Lectio Divina 26.07.2022 – Buka Mata, Buka Telinga

0
418 views
Buka mata, buka telinga. Membuka telinga by Couleur.

Selasa. Hari Biasa. Pekan Biasa XVII. Pengingatan Wajib Santo Yoakim dan Santa Ana (P)

  • Sir. 44:1.10-15.
  • Mzm. 132:11.13-14.17-18.
  • Mat. 13:16-17.

Lectio

16 Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. 17 Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.

Meditatio-Exegese

Bangsa-bangsa bercerita tentang kebijaksanaannya, dan pujian mereka diwartakan jemaah

Tak selalu pengaruh budaya asing menjadikan hidup lebih bermartabat dan manusiawi. Yesus Ben Sirakh, penulis ini menjadi saksi bahwa budaya Hellenis, Yunani, memporak porandakan umat Israel, terutama kaum muda, dua ratus tahun sebelum Yesus Kristus lahir.

Budaya asing itu menjauhkan umat dari kesetiaan kepada Perjanjian Sinai. Tekanan makin berat beberapa tahun kemudian saat Wangsa Seleukid dari wilayah Siria menguasai dan menjajah seluruh Israel. Budaya Helenis dipaksakan. Yang menentang dihukum mati, seperti dikisahkan dalam 1 dan 2 Makabe.

Menggunakan gaya sastra kebijaksanaan, Yesus Ben Sirakh mengajar kaum muda dan seluruh umat beriman untuk tekun pada iman akan Yahwe dan setia pada Perjanjian Sinai. Mereka yang setia pada Hukum Tuhan “meninggalkan nama yang harum, dan masih terus dibicarakan dengan hormat.” (Sir. 44:8; bdk. 41:12-13).

 Sebaliknya, yang tidak setia dan jahat “tidak diingat lagi, melainkan lenyap seolah-olah tidak pernah ada, tidak pernah dilahirkan.” (Sir. 44:9; cf. 41:11).

Nama harum itu tak hanya diwariskan pada para ahli waris dalam lingkup keluarga secara turun temurun (Sir. 44:1011; bdk. 23:25-26). Tetapi juga bangsa-bangsa akan mengenang dan membicarakannya dan jemaat memujinya tanpa henti (Sir. 44:14-15; bdk. 39:10-11). Namun, kehormatan itu hanya berasal dari kemuliaan Allah, bukan dari jasa manusia (bdk. Sir. 44:2).

Pengajaran Yesus Ben Sirakh diteruskan oleh Gereja Katolik. Gereja menghormati para kudus yang selalu setia pada Allah dan Gereja-Nya. “Engkau dimuliakan dalam kalangan para Kudusmu, dan dengan memahkotai perbuatan baik mereka, Engkau menyempurnakan anugerahanugerah-Mu sendiri.

Enggkau melimpahkan bagi kami cara hidup mereka sebagai teladan, persekutuan dengan mereka sebagai persaudaraan dan doa mereka sebagai pertolongan.

Maka, dikuatkan oleh saksi yang tak terbilang banyaknya, kami dapat berlari memenangkan perlombaan yang diwajibkan, dan bersama mereka, kami memperoleh mahkota kemuliaan abadi, dengan pengantaraan Kristus, Tuhan Kami.” (Tata Perayaan Ekaristi, Prefasi I, Para Kudus; bdk. Katekismus Gereja Katolik, 828).

Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat

Nabi Yesaya, yang hidup 700 tahun sebelum Kristus, menyatakan bahwa bangsa Israel dihukum Allah karena ketidak percayaan mereka pada-Nya. Mereka mengeraskan hati dan menolak setiap kehendak Allah yang diwartakan para nabi. 

Penghukuman diwujudkan dalam bentuk hati yang membatu, sikap batin untuk tidak mau mendengarkan dan memahami suara Allah.

Penghukuman nampaknya kejam hingga tumbuh kesadaran bahwa bangsa itu memiliki pengungsian, imam, nabi dan kitab-kitab suci selama berabad-abad. Namun, dosa dan pemberontakan telah menjauhkan kedekatan mereka dari Allah lebih dari pada para leluhur mereka.

Akhirnya, Allah membiarkan mereka. Ia berhenti berkarya dalam hati mereka melalui Roh Kudus untuk menyingkapkan kebenaran. Mereka menempuh jalan mereka sendiri. Jalan itu adalah jalan untuk menolak sabda-Nya melalui para nabi.

Sikap batin yang selalu menolak Allah menjadi pembenar ketika para nabi dan pemazmur berseru, “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!”  (Yes 55:6). Maka, Allah menolak ditemui saat umat-Nya memberontak melawan Dia.  

Pada saat Yesus mewartakan Kerajaan Allah, pesan Nabi Yesaya mendapatkan kepenuhan makna. Umat yang telah mendengar pengajaran dan pewartaan Yesus mempertanyakan makna tanda heran karya-Nya. Mereka menuduh Ia bekerja atas nama penghulu setan dan menolak sabda-Nya.

Nalar mereka mungkin mampu memahami perumpamaan dan ajaran Yesus. Tetapi, sikap batin sudah tidak percaya dan menolak-Nya. Mereka meyakini bahwa kristus, mesias, yang diurapi harus mengalahkan musuh dan penjajah serta memulihkan kerajaan Daud. Sedangkan Kristus, Sang Juruselamat sejati, yang hadir di tengah mereka, tidak dianggap sama sekali.

Sikap batin para murid berlainan dengan kebanyakan orang Yahudi. Mereka menyaksikan hidup dan pewartaan-Nya, tetapi tidak mau percaya pada-Nya. Para murid disebut berbahagia, μακαριοι, makarioi, dari μακαριος, makarios, sebab mereka percaya pada-Nya.

Para murid membuka diri untuk menerima anugerah-Nya. Mereka membuka hati untuk mengenali-Nya sebagai Mesias, Kristus yang diurapi dan menerima pengajaran-Nya. Sama seperti para murid-Nya, yang mengimani dan menjadikan-Nya pusat hidup pasti berbagia.

Ungkapan ‘mata melihat dan telinga mendengar’ selalu berbakna: percaya pada-Nya. Maka, Yesus bersabda, (Mat. 13:16), “Berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.”, Beati oculi, quia vident, et aures vestrae, quia audiunt.

Katekese

Para kudus yang meneguhkan dan mendampingi kita. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936

“Surat kepada orang-orang Ibrani menyajikan sejumlah kesaksian  yang mendorong kita untuk “berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” (Ibr. 12:1). Surat tersebut berbicara

tentang Abraham, Sara, Musa, Gideon dan lainnya (lih. Ibr. 11:1-12:3), dan terutama kita diajak untuk menyadari bahwa kita “dikelilingi oleh banyak saksi.” (Ibr. 12:1) yang mendorong kita untuk tidak berhenti

sepanjang perjalanan, untuk terus berjalan menuju tujuan tersebut.

Di antara para saksi itu bisa jadi adalah ibu kita sendiri, para nenek kita dan orang-orang dekat kita (lih. 2Tim. 1:5). Barangkali kehidupan mereka memang tidak selalu sempurna, akan tetapi, juga di tengah ketidak sempurnaan dan kegagalan, mereka terus maju dan mereka berkenan kepada Allah.” (Seruan Apostolik Bersukacita dan Bergembiralah, Gaudete Et Exultate, 3).

Oratio-Missio

Tuhan, ajarilah aku untuk menghormati orang tuaku, meneladan kemurahan hati leluhurku. Jagalah mereka dengan rahmat yang dibutuhkan di usia tua mereka. Dan berilah mereka damai saat menghadap hadirat-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak memberontak melawan Allah?

Amen quippe dico vobis: Multi prophetae et iusti cupierunt videre, quae videtis, et non viderunt, et audire, quae auditis, et non audierunt! – Matthaeum 13:17

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here