Senin. Hari Biasa, Pekan Biasa VIII (H)
- 1Ptr. 1:3-9
- Mzm. 111:1-2.5-6.9.10c
- Mrk. 10:17-27
Lectio
17 Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya, datanglah seorang berlari-lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan-Nya ia bertanya: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” 18 Jawab Yesus: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja.
19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu.” 20 Lalu kata orang itu kepada-Nya: “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.”
21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”
22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. 23 Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
24 Murid-murid-Nya tercengang mendengar perkataan-Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. 25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
26 Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” 27 Yesus memandang mereka dan berkata: “Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah.”
Meditatio-Exegese
Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?
Perjumpaan Yesus dengan pemuda Yahudi itu begitu dramatik. Saat Yesus masih di tengah jalan, pemuda yang sangat saleh itu berlari-lari, menemui dan bertelut di hadapan-Nya. Ia mengajukan pertanyaan yang sangat serius. Ia ingin memperoleh hidup kekal, hidup abadi setelah kematian.
Ia bertanya (Mrk. 10:17), “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”, Magister bone, quid faciam ut vitam aeternam percipiam?
“Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain dari pada Allah saja,” sabda-Nya (Mrk 10:18), ketika Ia menantang iman pemuda itu. Bagi Yesus yang disebut baik hanyalah Allah.
Ia mengundang pemuda Yahudi itu menyadari kehadiran Allah yang maha baik. Kehadiran-Nya sering kali dilupakan dan, bahkan, diabaikan.
Yesus ternyata tidak menanyakan apakah pemuda itu melaksanakan perintah pertama hingga ketiga dari Dasa Perintah Allah. Yesus hanya menanyakan perintah tentang bagaimana memperlakukan dan menghormati hidup sesama manusia.
Sabda-Nya (Mrk. 10:19), “Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu.”, Praecepta nosti: ne occidas, ne adulteres, ne fureris, ne falsum testimonium dixeris, ne fraudem feceris, honora patrem tuum et matrem.
Menurut Yesus, manusia hanya dapat bergaul mesra dengan Allah bila ia mengenal dan memperlakukan sesamanya seperti dirinya sendiri. Pintu gerbang untuk bersatu dengan Allah adalah sesama manusia.
Semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku
Jawaban pemuda itu, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku.” pasti mengejutkan Yesus. Ia pasti mengikuti dengan teliti ajaran para guru agamanya yang berasal dari aliran Farisi.
Pada jaman itu, para Farisi mengajarkan bahwa orang dapat mewarisi hidup kekal apabila ia melakukan serangkaian petunjuk Hukum Taurat dan adat istiadat nenek moyang. Dan ternyata, semuanya telah ia penuhi. Tetapi, si pemuda yang sangat serius itu masih mengharapkan petunjuk Yesus.
Yesus kemudian melanjutkan sabda-Nya, “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mrk. 10:21).
Bagi Yesus, melaksanakan Hukum Tuhan hanya merupakan langkah pertama untuk masuk hidup abadi. Langkah berikut adalah menjadikan hidupnya sebagai persembahan bagi sesama.
Ia bersabda (Yoh 15:13), “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”, Maiorem hac dilectionem nemo habet, ut animam suam quis ponat pro amicis suis.
Dan sahabat-sahabat Yesus adalah mereka yang kecil, lemah, miskin, menderita, sakit, dan difabel (bdk. Mat 25:40). Maka, ketika Yesus meminta pemuda itu melepaskan seluruh apa yang menghambatnya berjumpa dengan Yesus dan menjadi sahabat-Nya, ia berkeberatan.
Ternyata ia sangat terlekat pada kekayaannya, karena mengira timbunan emas merupan tanda berkat Allah (bdk. Ayb 22:25).
Maka tersingkap bahwa pemuda itu sangat kaya setelah ia pergi meninggalkan Yesus dengan perasaan kecewa.
Kelekatan pada benda bukan hanya milik pemuda itu, tetapi juga mengiringi hampir semua manusia.
Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?
Yesus melanjutkan dengan ungkapan yang melebih-lebihkan, Ia bersabda, “Anak-anak-Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mrk. 10:24-25).
Ungkapan “masuk Kerajaan Allah” bukan hanya bermakna memasuki hidup setelah kematian, tetapi juga memasuki komunitas yang didirikan dan dibangun Yesus. Komunitas ini harus menjadi model Kerajaan Surga.
Pertanyaan para murid menarik perhatian, karena itu pertanyaan yang diajukan sejak jaman kuna (Mrk. 10:26), “Jika demikian siapakah yang dapat diselamatkan?” Et quis potest salvus fieri?
Manusia bergulat dengan pertanyaan itu. Dan Yesus selalu menekankan tentang kerahiman Allah yang tak terhingga. Yang tidak mungkin bagi manusia, selalu mungkin bagi Allah (bdk. Kej. 18:14; Ayb. 42:2; Yer. 32:17.27; Za. 8:6).
Katekese
Carilah hidup yang abadi. Santo Augustinus dari Hippo, 354-430:
“Tuhan bersabda kepada seorang pemuda, “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” (Mat. 19:17; Mrk. 10:17; Luk. 18:18).
Ia tidak bersabda, “Jikalau engkau menginginkan hidup.”, tetapi “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup.” Hidup yang dimaksudkan-Nya adalah hidup kekal.
Kita lanjutkan dengan refleksi tentang betapa kita mencintai hidup. Hidup ini dicintai, bagaimanapun kualitasnya. Dan betapa pun kesulitan melanda hidup kita, betapa pun hancurnya hidup kita, orang takut untuk mengakhirinya.
Maka, kita harus tahu, kita harus sadar, betapa hidup abadi harus dicintai.
Saudarara-saudariku, pertimbangkan betapa berharganya hidup abadi itu, karena kita tidak mau mengakhiri hidup jenis ini. Kalian mencintai hidup jenis ini, di mana kalian bekerja membanting tulang, berlari ke sana ke mari, sibuk dan bernafas.
Dalam hidupmu yang sibuk, kewajiban kalian sepertinya tak terhitung: menabur benih, membajak, mengolah tanah, berlayar, menggiling gandum, memasak, memintal. Dan setelah kamu selesai dengan seluruh kerja kerasmu, hidupmu berakhir.
Pandanglah apa yang kamu derita dalam hidup yang buruk, tetapi demikian kamu cintai. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan terus hidup dan tak pernah mati? Rumah ibadat, karang, marmer, dan semua yang diperkuat oleh besi dan baja, semua pasti hancur.
Maka, saudara-saudari, kalian harus belajar mencari hidup kekal. Ketika kalian tidak ketika kalian tidak mau bersusah payah mencari hidup kekal ini, karena kalian tidak tidak akan menanggung penderitaan atas hal-hal itu.
Sedangkan Allah akan meraja selama-lamanya.” (Sermon 84.1.9)
Oaratio-Missio
Tuhan, semoga Engkau selalu menjadi hartaku yang tak ternilai, suka citaku yang tak tertandingi dan tak ada sesuatu pun yang menjauhkan aku dari-Mu. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk menghancurkan penghalang untuk masuk Kerajaan Allah?
Apud homines impossibile est sed non apud Deum: omnia enim possibilia sunt apud Deum – Marcum 10:27