanya perintah-Mu yang lurus, dan berdiri tegak diisinya semuanya dengan maut; ia sungguh menjamah langit sambil berdiri di bumi.” (Keb. 18:14-16).

Santo Yohanes melukiskan Yesus sebagai Firman yang mencipta, memberi hidup dan memberi terang yang telah datang ke dunia dalam rupa manusia.

Sabda-Nya (Yoh 3:16), “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”, Sic enim dilexit Deus mundum, ut Filium suum unigenitum daret, ut omnis, qui credit in eum, non pereat, sed habeat vitam aeternam.

Yesus diimani sebagai hikmat dan kuasa Allah yang menciptakan dunia dan menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkannya. Yesus Kristus adalah Anak Allah, yang menjadi manusia dan saudara kita. Sejak zaman para Rasul (1Yoh. 4:2) Gereja mengaku bahwa “Yesus Kristus telah datang sebagai manusia.”, confitetur Iesum Christum in carne venisse.

Santo Gregorius dari Nyssa, salah satu Bapa Gereja yang paling berpengaruh, 330-395, menulis : “Sakit, kodrat kita perlu disembuhkan; jatuh, harus dibangkitkan; mati, harus dihidupkan kembali. Kita telah kehilangan kebaikan; kebaikan itu perlu untuk dikaruniakan kembali pada kita.

Terkungkung dalam kegelapan dosa, kita perlu terang. Sebagai tawanan iblis, tiap pribadi menantikan Juruselamat. Sebagai tahanan maut, memerlukan Penolong. Sebagai budak musuh lama, membutuhkan Penebus.

Apakah hal ini sangat remeh atau tidak penting? Apakah keadaan itu tidak menggerakkan hati Allah untuk turun dan meniliki manusia, karena manusia dalam keadaan sengsara dan tak bahagia?”

Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya

Allah menciptakan terang dengan Sabda-Nya (Kej. 1:3), “Jadilah terang.”, Fiat lux. Terang menjadi tanda kemenangan dan kemuliaan-Nya.

Dalam Injil Yesus menyingkapkan diri-Nya sebagai terang (Yoh. 8:12) dan hidup (Yoh. 14:6), ”Akulah terang dunia.”, ego sum lux mundi; “Akulah hidup.”, ego sum vita.

Dalam Injil Yohanes, Yesus, Sang Sabda, adalah Pembawa Terang dan Hidup untuk semua manusia. Sang Terang itu mengusir kegelapan (bdk. Kej. 3:4), supaya manusia memperoleh hidup yang secitra dengan Allah dan berkelimpahan (bdk. Kej. 1:27; Yoh. 10:10).

Kegelapan selalu selalu berusaha melawan dan mengalahkan Terang (Yoh. 1:4-5, 7-9; 3:19-21; 8:12; 9:5; 11:9-10; 12:35-36,46). Kegelapan selalu merupakan personifikasi dari pangeran kegelapan, setan, dan mereka yang tinggal dan hidup dalam kegelapan jiwa.

Dengan kata lain, alasan kedatangan-Nya adalah untuk menghancurkan pekerjaan-pekerjaan si jahat, ”Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu.” (1Yoh. 3:8).

Terang sudah terbit dan bersinar. Terang jauh lebih perkasa dari pada kegelapan. Terang itu berpendar mulai dari setitik hingga memenuhi seluruh semesta dan kegelapan tak mampu menguasai-Nya (Yoh. 1:5), ”Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”, et lux in tenebris lucet, et tenebrae eam non comprehenderunt.

Terang yang sesungguhnya sedang datang ke dalam dunia

Sekarang Yesus, Terang dunia, lux mundi, mendatangi manusia, milik kepunyaan-Nya. Jika manusia ingin memandang kemuliaan Allah, manusia harus memandang kemuliaan itu melalui Yesus Kristus.

Ia datang sebagai manusia, sama dengan kita kecuali dalam hal dosa, agar kita dapat ambil bagian dalam kodrat ilahi dan diluputkan dari hawa nafsu yang membinasakan (2Ptr. 1:4).

Sejak awal mula Allah berkehendak agar manusia bersatu dengan diri-Nya. Melalui persatuan dengan Yesus, Allah menjadi Bapa kita dan kita menjadi putera dan puteri-Nya. Tetapi sering, manusia tidak mau mengenal-Nya dan menolak-Nya ketika Ia datang, karena lebih suka kegelapan (bdk. Yoh. 1:10-11).

Santo Yohanes menggunakan ungkapan, “Firman telah menjadi manusia”, ο λογος σαρξ εγενετο, ho logos sarx egeneto; et Verbum caro factum est.

Kata sarx atau caro berpadanan dengan kata daging, yang dalam tradisi Kitab Suci bermakna : manusia (bdk. Yoh. 3:6; Kej. 6:3; Mzm. 56:5). Perikop ini menjadi landasan ajaran iman tentang inkarnasi, karena Yesus Kristus sungguh Allah, sungguh manusia.

Setelah keluar dari perbudakan Mesir, bangsa Israel diperintah untuk membuat tempat kudus, di mana Allah menyatakan kehadiran-Nya dan di situlah kemuliaan-Nya memancar seperti awan-gemawan yang menyelimuti kemah-Nya (bdk. Kel. 25:8; 40:34-35).

Dalam Perjanjian Lama di banyak bagian diwartakan bahwa Allah “tinggal di tengah-tengah umat-Nya, misal: Yer. 7:3; Yeh 43:9; Sir. 24:8.

Tanda kehadiran-Nya pertama-tama dalam kemah Tabut Perjanjian yang dibawa berkeliling di gurun. Bait Allah di Yerusalem menjadi lambang kehadiran-Nya di tengah umat (1Raj. 8:10-11). Akhirnya, dengan cara yang sangat mengagumkan, Ia hadir dalam diri Yesus Kristus, seperti nubuat Nabi Yesaya: Ia diberi nama Immanuel, Allah beserta kita (Yes. 7:14; bdk. Mat. 1:23).

Santo Yohanes menggunakan kata εσκηνωσεν, eskenosen, berasal dari kata σκηνω, skenoo, mendirikan kemah; juga berarti: tinggal di suatu tempat. Maka, ungkapan ini bermakna (Yoh. 1:14) “Ia diam di antara kita.”, et habitavit in nobis.

Walaupun Firman mengosongkan diri dengan mengambil rupa manusia, para Rasul tetap melihat kemuliaan ilahi-Nya. Kemuliaan itu disingkapkan ketika Ia berubah rupa (Luk. 9:32-35); ketika membuat mukjizat (Yoh. 2:11; 11:40); dan secara istimewa dalam kebangkitan-Nya (bdk. Yoh. 2:11; 1Yoh. 1:1).

Kemuliaan Allah, yang memancar dalam tabut Perjanjian di gurun dan di Bait Allah di Yerusalem, tidak dapat dibandingkan dan selalu menjadi pralambang kemuliaan Allah yang dinyatakan melalui Putera Allah yang tunggal.

Santo Yohanes Rasul bersaksi dengan menggunakan ungkapan bahasa yang sangat meriah dalam kata ganti orang pertama jamak: “kita telah melihat kemuliaan-Nya.” (Yoh. 1:14). Ia adalah saksi yang hidup bersama dengan Yesus Kristus dan, khususnya, hadir dalam peristiwa saat Yesus berubah rupa dan menyaksikan kemuliaan kebangkitan-Nya.

Katekese

Mari kita ke Bethlehem. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:

“Mari kita memandang palungan sekali lagi. Kita melihat bahwa pada saat kelahiran-Nya Yesus dikelilingi oleh kaum kecil, oleh kaum miskin. Para gembala. Mereka adalah kaum yang sangat sederhana, dan dekat dengan Tuhan.

Mereka menemukan-Nya karena mereka hidup di padang, “menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.” (Luk. 2:8). Mereka ada di sana, karena mereka miskin. Mereka tidak punya jadwal dalam hidup. Segalanya tergantung pada kawanan domba.

Mereka tidak dapat menentukan di mana dan bagaimana mereka tinggal dan inginkan. Mereka hidup mengikuti kebutuhan domba yang mereka pelihara.

Di tempat merekalah Yesus lahir: dekat dengan mereka, dekat pada mereka yang dilupakan, dekat pada yang disisihkan. Ia datang ke tempat martabat manusia dalam bahaya. Ia datang untuk memulihkan yang diabaikan. Ia pertama-tama mendatangi mereka.

Ia tidak mendatangi para cerdik pandai dan orang penting terlebih dahulu. Tetapi pada orang miskin yang bekerja. […]

Saat kita memperhatikan palungan, dari kejauhan, kita memandang para Majus, yang berziarah untuk menyembah Tuhan. Saat kita memandang lebih seksama, kita memandang bahwa segala hal di sekeliling Yesus datang bersama-sama: tidak hanya kaum miskin, para gembala, tetapi juga kaum terpelajar dan berpunya, dan orang Majus.

Di Berhlehem, kaya dan miskin berhimpun bersama, mereka menyembah Tuhan, seperti orang Majus, dan mereka yang bekerja, seperti gembala. Segala sesuatu dipersatukan ketika Yesus menjadi pusat segala sesuatu. Bukan gagasan pikiran kita tentang Yesus, tetapi Yesus sendiri, Dia yang hidup.

Maka, saudara-saudari yang terkasih, mari kita kembali ke Bethlehem, mari kita kembali ke asal mula: ke inti iman, ke cinta pertama kita, ke sembah bakti pada Allah dan amal kasih. Mari kita memandang para Majus yang sedang berziarah, dan sebagai Gereja sinodal, Gereja yang sedang berziarah.

Mari kita pergi ke Bethlehem, di sana Allah tinggal dalam diri manusia dan manusia di dalam Allah. Di sana Tuhan menjadi yang utama dan disembah. Di sana kaum miskin menempati tempat terdekat dengan-Nya.

Di sana para gembala dan orang Majus bergabung dalam persaudaraan yang mengatasi segala sekat dan batasan. Semoga Allah memampukan kita untuk menjadi Gereja yang tekun memuliakan-Nya, miskin dan bersahabat.

Inilah yang paling pertama dan utama. Mari kita kembali ke Bethlehem.” (Hari Raya Kelahiran Tuhan, Lapangan Basika Santo Petrus, Jumat, 24 Desember 2021)

Oratio-Missio

Allah yang mahakuasa dan Bapa segala cahaya, Firman-Mu turun dari sorga dalam keheningan malam. Bukalah hatiku untuk menerima hidup-Nya dan bukalah mata hariku untuk melihat Sang Hidup, agar hidupku dipenuhi dengan kemuliaan dan damai sejahtera dari-Nya. Amin.

• Apa yang perlu aku lakukan untuk ambil bagian dalam kemuliaan-Nya?

Et Verbum caro factum est, et habitavit in nobis – Ioannem 1:14

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here