Senin. Pekan Paskah IV (P)
- Kis.11: 1-8.
- Mzm.42:2-3;43:3.4.
- Yoh.10: 1-10.
Lectio
1 Aku berkata kepadamu: “Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; 2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.
3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. 4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. 5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.”
6 Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.
7 Maka kata Yesus sekali lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu. 8 Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba itu tidak mendengarkan mereka.
9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. 10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”
Meditatio-Exegese
Gembala
Citra gembala yang baik melekat kuat dalam benak bangsa Israel. Nenek moyang mereka menggantungkan hidup dari penggembalaan kambing-domba. Abraham memiliki kawanan domba.
Ishak menggembalakan domba. Yakub ditipu Laban selama empat belas tahun untuk menggembalakan kambing dombanya. Daud juga dikenal sebagai penggembala domba yang handal.
Umum juga ditemukan citra gembala digunakan untuk melukiskan perilaku para pemimpin mereka. Para nabi mengecam para pemimpin Israel – imam, raja dan nabi – sebagai gembala yang abai pada kawanan domba mereka dan memilih jalan serong, jauh dari padang rumput.
Nabi Yeremia mengecam pedas mereka, “Para imam tidak lagi bertanya: Di manakah TUHAN? Orang-orang yang melaksanakan hukum tidak mengenal Aku lagi, dan para gembala mendurhaka terhadap Aku.
Para nabi bernubuat demi Baal, mereka mengikuti apa yang tidak berguna.” (Yer. 2: 8; lih. 10:21; 23:1-2).
Kejahatan para gembala tidak hanya menyengsarakan rakyat di negeri sendiri. Yang paling buruk dan mematikan adalah perilaku buruk para raja dan penguasa, karena menyeret pada pembuangan dan perbudakan di negeri orang .(Yeh. 34:1-10; Za. 11:4-17).
Saat mengalami mimpi buruk karena perlakuan gembala yang jahat, kerinduan akan gembala yang baik yang menggembalakan kawanan seperti dilakukan Allah terus tumbuh.
Maka pemazmur bermadah (Mzm. 23:1; Kej. 48:15), “Tuhanlah adalah gembalaku takkan kekurangan aku.” Dominus pascit me, et nihil mihi deerit.
Para nabi merindukan, suatu saat di masa depan, Allah sendirilah yang menjadi gembala domba-Nya (Yes. 40: 11; Yeh. 34:11-16). Di saat itulah para domba diharapkan mampu mengenal suara Gembala mereka (Mzm. 95:7), “Hari ini kiranya, dengarkan suaraNya!”, Utinam hodie vocem eius audiatis.
Para nabi berharap Allah datang sebagai hakim atas kawanan domba-Nya (Yeh. 34:17). Allah akan membangkitkan gembala yang menggembalakan kawanan sesuai kehendak-Nya dan Sang Mesias akan menjadi gembala umat Allah. (Yer. 3:15; 23:4).
Harapan para nabi terpenuhi dalam diri Yesus Kristus, Sang Gembala Baik. Ia, pada akhir jaman, akan datang sebagai Gembala yang memisahkan domba dari kambing (Mat. 25: 31-46).
Nubuat Nabi Zakharia tentang perilaku gembala yang jahat terhadap gembala yang baik terpenuhi dalam diri Yesus Kristus.
Yang jahat memperlakukan Sang Gembala yang baik dengan begitu buruk. Mereka menuduh dengan tuduhan palsu, menjatuhkan hukuman mati, menyiksa dan membunuh-Nya di salib.
Beginilah nubuat sang nabi, “Bunuhlah gembala, sehingga domba-domba tercerai-berai!” (Za. 13:7). Akhirnya, Yesus menyingkapkan diri sebagai pintu, gembala dan domba.
Domba-domba
Domba-domba yang digembalakan Santo Yohanes Penginjil begitu beragam. Anggota komunitas berasal dari orang Yahudi yang berpikir terbuka dan bersikap kritis terhadap praktek di Bait Allah (Yoh. 2:13-22) dan hukum Tuhan (Yoh. 7:49-50). Ada juga orang Samaria (Yoh. 4:1-42) dan orang asing (Yoh. 12:20).
Komunitas mampu menghayati Warta Suka Cita dan hidup dalam solidaritas satu dengan yang lain.
Wejangan tentang kasih persaudaraan, misalnya, digunakan untuk menguatkan iman jemaat yang sedang dalam ancaman maut karena pengejaran, penangkapan, pemenjaraan, aniaya, bahkan, hukum mati.
Komunitas yang digembalakan dengan benar pasti mampu bertahan hidup saat terjadi perselisihan, misalnya, antara mereka yang berasal dari bangsa asing maupun yang berasal dari bangsa Yahudi (Kis. 15:5).
Penghayatan iman selalu melahirkan sendi yang mengikat mereka untuk terus beriman pada Yesus, yang diutus oleh Bapa dan menghendaki mereka hidup sebagai saudara-saudari seiman (Yoh. 15:12-14.17).
Di samping membuka diri untuk menerima persaudaraan dengan komunitas lain (Yoh. 10:16).
Pencuri, perampok, gembala
Yesus mengawali perumpamaan tentang gembala yang baik dengan melukiskan kelakuan pencuri dan perampok. Mereka memanjat tembok.
Sebaliknya, “siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.
Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar.” (Yoh 10:2-3).
Para gembala menggembalakan kawanannya di padang rumput hijau di siang hari. Ketika hari berganti malam, mereka memasukkan domba di kandang yang dibuat dari tumpukan batu, ranting dan semak duri.
Kandang itu memberi jaminan keamanan dari pencuri dan serigala. Kandang selalu merupakan milik kelompok gembala di daerah terdekat.
Mereka membagi tugas jaga bergantian sepanjang malam, menjaga seluruh kandang dan pintu.
Di pagi hari gembala akan mengetok pintu dan rekan yang berjaga membukakan. Kemudian, masing-masing gembala memanggil domba sesuai nama masing-masing. Domba mengenal suara mereka dan mereka mengikuti sang gembala ke padang rumput.
Domba-domba akan tetap tinggal di kandang atau lari menjauh bila mereka mendengar suara yang asing dan tidak dikenal. Itulah suara pencuri dan perampok. Mereka membawa pergi dengan paksa melalui dinding yang mereka jebol.
Pencuri, perampok, pintu
Orang Farisi (Yoh. 9:40-41) yang mendengarkan perumpamaan ini tidak mengerti makna sabda-Nya.Maka Yesus menjelaskan (Yoh. 10: 7), “Akulah pintu ke domba-domba itu. Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok.”, Ego sum ostium ovium. Omnes, quotquot venerunt ante me, fures sunt et latrones.
Para pencuri dan perampok adalah mereka yang mengaku diri pemimpin keagamaan yang menyaru sebagai gembala sejati.
Mereka mengunakan segala kemampuan dan cara untuk mengikat seluruh domba agar selalu dalam satu kawanan.
Tetapi, pada akhirnya, masing-masing domba dijadikan tumbal atau korban keganasan. Gemba palsu tidak pernah tertarik pada damai sejahtera yang harus dimiliki para domba.
Mereka hanya tertarik pada apa yang dapat dieksploitasi dari domba-domba yang dipercayakan kepada mereka.
Dari domba dapat direguk dan dieksploitasi bulu dan daging. Uang atau kenikmatan hidup dapat dikeruk dari domba. Maka, bila bahaya mengancam para domba, mereka lari menyelamatkan diri.
Yesus memberi tolok ukur yang jelas untuk membedakan mana gembala sejati atau pencuri dan perampok. Gembala sejati selalu mempertahankan hidup domba-domba yang dipercayakan padanya.
Ia tidak akan membiarkan satupun dari mereka binasa, “Dari mereka yang Engkau serahkan kepada-Ku, tidak seorangpun yang Kubiarkan binasa.” (Yoh. 18:9).
Pada para domba, Ia memberi mereka hidup, bahkan berkelimpahan (Yoh. 10:10), “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” Ego veni, ut vitam habeant et abundantius habeant.
Maka, masuk melalui pintu berarti meneladan sikap Yesus : mempertahankan hidup seluruh kawanan dombaNya. Yesus mengajak anda dan saya mengambil prakarsa untuk bertindak seperti-Nya: menjaga dan memberi hidup.
Katekese
Rumput yang hijau dan air yang jernih. Santo Augustinus, Uskup Hippo, 354-430:
“Padang rumput yang baik selalu disediakan oleh Gembala yang baik ini bagi kalian. Di tempat itu Ia menggembalakan dan menjaga kalian. Di sana tidak ada banyak jenis rerumputan dan tanaman yang hijau. Tetapi beberapa di antaranya manis terasa. Yang lain sangat pahit. Karena musim-musin selalu berganti. Kadang tersedia, lain kali tidak.
Padang rumput kalian adalah sabda Allah dan perintah-perintah-Nya. Mereka telah ditaburkan sebagai rerumputan yang manis. Padang rumput ini telah dirasakan oleh manusia yang selalu berkata pada Allah, “Betapa manisnya sabda-Mu terasa di lidahku, jauh lebih enak dari pada madu dan sarang madu di mulutku.” (dikutip dari Sermon 366,3,1)
Oratio-Missio
- Tuhan, Engkau selalu membimbingku di jalan kebenaran, damai sejahtera dan keselamatan. Semoga aku tidak pernah ragu atas pemeliharaan-Mu atau menyesatkan diri dari jalan-Mu. Amin.
- Siapakah aku: gembala atau pencuri atau perampok?
Ego veni, ut vitam habeant et abundantius habeant – Ioannem 10:10