Home BERITA Lectio Divina 27.1.2025 – Jangan Menghujat Roh Kudus

Lectio Divina 27.1.2025 – Jangan Menghujat Roh Kudus

0
18 views
Yesus berdebat dengan kaum Farisi, by Anthony van Dyck

Senin. Minggu III, Hari Biasa (H)

  • Ibr. 9: 15.24-28
  • Mzm. 98:1.2-3ab.3cd-4.5-6
  • Mrk. 3:22-30

Lectio

22 Ahli-ahli Taurat yang datang dari Yerusalem berkata, “Ia kerasukan Beelzebul,” dan, “Dengan kuasa pemimpin setan Ia mengusir setan.” 23 Yesus memanggil mereka, lalu berkata kepada mereka dalam perumpamaan, “Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis?

24 Jika suatu kerajaan terpecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, 25 dan jika suatu rumah tangga terpecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan. 26 Demikian juga kalau Iblis berontak melawan dirinya sendiri dan kalau ia terpecah, ia tidak dapat bertahan, melainkan sudah tiba kesudahannya.

27 Tetapi, tidak seorangpun dapat memasuki rumah seorang yang kuat untuk merampas harta bendanya apabila ia tidak lebih dahulu mengikat orang kuat itu. Sesudah itu barulah dapat ia merampok rumahnya. 28 Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan.

29 Namun, siapa saja yang menghujat Roh Kudus tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” 30 Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat.

Meditatio-Exegese

Ahli Taurat datang dari Yerusalem

Yesus tidak hanya menghadapi penentangan yang makin meningkat dari para pemuka agama, tetapi juga dari keluarga di Nazaret. Penulis Injil secara cerdik menyisipkan perselisihan antara para Ahli Taurat dengan Yesus di antara kisah keinginan keluarga-Nya untuk mencerabut Yesus dari pelayanan-Nya (Mrk. 3:20-21; 3:31-35).

Para ahli Taurat datang dari Yerusalem. Mereka pasti orang penting dan pandai di pusat agama Yahudi. Tradisi alkitabiah menyatakan bahwa orang yang pergi dari Yerusalem ke tempat lain disebut sebagai gerak “turun” (bdk. Luk. 10:30).

Pasti ajaran dan tindakan Yesus menarik minat mereka untuk menyelidiki, sehingga rela menempuh jalan darat sejauh 150 km dari Yerusalem ke Kapernaum. Begitu bertemu dengan Yesus, mereka tidak melakukan wawancara terlebih dahulu untuk mendalami rasionalitas ajaran Yesus.

Mereka langsung menjatuhkan tuduhan (Mrk. 3:22), “Ia kerasukan Beelzebul,” dan “Dengan kuasa pemimpin setan Ia mengusir setan.”, Beelzebul habet ” et: “ In principe daemonum eicit daemonia.

Digunakan kata Yunani βεελζεβουλ, Beelzeboul, dalam Latin Vulgata: Beelzebub, bermakna: pemimpin para setan. Dewa ini sama dengan sebutan dewa Baal atau dewa lalat atau dewa tinja (Jawa: lethong).

Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis?

Raja Ahazia, Raja Samaria, ketika sakit karena jatuh dari kisi-kisi kamar atas, mengutus utusan untuk bertanya kepada Baal-Zebub (tuan rumah, dewa lalat, Baal), dewa yang disembah di Ekron. Ia ingin tahu kapan ia sembuh (1Raj. 1:2).

Namun, Allah bersabda melalui mulut Nabi Elia, “Apakah tidak ada Allah di Israel, sehingga engkau menyuruh meminta petunjuk kepada Baal-Zebub, ilah di Ekron? Sebab itu engkau tidak akan turun lagi dari tempat tidur di mana engkau berbaring, sebab engkau pasti akan mati.” (2Raj. 1:6).

Baal-Zebub telah menggantikan posisi Allah, yang seharusnya disembah. Lama-lama dewa bangsa asing ini dijadikan lambang kejahatan, bahkan menjadi nama diri Pemimpin Setan, dengan banyak wajah dan nama.

Yesus menanggapi tuduhan para ahli Taurat dengan tiga lapis perumpamaan (bdk. Mat. 12:29; Luk. 11:21-22). Ia menggunakan perbandingan untuk menangkis tuduhan kalau Ia mengusir setan dengan kuasa Penghulu Setan.

Santo Cyrilus dari Alexandria, Bapa Gereja abad ke-5, menjelaskan tanggapan Yesus, “Kerajaan dibangun atas dasar kesetiaan setiap warga dan ketaatan mereka terhadap kedaulatan raja. Rumahtangga berdiri kokoh jika setiap penghuninya dengan cara apa pun tidak memiliki niat untuk menghancurkannya. Sebaliknya, masing-masing saling sepakat dalam setiap kehendak dan perilaku.

Saya kira prinsip pembangunan ini juga berlaku bagi Beelzebul, karena ia memastikan tidak ada satu pun yang menentangnya. Lalu, bagaimana mungkin setan mengusir setan? Maka yang sebenarnya terjadi adalah setan tidak pernah meninggalkan manusia karena kehendaknya sendiri, tetapi diusir secara paksa.

Sabda-Nya, “Bagaimana Iblis dapat mengusir Iblis?” Ia tidak akan mempermalukan hambanya sendiri. Ia juga tidak akan membiarkan dirinya sendiri melukai mereka yang memanggul senjatanya.  

Sebaliknya, ia membantu kerajaannya tegak berdiri. “Kamu harus mengerti bahwa aku menghancurkan setan dengan kuasa illahi.” (Commentary on Luke, Homily 80).

Apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun

Tentang dosa atas penghujatan pada Roh Kudus, Gereja mengajar, “Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, tetapi bersalah karena berbuat dosa kekal.” (Mrk 3:29; bdk. Mat 12:32; Luk 12:10).

Kerahiman Allah tidak mengenal batas; tetapi siapa yang dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah melalui penyesalan, ia menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus (Bdk. DeV 46).

Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi.” (Katekismus Gereja Katolik,1864)

Maka, sabda-Nya (Mrk. 3:29), “Apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.”, Qui autem blasphemaverit in Spiritum Sanctum, non habet remissionem in aeternum, sed reus est aeterni delicti.

Katekese

Dosa melawan Roh Kudus. Santo Paus Yohanes Paulus II, 18 Mei 1920-2 April 2005:

“Santo Markus menulis: Namun, siapa saja yang menghujat Roh Kudus tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.” (Mrk. 3:29).

Kemudian, Santo Lukas juga menulis: Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni. Namun, siapa saja yang menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” (Luk. 12:10).

Mengapa menghujat Roh Kudus tidak dapat diampuni? Bagaimana penghujatan ini dipahami? Santo Thomas Aquinas menanggapi pertanyaan ini bahwa penghujatan merupakan suatu pertanyaan hakiki tentang dosa, yakni “tak dapat diampuni karena kodratnya, sebab dosa itu menghilangkan seluruh unsur yang memungkin pengampunan dosa terjadi.”

Menurut suatu tafsir, ‘penghujatan’ tidak melulu mancakup penghujatan terhadap-Nya melalui kata-kata. Menghujat Roh Kudus terlebih merupakan penolakan atas keselamatan yang ditawarkan Allah pada manusia melalui Roh Kudus, yang berkarya melalui daya kuasa Salib […]

Menghujat Roh Kudus adalah dosa yang dilakukan orang yang mengaku diri memiliki hak untuk terus hidup dengan setan dan dosa; dan dengan demikian ia menolak Penebusan. Jika orang yang mengikatkan diri pada dosa, ia tidak mungkin menemukan jalan untuk bertobat.

Maka, ia tidak mungkin memperoleh anugerah penebusan dosa. Terlebih, ia menganggap bahwa Penebusan tidak hakiki atau tidak penting dalam hidup manusia.” (Ensiklik Dominum et Vivificatem, 46).

Oratio-Missio

Tuhan, bersemayamlah di hatiku dan menjadi Tuan atas hatiku. Semoga aku selalu setia pada jalan yang Engkau tunjukkan pada-Ku. Amin.           

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk menolak “kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat?” (bdk. Yes 5:20)

Qui autem blasphemaverit in Spiritum Sanctum, non habet remissionem in aeternum, sed reus est aeterni delicti – Marcum 3:29

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here