Jumat. Pekan Biasa XVI (H)
- Mzm. 19:8-11
- Mat. 13:18-23
Lectio
18 “Oleh karena itu, dengarkanlah arti perumpamaan tentang penabur. 19 Ketika orang mendengar firman Kerajaan dan tidak memahaminya, si jahat datang dan merampas apa yang telah tertabur dalam hati orang itu. Inilah orang yang benihnya tertabur di pinggir jalan.
20 Adapun yang tertabur di tempat-tempat yang berbatu, inilah orang yang mendengarkan firman dan langsung menerimanya dengan sukacita, 21 tetapi ia tidak mempunyai akar dalam dirinya dan bertahan sebentar saja. Dan, ketika penindasan atau penganiayaan terjadi karena firman itu, ia langsung terjatuh.
22 Benih yang jatuh di tengah semak-semak duri adalah orang yang mendengar firman itu, kemudian kekhawatiran dunia dan tipu daya kekayaan mendesak firman itu sehingga tidak berbuah.
23 Namun, orang yang benihnya tertabur di tanah yang baik, inilah orang yang mendengarkan firman itu dan memahaminya. Dialah yang benar-benar berbuah dan menghasilkan, ada yang seratus kali lipat, beberapa enam puluh, dan beberapa tiga puluh.”
Meditatio-Exegese
Allah mengucapkan segala firman ini
Dokumen politik dan sosial peninggalan bangsa Het mencakup perjanjian perdamaian. Perjanjian damai ditetapkan setelah raja taklukan mengakui kemenangan sang pemenang dan menyanggupi untuk memenuhi sejumlah syarat, seperti upeti, budak, dan penyerahan wilayah.
Perjanjian Allah dengan umat Israel sangat berbeda. Perjanjian itu tidak didasarkan pada penaklukan, tetapi pembebasan. Allah menawarkan perjanjian kepada umat yang dibebaskan dari perbudakan; sedangkan manusia menetapkan hukum kepada mereka yang ditaklukkan.
Maka, perintah-perintah-Nya mengungkapkan Perjanjian yang dibuat atas kehendak-Nya. Penerimaan suka rela atas Perjanjian-Nya menandakan kedewasaan manusia yang menghayati kebebasannya sendiri.
Aphraates, 270 – 345, penulis dari Gereja Syria, menulis, “Manusia menjadi merdeka ketika ia memasuki Perjanjian Allah.” (Demonstrationes, 12). Terlebih, Yesus bersabda, “Kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.”, Iugum enim meum suave, et onus meum leve est.
10 Perintah Allah (Ul. 4:13), juga ditulis dalam Ul 5:6-21, memiliki kewibawaan tinggi dan tuntutan untuk dilaksanakan. Perintah itu ditempatkan di antara kisah penyataan Diri Allah di Sinai dalam Kel. 19:19 dan 20:18.
Walau ada perbedaan perumusan, Dekalog, 10 perintah, juga ditulis dalam parirus Nash, kira-kira abad ke-2 sebelum Masehi. Penyalinan menunjukkan pentingnya Dekalog sebagai penuntun hidup moral di kalangan umat Allah.
10 perintah Allah merupakan inti tuntutan moral Perjanjian Lama dan terus bergema dalam Perjanjian Baru. Kerap kali Yesus mengingatkan orang akan perintah itu (Luk. 18:20). Dan Ia menggenapi seluruh hukum itu (bdk. Mat. 5:17 dst.).
Santo Tomas Aquinas menunjukkan bahwa seluruh hukum kodrat dicakup dalam Dekalog, misalnya: hukum yang lazim ditemukan, seperti, “’Lakukan yang benar dan jauhi yang jahat’ merupakan hukum dasariah dan umum.
Dalam hukum ini tercakup hampir seluruh kesimpulan, yang biasaya dijelaskan oleh para bijak sebagai kesimpulan ajaran mereka.” (Summa Theologiae, 1-2, 100, 3).
Firman Kerajaan
Enam kali Yesus menggunakan ungkapan ‘firman’ dalam perikop ini. Dalam Latin Vulgata diungkapkan dengan kata verbum regni, firman kerajaan. Nampaknya jumlah simbolik ini bermakna bahwa ‘firman’ diperuntukkan bagi manusia.
Manusia diciptakan pada hari keenam (bdk. Kej. 1:26-18). Sedangkan ‘firman’ mengacu pada pesan keselamatan, Kabar Sukacita, Injil, yang akan diwujud nyatakan dalam Kerajaan Allah.
Pada awalnya, Santo Matius menggunakan istilah firman Kerajaan (Mat. 13:19), yang bermakna pesan keselamatan, Kabar Sukacita, Injil. Ungkapan kemudian digunakan bentuk yang lebih singkat dengan makna sama ‘firman’ yang ditemukan pada Mat. 13:20, 21, 22 (dua kali) dan 23.
Inilah orang yang mendengarkan firman itu dan memahaminya
Yesus selalu membimbing para murid di jalan yang benar untuk memahami perumpamaan-Nya. Di masa depan, Gereja berperan membantu dalam memahami Firman-Nya.
Saat menjelaskan makna perumpamaan itu, pasangan kata audire dan intelligere, mendengarkan dan memahami digunakan dalam Mat. 13:23, “Orang yang benihnya tertabur di tanah yang baik, inilah orang yang mendengarkan firman itu dan memahaminya”.
Dengan cara ini dapat dibedakan: murid yang setiap hari mendengarkan dan memahami firman-Nya, pasti berbeda dengan: orang banyak, yang hanya kadang-kadang mendengarkan suara-Nya.
Firman-Nya dapat berakar, tumbuh dan menghasil banyak buah hanya di hati yang dengan suka hati menyambut-Nya. Dalam diri pribadi yang menyambut firman-Nya, Yesus memberi kepastian tentang panen. Firman-Nya pasti menghasilkan buah.
Sementara beberapa benih yang yang jatuh di tepi jalan. Yang lain di tempat berbatu dengan sedikit tanah. Yang lain lagi mati karena tercekik semak berduri. Benih-benih itu tidak tumbuh hingga dewasa dan menghasilkan buah.
Sedangkan benih yang jatuh di hati orang yang mendengarkan dan memahami firman-Nya pasti berbuah. Namun, ternyata, Yesus menuntut buah yang dihasilkan minimal sama dengan rata-rata, kalau bisa lebih dari sekedar rerata.
Dalam tradisi hidup rohani dikenal spiritualitas semper magis, selalu menghasilkan yang lebih banyak demi Sang Penabur.
Katekese
Sabda Allah seperti benih yang baik yang ditaburkan dalam hati. Santo Hieronimus,347-420:
Orang yang benihnya tertabur di tanah yang baik, inilah orang yang mendengarkan firman itu dan memahaminya dan menghasilkan buah. Bahkan karena jatuh di tanah yang jelek yang terdiri atas tiga keadaan yang berbeda (di tepi jalan, di atas tanah berbatu dan di antara semak duri).
Demikian juga di tanah yang baik terdapat tiga macam perbedaan: buah sebanyak seratus kali lipat, enam puluh kali lipat dan tiga puluh kali lipat. Keduanya dalam satu dan lain cara terdapat perubahan yang terjadi dalam kehendak, tidak dalam kodrat.
Dalam keduanya, yang tidak percaya dan yang percaya, terdapat perbedaan dalam hati yang menerima benih. “Si jahat datang,” sabda-Nya, “dan merampas apa yang telah tertabur dalam hati orang itu”.
Dalam kisah kedua dan ketiga, Ia bersabda, “Inilah orang yang mendengarkan firman”. Dalam penjelasan tentang tanah yang baik, orang itu adalah ia yang mendengarkan sabda.
Pertama kita harus mendengarkan, kemudian memahami. Setelah memahami, kita harus menghasilkan buah dari ajaran yang baik dan memetik hasil panen baik seratus kali lipat, enam puluh kali atau tiga puluh kali.” (Commentary On Matthew 2.13.23).
Oratio-Missio
Tuhan, jadikanlah hatiku tanah yang subur untuk benih sabda-Mu. Bukalah mata dan telinga hatiku untuk memahami kehendak-Mu dan melaksanakannya dalam hidupku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk menghasilkan panen iman sebanyak seratus kali lipat, enam puluh atau tiga puluh?
Qui vero in terra bona seminatus est, hic est, qui audit verbum et intellegit et fructum affert et facit aliud quidem centum, aliud autem sexaginta, porro aliud triginta – Matthaeum 13:23