Home BERITA Lectio Divina 27.9.2024 – Tak Seperti Yang Dibayangkan

Lectio Divina 27.9.2024 – Tak Seperti Yang Dibayangkan

0
11 views
Anak Manusia harus menanggung banyak derita, by Vatican News

Jumat. Perayaan Wajib Santo Vinsensius a Paulo (P)

  • Pkh 3:1-11
  • Mzm 144:1a.2abc.3-4
  • Luk 9:18-22

Lectio

18 Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: “Kata orang banyak, siapakah Aku ini?” 19 Jawab mereka: “Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.”

20 Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Jawab Petrus: “Mesias dari Allah.” 21 Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapapun.

22 Dan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh Tua-tua, Imam-imam kepala dan Ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.”

Meditatio-Exegese

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya

Setelah membandingkan kesia-siaan dengan peristiwa alamiah (Pkh. 1:5-9),  sang guru kebijaksanaan beralih ke peristiwa tetap yang terjadi dalam perputaran masa hidup manusia. Masa yang terus menerus berputar dan tak mampu dikendalikannya.

Seru guru kebijaksanaan (Pkh. 3:1), “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.”,  Omnia tempus habent,et momentum suum cuique negotio sub caelo.

Guru kebijaksanaan mengenali pasangan masa dalam hidup sehari-hari. Dua pasang yang terdiri dari tujuh masa, dalam tradisi Yahudi dipandang sebagai kepenuhan, yang mencakup seluruh tahap dan tugas hidup manusia, yang dimulai dari kelahiran dan kematian.

Pengkhotbah sadar bahwa tiap manusia yang lahir pasti akan mati. Kematian seolah membatalkan seluruh jerih payah dan hanya menimbulkan tanya, “Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?” (Pkh. 3:9)

Sepanjang perjalanan yang berakhir pada kematian, yang datang dengan cara dan saat tak terduga, guru kebijaksaan hanya menjumpai Allah yang diam dan membisu. Katanya (Pkh. 3:10), “Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.”, Vidi occupationem, quam dedit Deus filiis hominum, ut occuparentur in ea.

Dihadapkan pada kematian dan kesulitan untuk menyelami pikiran dan kehendak Allah yang tak terperi, sang guru hanya bisa bergumam, “Manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pkh. 3:11). Selain kematian, ia tak mampu memahami Allah.

Walau manusia tidak mampu menyelami karya-Nya, Allah selalu mengajak manusia mengarahkan perjalanan hidupnya ke kekekalan (Pkh. 3:11). Panggilan itu ditanamkan-Nya di dalam hati tiap pribadi.

Dalam perjalanan itu, Ia mengundang tiap pribadi untuk menikmati sukacita yang dianugerahkan pada setiap peristiwa (Pkh. 3:12-13). Momentum sukacita sejenak mengingatkan akan kesementaraan dan kerinduan akan keabadian yang akan mencapai kepenuhannya kelak.

Kerinduan tiap pribadi dikuatkan oleh penulis Surat Kepada Orang Ibrani, “Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; kita mencari kota yang akan datang.” (Ibr. 13:14).

Maka, tiap pribadi mengambil langkah menapaki peziarahan menuju kota yang akan datang, karena tidak memiliki tempat tinggal tetap di sini. Tujuan hidup selalu melampaui hidup itu sendiri.

Tidak pribadi tidak boleh merasa takut dan gentar menghadapi seluruh halangan dan rintangan. Ia bersabda (Pkh. 3:11), “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.”, Cuncta fecit bona in tempore suo.

Yesus berdoa seorang diri

Siapakah Yesus? Pertanyaan ini meneruskan pertanyaan Herodes Antipas (Luk. 9:9),  Siapa gerangan Dia ini?”, quis autem est iste? 

Namun, sebelum Yesus bertanya pada para murid tentang siapa jatidiri-Nya, Ia terlebih dahulu berdoa. Ia selalu berdoa sebelum menghadapi peristiwa penting dalam hidup-Nya.

Dalam peristiwa-peristiwa penting itu, Yesus menegaskan kembali tugas perutusan-Nya (Yoh. 4:34), “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”, Meus cibus est, ut faciam voluntatem eius, qui misit me, et ut perficiam opus eius.

Yesus selalu berdoa terlebih dahulu saat menghadapi peristiwa penting dan menentukan. Ia berdoa sebelum pembaptisan (Luk. 3:21). Selama 40 hari di gurun, ketika Ia menghadapi dan mengalahkan godaan setan (Luk. 4:1-13).

Yesus berdoa sebelum memilih dua belas rasul (Luk. 6:12), saat berubah rupa, bersama Musa dan Elia, dan berbincang tentang sengsara yang akan ditanggung-Nya di Yerusalem (Luk. 9:29).

Di Taman Zaitun Ia berdoa saat jiwa-Nya terguncang luar biasa sebelum ditangkap serdadu suruhan Imam Agung (Luk. 22:39-46). Di salib, Ia memohon pengampunan untuk para serdadu yang menyiksa dan membunuh-Nya (Luk. 23:34). Dan Ia menyerahkan nyawa-Nya kepada Allah (Luk. 23:46).

Menurut kamu, siapakah Aku ini?

Inilah pertanyaan yang harus dijawab setiap murid Yesus (Luk. 9:20), “Menurut kamu, siapakah Aku ini?”, Vos autem quem me esse dicitis? 

Mata iman ditantang untuk terus menerus menemukan jawaban. Yesus menghendaki jawaban pribadi, bukan menurut orang banyak. Mewakili para rasul, Petrus mengakui Yesus sebagai, “Mesias dari Allah”.

Ia disucikan oleh Bapa dan diutus ke dunia untuk menebus manusia yang jatuh dalam perbudakan dosa dan terhempas dari hidup abadi bersama Allah (Luk. 9:20, Kis. 2:14-36). kata Ibrani Mesias  berpadanan kata dengan kata Yunani, Christos, bermakna: Yang Diurapi.

Yesus melarang mereka dengan keras memberitahukan identitas-Nya. Santo Cyrilus dari Alexandria (376-444) menjelaskan, “Beberapa hal belum terpenuhi sehingga tidak bisa mewartakan-Nya dengan utuh. Mereka harus mewartakan salib, penderitaan dan kematian-Nya sebagai manusia.

Mereka harus mewartakan kebangkitan dari maut, agar tanda yang besar dan agung itu menjadi kesaksian bahwa Sang Emmanuel adalan Allah yang sejati dan Anak Allah Bapa. Ia benar-benar mengalahkan maut dan menghapus kehancuran karenanya.

Ia meluluh lantakkan neraka, dan menaklukkan kekuasaan musuh. Ia menghapus dosa dunia, membuka pintu yang menghubungkan penghuni surga, dan menyatukan bumi dengan surga. Hal inilah yang akan dibuktikan-Nya.

Maka Ia menyuruh mereka untuk menjaga misteri ini dalam diam untuk sementara waktu hingga seluruh rencana pelarangan itu berakhir pada saat yang tepat.” (Commentary on Luke, Homily 49)

Mesias dari Allah

Pada saat itu, semua orang mengharapkan kedatangan seorang Mesias, Pembebas yang diurapi. Tetapi masing-masing orang atau kelompok atau sekte keagamaan memiliki cara berpikir sendiri tentang Mesias.

Herodes Antipas, misalnya, mengira kalau Mesias sama dengan Yohanes Pembaptis yang bangkit dari kubur. Yang lain mengira ia adalah raja gagah perkasa. Yang lain lagi mengharapkan Mesias adalah seorang imam agung.

Kelompok berikut mengharapkan kedatangan Mesias sebagai pahlawan perang, penghancur kekuasaan penjajah Romawi. Kelompok lain lagi mengharapkan kedatangan Mesias sebagai nabi. Tiap pihak hendak mendesakkan pemahaman yang serupa dengan paham yang dianut Petrus: Mesias yang jaya dan perkasa.

Ia tidak memanggul salib, tetapi bendera kemenangan perang. Ia tak perlu menjadi raja di hati tiap muridnya. Ia tidak perlu membuka mata untuk melihat suka dan duka manusia, karena mereka telah nampak seperti jajaran pohon (bdk. Mrk. 8:24). 

Semua orang  melupakan nubuat Nabi Yesaya saat ia menubuatkan kedatangan Mesias, Hamba Allah yang menderita (Yes. 42:1-9). Tanpa salib, tak mungkin manusia mengenal Yesus dan makna mengikuti-Nya.

Menghayati panggilan sebagai Hamba Yahwe, Yesus setia pada jalan yang harus ditempuh-Nya, jalan salib, via crucis, dan tetap menyampaikan pemberitahuan kedua tentang sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.

Anak Manusia menanggung penderitaan dan ditolak, dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga

Sabda-Nya, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh Tua-tua, imam-imam kepala dan Ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk .9:22).

Mengenal Anak Manusia hanya dapat dilakukan melalui pengikatan pribadi dengan diri-Nya, berjalan bersama-Nya melalui jalan pelayanan, dari Galilea ke Yerusalem.

Jalan yang harus ditempuh selalu meminta untuk menyerahkan diri pada-Nya, mengosongkan diri sendiri, melayani, menanggung penentangan, karena tahu bahwa akan ada kebangkitan.

Salib bukan merupakan kebetulan. Jalan Salib merupakan ruas jalan yang harus dilalui. Jalan itu menuju kehidupan abadi.

Tetapi manusia bisa menempuh jalan lain. Ia memiliki kebebasan penuh untuk mengikuti pola pikir, pola rasa dan pola tindak yang berpusat pada diri sendiri. Saat menempuh jalannya sendiri, manusia mengabaikan kasih dan pelayanan

Ketika murid Yesus mengikuti jalan salib, ia mencurahkan kasih dan melayani-Nya. Siapa pun yang mengikuti jalan salib dan melayani sesama pasti mengalami gangguan dari mereka yang hidup terlekat pada kepentingan diri sendiri.

Jika murid Yesus bersaksi tentang kemenangan Yesus Kristus, ia harus memanggul salib dan mengikuti-Nya ke mana pun Ia menuntun. Supaya mampu memberitakan Kristus yang disalib (Kis. 5:30; 1Kor. 1:23), para murid perlu mengenal-Nya semakin dalam.

Cara untuk mengenal-Nya ditempuh melalui: Kitab Suci dan ajaran para Rasul serta pengganti mereka, ajaran Gereja, dan menyambut-Nya melalui sakramen, terutama Ekaristi. 

Katekese

Petrus mengakui Yesus sebagai Anak Allah yang diurapi dan Juru Selamat. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Kamu harus tahu pertanyaan yang menuntut jawaban cerdas ini. Yesus tidak segera bersabda, “Menurutmu siapakah Aku?” Ia mengacu pada pembicaraan orang banyak yang berada di luar komunitas iman yang Ia dirikan.

Kemudian, setelah menolak dan menunjukkan bahwa pengertian mereka tidak benar, Ia menarik para murid-Nya kembali kepada pemahaman yang benar. Ini terjadi demikian, ketika para murid berkata, “Beberapa mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.

Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Nah. Betapa kata ‘kamu’ memiliki makna penting. Ia membedakan para murid dari semua yang lain, seingga mereka dapat menghindari pemahaman yang dimiliki orang banyak.

Dengan cara ini, mereka tidak merenungkan gagasan yang tidak benar tentang-Nya atau  membingungkan diri dengan gagasan liar dan tak masuk akal. Kemudian mereka tidak juga membayangkan bahwa Yohanes telah dibangkitkan lagi dari mati, atau salah seorang dari para nabi.

“Kamu,” sabda-Nya, “yang telah dipilih, yang oleh ketetapan-Ku, telah dipanggil menjadi rasul, yang menjadi saksi karya-karya agung-Ku. Menurut kamu, siapakah Aku ini?” (Commentary On Luke, Homily 49).

Oratio-Missio

Tuhan, Aku percaya dan mengakui bahwa Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup. Ambillah hidupku, kehendakku, dan segala yang kupunya, agar aku sepenuh-penuhnya menjadi milik-Mu sekarang dan selamanya. Amin.

  • Sabda Tuhan (Luk 9:20), “Menurut kamu, siapakah Aku ini?”

Dixit autem illis, “Vos autem quem me esse dicitis?” Lucam 9:20 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here