Lectio Divina 27.02.2024 – Berhenti Berbuat Jahat, Lakukan yang Baik

0
55 views
Yang terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, by Vatican News

Selasa. Minggu Prapaskah II, Hari Biasa (U)

  • Yes. 1:10.16-20
  • Mzm. 50:8-9.16bc-17.21.23  
  • Mat. 23:1-12

Lectio

1 Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: 2 “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. 3 Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

4 Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 5 Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; 6 mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; 7 mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

8 Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. 9 Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di surga.

10 Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. 11 Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. 12 Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Meditatio-Exegese

Dengarlah firman Tuhan, hai pemimpin-pemimpin

Umat Allah jatuh dalam kemerosotan moral yang amat parah. Mereka mengingkari Perjanjian Sinai dan melupakan Allah. Tetapi Allah membangkitkan juru bicara-Nya, Nabi Yesaya, untuk menunjukkan kerahiman dan belas kasih-Nya.

Sang nabi lahir di Yerusalem dan dipanggil menjadi nabi sekitar tahun 740 SM pada pada saat raja Uzia wafat. Ia berkarya pada masa pemerintahan raja Yotam, Ahas dan Hizkia. Selama 40 tahun berkarya, sang nabi menyaksikan kemakmuran Yehuda, kehancuran Kerajaan Utara dan, akhirnya, kehancuran Yehuda.

Di balik kemakmuran ekonomi, ternyata para pemimpin Yehuda berperilaku munafik. Raja Uzia tidak menghancurkan bukit-bukit pengurbanan dan membiarkan umat membakar kurban di situ (2Raj. 15:4).

Tidak hanya itu, mereka beribadat pada Yahwe, Allah Israel, tetapi hati mereka tidak berpaut padaNya. Ibadat mereka palsu.

Kepada mereka, Yesaya mengecam keras dan menyamakan mereka dengan Sodom dan Gomora. Tidak ada ungkapan lain yang lebih sarkastis daripada ungkapan: manusia Sodom dan manusia Gomora (Yes. 1:10; Kej. 19:1-29).

Di balik ungkapan yang sangat kasar, Yesaya menyerukan pertobatan dan mewartakan kelembutan hati Allah. Ia mengampuni siapa pun yang mendengarkan dan melaksanakan kehendak-Nya. 

“Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba. Jika kamu menurut dan mau mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu. Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang.” (Yes. 1:18-20).

Wujud nyata dari tobat adalah perbuatan nyata, bukan rumusan doa atau mantra tobat. “Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku.

Berhentilah berbuat jahat,  belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!” (Yes. 1:16-17).

Mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya

Pada saat Yesus mengawali karya pelanan-Nya, ahli Taurat dan orang Farisi dari Yerusalem mengamat-amati-Nya (Mrk. 3:22; 7:1). Mereka terusik oleh pengajaran Yesus dan inilah tuduhan mereka: Ia kerasukan setan (Mrk. 3:22). Setelah itu perselisihan terus berkembang hingga akhir masa pelayanan Yesus.

Akar perselihan antara Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi adalah kecaman-Nya “mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Mat. 23:3). Yesus mengakui kewenangan mengajar ahli Taurat dan kaum Farisi.

Sabda-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu.” (Mat. 23:2-3).  Berarti apa yang mereka ajarkan berisi kebaikan dan bertujuan untuk kebaikan. 

Tetapi, yang baik itu menjadi keliru. Mereka tidak melakukannya.  Tidak melakukan apa yang diajarkan berarti munafik. Yesus menggambarkan dengan lugas, “Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 

Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.” (Mat. 23:4-7).

Kecaman Yesus menampar dan meruntuhkan harga diri mereka ke tinggkat yang serendah-rendahnya. Tidak tahu malu, mereka suka masuk ke rumah para janda dan berdoa panjang-panjang demi sekeping-dua keping uang (Mrk. 12:40).

Bapa dan Pemimpinmu

Kamu semua adalah saudara (Mat. 23:8). Komunitas yang mengimani Yesus Kristus memandang seluruh anggota sebagai saudara.

Namun, dalam menghayati hidup bersama dalam komunitas, Yesus mengingatkan setiap anggota untuk bertindak tepat. Setiap anggota tidak diperkenankan menjadikan komunitas sebagai alat untuk mencari dan mendapatkan popularitas diri sendiri.

Masing-masing tidak boleh menyebut diri sebagai guru atau pemimpin. Yang menjadi Guru adalah Allah Bapa di surga. Yang menjadi Pemimpin adalah Yesus Kristus.

Dan masing-masing pribadi semua adalah saudara. Masing-masing saling melayani, karena dasar persaudaraan di antara seluruh anggota adalah Allah, Bapa kita.

Dalam persaudaraan ini berlaku prinsip yang harus terus digemakan: Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Mat. 23: 11-12;  Mrk. 10, 43; Luk. 14, 11; 18, 14).

Katekese

Siapakah yang sombong itu? Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:

“Siapakah yang sombong itu? Mereka adalah siapa saja yang tidak mau mengampuni dan mengakukan dosa mereka untuk disembuhkan melalui kerendahan hati. Siapakah yang sombong itu? Mereka adalah siapa saja yang menyematkan beberapa penanda kebaikan yang seolah mereka miliki dan berusaha mengabaikan belas kasih Allah.

Siapakah yang sombong? Mereka adalah siapa saja, seraya membanggakan di hadapan Allah perbuatan baik yang mereka lakukan, merendahkahkan orang lain, karena tidak melakukan perbuatan baik dan meninggikan diri di atas sesama.” (Commentary on Psalm 93, 15)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau telah menjadi hamba demi diriku agar aku bebas dari belenggu kesombongan dan mementingkan diri sendiri. Ajarilah aku untuk menjadi rendah hati seperti Engkau dan mengasihi serta melayani sesama dengan murah hati. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mewujudkan-nyatakan pertobatanku dan menjadi rendah hati?

Qui maior est vestrum, erit minister vester – Matthaeum 23:11

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here