Minggu.Hari Raya Pentakosta (M)
- Kis. 2:1-11
- Mzm. 104: 1ab.24ac.29bc-30.31.34
- 1Kor. 12:3b-7,12-13
- Yoh. 20:19-23
Lectio
19 Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!”
20 Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan. 21 Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”
22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. 23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
Meditatio-Exegese
Berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci
Hari sudah malam, οψιας, opsias, yang bermakna waktu antara jam tiga hingga enam sore atau dari enam sore hingga menjelang malam. Hari sudah malam atau petang dimulai saat matahari telah mulai turun (bdk. Hak. 19:9.11-14).
Para murid berkumpul di Ruang Perjamuan. Tak ada perincian, mungkin sepuluh Rasul, Ibu Maria, Maria Magdaleda, termasuk dua orang yang kembali dari Emaus (Luk. 24:29). Tomas tidak ikut serta.
Tak dapat dipastikan di rumah milik siapa atau di rumah tempat Yesus mengadakan Perjamuan Terakhir. Dalam sejarah panjang Gereja, selalu saja ada orang yang tak bernama dan menyediakan segala yang dibutuhkan jemaat.
Saat para murid berkumpul di Ruang Perjamuan, ruang itu dalam keadaan terkunci rapat. Pintu dan jendela yang terkunci menandakan bahwa mereka bersiaga dalam ketakutan.
Perasaan itu mengoyak jiwa dan menyelimuti hati mereka. Mereka di bawah ancaman penangkapan oleh para pemimpin agama di Yerusalem.
Mengikuti Yesus sama dengan mengikuti penyesat dan penghujat Allah. Di samping, pada mereka ditimpakan tuduhan palsu sebagai pencuri jenazah (bdk. Mat. 28:11-14).
Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka
Tiba-tiba, Yesus berdiri di tengah-tengah mereka. Kehadiran-Nya mengatasi hukum alam dan menghalau ketakutan. Ia hadir dalam tubuh yang telah dibangkitkan dari kematian.
Saat hadir di setiap ruang, di setiap tempat, walau tertutup rapat, saat komunitas iman berkumpul, Ia hadir di tengah-tengah dan selalu menyapa, “Damai sejahtera bagi kamu.”, Pax vobis.
Ia menunjukkan tanda-tanda sengsara-Nya di tangan dan lambung. Hanya Santo Yohanes melukiskan rincian di lambung karena tusukan tombak serdadu Romawi; sementara Santo Lukas menyebutkan luka paku di kaki (Luk. 24:39).
Saat Yesus menunjukkan luka-luka-Nya, Ia mengingatkan bahwa damai selalu mengalir dari salib (2Tim. 2:1-13). Luka-luka adalah tanda pengenal-Nya sebagai Dia yang dibangkitkan dari kematian (Why. 5:6). Maka Yesus yang bangkit sama dengan Yesus yang disalib.
Saat mereka menyaksikan Yesus yang hadir, sukacita para murid sama dengan sukacita yang dilukiskan Nabi Yesaya, “Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan Tuhan Allah akan menghapuskan air mata dari pada segala muka; dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi, sebab Tuhan telah mengatakannya.
Pada waktu itu orang akan berkata: “Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah Tuhan yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!” (Yes. 25:8-9).
Sukacita yang dilukiskan Nabi Yesaya menjadi pralambang sukacita akhir jaman. Dalam wejangan perpisahan-Nya, Ia menegaskan sukacita itu tak dapat dirampas oleh siapa pun (Yoh. 16:22; 20:27).
Sama seperti Bapa mengutus Aku, sekarang Aku mengutus kamu
Para murid menerima tugas pengutusan ini dari Tuhan Yesus, yang disalib dan dibangkitkan. Tugas ini sama dengan yang diterima-Nya dari Bapa. Ia mengulang sabda-Nya, “Damai sejahtera bagi kamu.”
Perulangan menunjukkan bahwa pesan itu begitu penting. Maka menciptakan damai sejahtera selalu menjadi bagian terpenting tugas pengutusan.
Bapa Suci Fransiskus menyerukan, “Setiap umat Kristiani ditantang, saat ini dan di sini, untuk secara aktif terlibat dalam evangelisasi; memang, siapapun yang sungguh-sungguh telah mengalami kasih Allah yang menyelamatkan tidak memerlukan banyak waktu atau pelatihan lama untuk bergerak keluar dan mewartakan kasih itu.
Setiap umat Kristiani adalah orang yang diutus sejauh ia menjumpai kasih Allah dalam Yesus Kristus: kita tidak lagi mengatakan bahwa kita adalah “para murid” dan “orang-orang yang diutus”, melainkan bahwa kita selalu “murid-murid yang diutus.”
Jika kita tidak yakin, marilah kita menengok kepada murid-murid pertama, yang langsung setelah bertemu pandang dengan Yesus, bergerak keluar untuk mewartakan-Nya dengan sukacita: “Kami telah menemukan Mesias.” (Yoh. 1:41).
Perempuan Samaria menjadi seorang utusan langsung sesudah berbicara dengan Yesus dan banyak orang Samaria menjadi percaya kepada-Nya “karena perkataan perempuan itu” (Yoh. 4:39).
Santo Paulus juga mengalami hal sama setelah berjumpa dengan Yesus Kristus, “ketika itu juga ia memberitakan Yesus” (Kis. 9:20; bdk. 22:6-21). Jadi apa lagi yang kita tunggu?” (Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, 120).
Tugas pengutusan yang diemban setiap murid Kristus selalu dilakukan dalam persekutuan dengan-Nya, seperti ranting yang harus tinggal pada pokok anggur (Yoh. 15:4). Tetapi juga terikat pada kesatuan dengan Gereja-Nya (Mat. 28:18-20; Mrk. 16:15-18; Luk. 24:47-49).
Terimalah Roh Kudus
Dengan menghembusi masing-masing anggota komunitas iman, Yesus mempercayakan pelaksanaan tugas pengutusan yang Ia terima dari Bapa. Dalam bahasa Ibrani, ruah; Yunani, πνευμα, pneuma; dan Latin, spiritus, kata yang sama bermakna angin dan nafas.
Angin selalu bermakna arah – utara, selatan, barat dan timur. Maka, dibimbing oleh Roh Allah, Roh Kudus, setiap murid mengarahkan seluruh hidup hanya pada satu Pribadi: Yesus Kristus.
Ia menghembusi para murid-Nya mengingatkan akan tindakan Allah saat ia memberikan roh yang menghidupkan manusia (Kej. 2:7). Tindakan Yesus, yang hanya dikisahkan oleh Santo Yohanes, menandai awal mula penciptaan baru.
Saat Yesus bersabda, “Terimalah Roh Kudus”, Ia menggenapi nubuat-Nya sendiri bahwa Roh Kudus dianugerahkan setelah Ia dimuliakan (Yoh. 7:39). Roh Kudus dianugerahkan untuk membimbing, mendampingi, membela, menguatkan dan menghibur para murid melakukan tugas pengutusan.
Sedangkan pada Hari Raya Pentakosta (Kis. 2) Roh Kudus dianugerahkan kepada semua orang.
Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni
Menurut ahli Kitab dan kaum Farisi (Mrk. 2:7) dan tradisi kitab suci (Yes. 43:25), hanya Allah memiliki kuasa mengampuni dosa. Yesus menganugrahkan kuasa ini (Luk. 5:24) dan meneruskannya pada Gereja-Nya.
Tradisi Gereja Katolik mengajarkan bahwa tugas pengutusan untuk mengampuni diberikan kepada kesebelas Rasul dan para pengganti mereka. Cara jemaat melaksanakan tugas pengutusan ini selalu dikembangkan dan dirincikan pada abad-abad berikut.
Tugas pengutusan untuk mengampuni pasti bermuara pada perwujudan damai sejahtera. Tiap murid Yesus dituntut untuk ambil bagian dalam menghilangkan tanda-tanda yang membuat Yesus sengsara dan wafat.
Setiap murid-Nya ditantang untuk mengatasi tanda kelaparan, penyiksaan, perang, sakit, kekerasan dan ketidak adilan dan perusakan alam (bdk. Luk. 4:17-19; Mat. 25:35-40).
Santo Basilius Agung, 329-379, menerangkan peran Roh Kudus dalam hidup dan pengutusan para murid Kristus, “Roh Kudus memulihkan firdaus bagi kita; Ia membuka kembali jalan ke sorga; dan menganugerakan rahmat dari Kristus untuk menjadi anak terang serta menikmati kemuliaan abadi.
Singkatnya, Ia menganugerahkan kepenuhan berkat di dunia ini dan kelak. Karena kita sekarang dapat merenungkan dan memandang cermin iman akan janji-janji-Nya yang akan kita nikmati suatu saat.
Jika hal ini telah kita rasakan sekarang, pastilah kita harus meyakininya! Bila semua ini merupakan buah sulung, pastilah kita memetik semua panenan.” (Treatise on The Holy Spirit).
KATEKESE
Pendidikan Untuk Perjanjian Antara Manusia dan Lingkungan. Paus Fransiskus, 17 Desember 1936 – sekarang
“Sangatlah mulia bila kewajiban untuk memelihara ciptaan dilakukan melalui tindakan kecil sehari-hari, dan sangat indah bila pendidikan lingkungan mampu mendorong orang untuk menjadikannya suatu gaya hidup.
Pendidikan dalam tanggung jawab ekologis dapat mendorong berbagai perilaku yang memiliki dampak langsung dan signifikan untuk pelestarian lingkungan, seperti: menghindari penggunaan plastik dan kertas, mengurangi penggunaan air, pemilahan sampah, memasak secukupnya saja untuk kita makan, memperlakukan makhluk hidup lain dengan baik, menggunakan transportasi umum atau satu kendaraan bersama dengan beberapa orang lain, menanam pohon, mematikan lampu yang tidak perlu.
Semuanya itu adalah bagian dari suatu kreativitas yang layak dan murah hati, yang mengungkapkan hal terbaik dari manusia. Menggunakan kembali sesuatu daripada segera membuangnya, karena terdorong oleh motivasi mendalam, dapat menjadi tindakan kasih yang mengungkapkan martabat kita.” (Ensiklik Laudato Si, 211)
Oratio-Missio
Tuhan, aku bersyukur atas anugerah Pentakosta dan hidup baru dalam Roh Kudus. Kobarkanlah hatiku untuk mengsihi-Mu dan melayani-Mu dengan penuh sukacita. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk mengampuni sesama dan memulihkan alam dari kerusakan?
Dixit ergo eis iterum: “Pax vobis! Sicut misit me Pater, et ego mitto vos” – Ioannem 20:21