Home BERITA Lectio Divina 27.05.2022 – Dukacita Sirna

Lectio Divina 27.05.2022 – Dukacita Sirna

0
Ilustrasi: Sukacita setelah melahirkan by John Hopkins Medicine.

Jumat. Hari Biasa Pekan Paskah VI (P)

  • Kis. 18:9-18.
  • Mzm. 47:2-3.4-5.6-7.
  • Yoh. 16:20-23a.

Lectio

20 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita. 21 Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.

22 Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu. 23 Dan pada hari itu kamu tidak akan menanyakan apa-apa kepada-Ku.

Meditatio-Exegese

Kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita

Yesus menegaskan sepanjang jaman para murid akan mengalami kesulitan seperti yang dialami-Nya dalam melaksanakan tugas perutusan dan menjadi saksi-Nya.

Ia bersabda (Yoh. 16:20), “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita”, Amen, amen dico vobis quia plorabitis et flebitis vos, mundus autem gaudebit; vos contristabimini, sed tristitia vestra vertetur in gaudium

Rumus Amen, amen dico vobis, sesungguhnya, dalam tradisi biblis hanya digunakan oleh Yesus, Sang Amin. Maka, saat bersabda, Ia bersabda seperti Allah, Bapa-Nya, bukan kuasa seperti ahli taurat dan ahli kitab (bdk. Mat. 7:29; Mrk. 1:22).

Yesus melukiskan mereka akan mengalami plorabitis, tangisan; flebitis, ratapan; dan tristitia, duka cita. Tetapi seluruh pengalaman pahit itu akan diubah menjadi manis.

Tangisan, ratapan dan duka cita dialami oleh jemaat yang dibina Santo Yohanes di Asia Kecil, sekarang Turki. Mereka hidup dalam situasi pahit karena pengejaran dan penindasan yang menyebabkan kesedihan.

Para rasul telah mengajarkan bahwa Yesus akan kembali. Tetapi ‘parousia’, kedatangan-Nya kembali yang penuh kemuliaan tidak segera nampak tanda-tandanya.

Sebaliknya, pengejaran dan penindasan makin menjadi-jadi. Beberapa orang menjadi kurang sabar dan tidak tahan menanggung derita, sehingga muncul pertanyaan, “Sampai kapan?” (bdk. 2Tes. 2: 1-5; 2Ptr. 3: 8-9).

Beberapa yang lain dengan gagah berani menanggung penderitaan, ketika tahu dan sadar bahwa itulah cara dan syarat untuk meraih sukacita sejati.

Maka, walau menghadapi maut, orang-orang ini menatap kematian dengan gagah berani. Inilah alasan mengapa Yohanes menggambarkan seperti derita perempuan yang mau melahirkan anak.

Perempuan berdukacita, sesudah melahirkan anaknya, tidak ingat lagi akan penderitaannya

Dalam membina jemaat yang sedang mengalami pengejaran, penyiksaan, bahkan pembunuhan, Santo Yohanes menggunakan perumpamaan seorang perempuan yang berjuang mengatasi kesakitan ketika melahirkan.

Seluruh penderitaan akan hilang dan diganti dengan suka cita, ketika ia mendengarkan tangisan anaknya yang baru lahir.

“Seorang perempuan berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.” (Yoh 16:21). Tiap ibu yang pernah melahirkan pasti mengerti pengalaman ini.

Derita memang menyakitkan, sering tak tertanggungkan, tetapi mereka menanggungnya, karena menyadari bahwa derita mereka menjadi sumber hidup baru.

Maka, penderitaan karena dikejar-kejar, dipenjara, diadili, disiksa, bahkan, dibunuh karena Yesus Kristus, harus dihayati dalam terang sengsara, wafat dan kebangkitanNya. 

Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorangpun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu

Ketika hari kemenangan datang, saat bersua dengan Yesus Kristus dalam kemuliaan-Nya, kita tidak akan bertanya lagi. Saat itulah suka cita mencapai kepenuhannya.

Kepastian ini memberi harapan baru dan suka cita pada jemaat yang letih mengalami penyiksaan, derita dan, bahkan, kematian karena iman. Derita karena iman, seperti kata seorang pujangga, “Menyakitkan, tetapi aku terus bernyanyi.”

Sedangkan Santo Yohanes dari Salib berkata, “Di malam yang gulita; membara dan merayu kar’na cinta; – betapa beruntung;  Aku tak kelihatan; Keluar, dan rumahku sudah tenang.”

Ungkapan ini menyingkapkan pada saat kedatangan Kerajaan Allah semua menjadi terang. Dalam cahaya Allah kita tidak perlu bertanya-tanya lagi. Sudah cukuplah untuk bersatu dengan Sang Terang. 

Katekese

Alleluia menjadi seluruh suka citamu. Santo  Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430 

“Saya yakin saya tak akan lelah mengingatkan kalian jika saya menyebutkan apa yang telah kalian kenal. Setiap hari kita berseru ALLELUIA  dan kita mengulanginya dengan suka cita. Karena kalian tahu bahwa ALLELUIA bermakna “Pujilah Allah”.

Melalui ungkapan ini, dalam kesatuan lisan dan budi, kita saling berseru untuk memuji Allah. Sebaliknya, siapa pun yang tak pernah menyenangkan hati Allah tak akan pernah memuji-Nya dengan tulus.

Terlebih, dalam masa peziarahan, kita  berseru ALLELUIA untuk saling menghibur dalam perjalanan. ALLELUIA selalu menjadi madah bagi peziarah, seperti kita.

Tetapi, setelah kita berjerih lelah melalui negeri yang damai di mana seluruh kegiatan kita kesampingkan dan tiada apapun yang dikerjakan, kita hanya menyisakan hanya  satu ungkapan: ALLELUIA.

Marilah kita bermadah sekarang, bukan untuk bersenang-senang karena damai, tetapi penghiburan atas kerja keras kita. Madah bagi peziarah biasa dilakukan selama perjalanan. Nikmati pekerjaan kalian dengan bernyanyi. Jangan menyukai menganggur. Teruslah bermadah, teruslah bergerak maju … .

Jika kalian maju, majulah dalam kesejahteraan; majulah dalam iman yang kokoh; majulah dalam perbuatan baik. Teruslah bermadah dan teruslah maju.

Sementara kita di sini, teruslah bermadah ALLELUIA walaupun kita direpotkan oleh pelbagai perkara, sehingga di masa depan kelak, kita diijinkan bermadah di sana, di sorga, dalam keheningan. Setelah kerja keras di dunia ini, pasti ada madah yang diulang tanpa henti : ALLELUIA

Tiga kali ALLELUIA akan menjadi makanan kita. ALLELUIA akan menjadi minuman kita. ALLELUIA akan menjadi tindakan damai kita. ALLELUIA akan menjadi  suka cita kita yang penuh.” (Sermon 255 (1); Sermon 256 (1 and 3); Sermon 252 (9))  

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah kami dengan Roh Kudus-Mu agar kami memancarkan suka cita kebangkitan dan menghayati kebenaran bahwa kasih-Mu mengalahkan dosa dan maut. Amin.

  • Tantangan:  Jadilah saksi Kristus hingga akhir jaman. 

Amen, amen dico vobis quia plorabitis et flebitis vos, mundus autem gaudebit; vos contristabimini, sed tristitia vestra vertetur in gaudium – Ioannem 16:20

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version