Lectio Divina 28.09.2023 – Berani Bertemu dengan-Nya

0
286 views
Lalu, siapa gerangan Dia ini? by Vatican News

Kamis. Minggu Biasa XXV (H)

  • Hag. 1:1-8
  • Mzm. 149:1b-2.3-4. 5-6a dan 9b
  • Luk. 9:7-9

Lectio

7 Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan iapun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati. 8 Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.

9 Tetapi Herodes berkata: “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus.

Meditatio-Exegese

Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaan-Ku di situ

Firman Tuhan datang pada Nabi Hagai antara bulan keenam hingga sembilan 520 sebelum Masehi, saat Darius, maharaja Persia, berkuasa dari 522 hingga 485 sebelum masehi. Saat itu Bait Allah sedang dalam masa pembangunan pada masa pemerintahan Zerubabel dan Imam Yesua (Ezr. 3).

Firman Tuhan tidak hanya ditujukan pada pemimpin, Zerubabel dan Yesua, tetapi juga untuk segenap umat yang kembali dari pembuangan. Zerubabel, yang diangkat sebagai gubernur Kanaan, adalah cucu Yoyakim dan dicantumkan dalam silsilah Yesus Kristus (1Taw. 3:16-19; Mat. 1:12-13).

Berbeda dengan Zerubabel dan Yesua, yang sangat giat membangun kembali Bait Allah, kebanyakan umat yang pulang dari Babel justru tidak mau ambil bagian dalam pembangunan itu. Mereka berkata, “Sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah Tuhan.” (Hag. 1:2).

Mereka cenderung memperhatikan hidup sendiri-sendiri. Masing-masing membuat dan tidur di rumah yang terbuat dari papan. Papan-papan kayu biasanya didatangkan dari gunung-gunung Libanon.

Mereka mengharapkan makanan yang enak, pakaian bagus panen melimpah dan uang yang melimpah. Tetapi kepuasan itu tidak pernah direguk dan ditelan.

Pakaian yang indah tidak mampu menghangatkan hati mereka untuk tergerak membantu sesama. Hati mereka juga ‘dingin’ pada Allah. Di samping, upah kerja pun hanya menghasilkan kesia-siaan – masuk kantung penyimpanan yang koyak.

Benih yang ditabur tidak menghasilkan panen melimpah. Mereka lupa bahwa Allah, yang berkuasa atas alam semesta, mampu membuat tanah yang tandus menjadi subur atau sebaliknya. Maka, mereka melupakan Allah dan tidak menjadikan-Nya pusat hidup masing-masing pribadi.

Sikap batin yang mengabaikan Allah seolah didukung oleh situasi luar. Kecuali Zerubabel dan Yesua, kebanyakan mengira Bait-Nya tak akan seagung dan seindah buatan Salomo. 

Di samping, penduduk setempat yang tinggal di Kanaan dan orang-orang Samaria menentang pembangunan kembali Bait Allah. Penentangan itu membuat hati mereka ciut. 

Itulah teguran pertama. Masing-masing pribadi memperhatikan hidup yang lebih bermakna dan menjadikan urusan duniawi bukan prioritas utama dan pertama, seperti sabda-Nya, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33).

Untuk memulihkan hati yang ciut, Allah menumbuhkan jatidiri masing-masing untuk mampu menyaksikan kehadiran-Nya di tengah umat. Maka, Ia menegur dan meminta (Hag. 1:8), “Naiklah ke gunung, bawalah kayu dan bangunlah Rumah itu.”, Ascendite in montem, portate lignum et aedificate domum.

Saat Allah meminta umat-Nya membangun Rumah-Nya, Ia mengungkapkan kerinduan hati-Nya untuk menyertai dan tinggal di tengah umat. Sang pemazmur bermadah, “Sebab Tuhan telah memilih Sion, mengingininya menjadi tempat kedudukan-Nya: “Inilah tempat perhentian-Ku selama-lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya.” (Mzm. 132:13-14).

Maka, di tempat Ia bersemayam, umat mepersembahkan yang terbaik bagi-Nya. Rumah-Nya dihias dengan buah karya seni terbaik yang mampu dibuat umat.

Konsili Vatikan II mengajarkan pada hakekatnya seni liturgi, “pada hakekatnya, diarahkan untuk memuliakan keindahan Allah yang tak terperikan yang dicoba dilukiskan dengan cara tertentu melalui hasil karya tangan manusia.

Karya seni itu mencapai tujuan untuk memuliakan dan menggemakan keluhuran Allah secara tepat karena diarahkan hanya untuk satu tujuan, yakni: sedapat mungkin membantu mengangkat hati manusia kepada Allah.” (Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacrosanctum Concilium, 122).

Di tempat itulah Ia menampakkan kemuliaan-Nya. Ia hadir dan tinggal di antara umat-Nya (Hag. 1:13; Kej. 26:3; 31:3; Kel. 4:12; Yos. 1:5; etc.). Dan setiap pribadi didorong untuk terus bekerja melaksanakan kehendak-Nya (Hag. 1:14).

Herodes, raja wilayah

Yang melawan kebenaran selalu terusik bila suara itu terus bergema. Herodes Antipas, raja wilayah Galilea, terusik atas kecaman Yohanes. Ia memperistri Herodias, isteri Filipus, saudaranya. Skandal perkawinan sedarah.

Tahu kalau Yohanes adalah orang benar, Herodes selalu merasa segan padanya (Mrk. 6:20). Maka, tidak memiliki keberanian untuk menjatuhkan hukuman mati. Ia hanya memenjarakan anak Zakaria dan Elizabeth (Luk. 1:5-23).

Namun, ternyata,  raja boneka Romawi ini lebih senang mencari muka pada kerabat dan sahabatnya, dari pada  mencari wajah Allah (Hos. 5:15). Di saat pesta gila perayaan ulang tahunnya, ia mabok anggur dan kehilangan kesadaran.

Herodias memanfaatkan kesempatan saat Antipas mabok dan kehilangan kesadaran. Dengan cara licik ia meminta kepala Yohanes Pembaptis. Dan seperti kerbau yang dicocok hidungnya, anak mendiang Herodes Agung tanpa sadar menuruti kelicikan istrinya.

Ia sadar telah membuat kekeliruan dan kata-katanya tak dapat ditarik kembali. Maka, melalui anak tirinya, Salome, ia memenggal dan menaruh kepala Yohanes Pembaptis di atas nampan (Mrk. 6:21-29).

Herodes mendengar segala yang terjadi itu dan iapun merasa cemas

Kabar tentang Yesus sampai ke telinga Herodes Antipas. Kabar itu mungkin didapatnya dari bendahara kerajaannya, Khuza. 

Di saat senggang Khuza pasti mendengarkan cerita tentang Yesus dari istrinya, Yohana. Istri bendahara Kerajaan Galilea itu telah beberapa lama mengikuti Yesus (Luk. 8:3).  Ia pasti tahu apa yang dikatakan dan dilakukan-Nya di Galilea.

Di samping, para mata-matanya melapor padanya. Kehadiran Yesus mengusik nuraninya. Hati dan jiwanya gelisah, karena bergolak menghadapi suara kebenaran.

Ia tidak mampu mengelak dari jeritan rasa salah dan dosa. Tiada satu pun daya kuasa di bumi mampu menghilangkan suara nurani yang berseru karena bersalah atau membebaskan dari belenggu dosa. Hanya Allah mampu membebaskan manusia dari belenggu dan jerat dosa melalui kurban Yesus di salib.

Siapa gerangan Dia ini?

Menghadapi seluruh berita tentang Yesus, Herodes hanya sanggup bertanya (Luk. 9:9), “Siapa gerangan Dia ini?”, quis autem est iste?

Herodes berusaha berjumpa dengan Yesus. Ia mencoba segala cara untuk berjumpa dengan-Nya, bukan untuk bertobat dan mengikuti-Nya. Ia hendak memastikan bahwa Yesus bukanlah Yohanes Pembaptis, yang ia penggal kepalanya.

Ia ingin memastikan bahwa ia tidak kena kutuk Yohanes. Sebenarnya, kesempatan tersedia bagi Herodes untuk berbalik kepada Allah, saat ia mengadili Yesus (Luk. 23:8-12).

Hatinya mungkin lega. Ia terlepas dari kutuk setelah memastikan Yesus dan Yohanes Pembaptis adalah pribadi berbeda. Tetapi kesempatan emas untuk bertobat dan berjumpa dengan Allah dilepaskannya begitu saja.

Manusia hanya memperoleh damai sejati dari dalam nuraninya sendiri dan dari Allah. Yesus menunjukkan jalan (Yoh. 8:31-32), “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku  dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”, Si vos manseritis in sermone meo, vere discipuli mei estis et cognoscetis veritatem, et veritas liberabit vos.

Katekese

Integritas menjadi kesulitan bagi yang secara moral tercela. Santo Petrus Chrysologus,  400-450 :

“Yohanes mengingatkan Herodes melalui seruan moral, bukan tuduhan di pengadilan. Ia menghendaki raja itu bertindak benar, tidak memenjarakan.

Tetapi, Herodes lebih memilih pembungkaman, dari pada pertobatan. Bagi mereka yang dipenjarakan, kebebasan dari seorang yang bersalah karena ditindak keliru menyebabkan kebencian. 

Keutamaan tidak pernah dirindukan oleh mereka yang tak bermoral. Kekudusan dijauhi oleh mereka yang hidup bejat. Kemurnian menjadi musuh mereka yang hidup cemar.

Integritas menjadi sulit diraih oleh yang suka korupsi. Ugahari dijauhi mereka yang tidak mampu mengendalikan diri. Belas kasih dihindari olah yang kejam, seperti halnya kebaikan hati oleh yang bengis dan keadilan bagi yang culas.

Penginjil menyingkapkan hal ini ketika ia berkata, “Yohanes berkata kepadanya, “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu, Filipus.” Inilah saat Yohanes masuk dalam kesulitan.

Ia yang mengingatkan orang yang berbuat salah mendapatkan serangan. Ia yang mengampuni orang yang bersalah mengalami kesukaran.

Yohanes mengatakan apa yang benar menurut hukum, apa yang sesuai dengan keadilan, apa yang sesuai untuk kesejahteraan umum, dan apa yang sesuai dengan kasih, bukan kebencian. Dan, lihatlah ganjaran apa yang ia terima dari mereka yang hanya mementingkan kesenangan duniawi.” (Sermons 127.6-7)

Oratio-Missio

Tuhan, didiklah aku untuk serupa dengan Putera-Mu. Tumbuhkanlah semangat batinku untuk melakukan kehendak-Mu dan bantulah aku untuk mencari Sang Kebenaran dan Kasih. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan supaya aku berani menjumpai-Nya?

quis autem est iste, de quo audio ego talia? – Lucam 9:9

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here