Sabtu. Minggu Biasa XXV, Hari Biasa (H)
- Pkh 11:9-12:8
- Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17
- Luk 9:43b-45
Lectio
43 b) Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: 44 “Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”
45 Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.
Meditatio-Exegese
Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu
Rentang waktu hidup manusia sangat pendek dan dipenuhi dengan kesia-siaan (Pkh. 11:8). Umur panjang yang dianggap sebagai berkat, bagi guru kebijaksanaan tetap dipenuhi kesia-siaan saat dihadapkan pada hari-hari yang gelap.
Masa hidup yang singkat rentan pada gaya hidup hedonistik atau materialistik, seperti kisah si bungsu yang menjual seluruh warisannya untuk dihabiskan dalam foya-foya dan pesta pora (Luk. 15:12-13). Maka, pengkhotbah mengingatkan (Pkh. 11:9), “Allah akan membawa engkau ke pengadilan.”, adducet te Deus in iudicium.
Menjelang kematian, tiap pribadi bisa menengok masa muda yang telah berlalu menjelang kedatangan kematian dan tahun-tahun yang mungkin akan dilalui. Ia bisa berkata tentang kegetiran jiwa, “Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya.” (Pkh. 12:1).
Nada sepi, hampa dan tanpa harapan digemakan, “sebelum matahari dan terang, bulan dan bintang-bintang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali sesudah hujan, pada waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat membungkuk, dan perempuan-perempuan penggiling berhenti karena berkurang jumlahnya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur.” (Pkh. 12:2-3).
Kematian menunjukkan kefanaan dan kerapuhan. Tiap pribadi beranjak pergi ke rumahnya yang kekal; yang berasal dari debu kembali ke tanah dan roh kembali kepada Allah (Pkh. 12:5.7). Gereja mengajar, “Kematian kita, seperti pada semua makhluk hidup di dunia ini, adalah berakhirnya kehidupan alami.
Aspek kematian ini memberi kepada kehidupan kita sesuatu yang mendesak: keyakinan akan kefanaan dapat mengingatkan kita bahwa untuk menjalankan kehidupan kita, hanya tersedia bagi kita suatu jangka waktu terbatas.” (Katekismus Gereja Katolik, 1007).
Pengkhotbah memberi bingkai penutup dan menegaskan hidup yang seolah tanpa harapan. Pesannya (Pkh. 12:8), “Kesia-siaan atas kesia-siaan, segala sesuatu adalah sia-sia.”, Vanitas vanitatum, et omnia vanitas.
Kebijaksanaan Kristen meyakini kebenaran perkataan sang pengkhotbah atas kesia-siaan segala sesuatu dan keniscahyaan untuk tidak terlekat padanya. Maka, tiap pribadi melekatkan diri pada kasih Sang Kebijaksanaan, yang tidak mampu digoyahkan atau dihancurkan oleh maut sekali pun.
Santo Paulus menegaskan, “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.”
Semua orang itu masih heran
Peristiwa Yesus mengherankan banyak orang, kaya-miskin, tua-muda, pejabat atau jembel. Ketika Yesus banyak membuat mukjizat, orang tidak bertanya tanda apa ini maknanya. Namun, ketika Ia mengusir dan menyuruh setan diam, mereka tidak merenungkan tanda macam apa yang dilambangkan oleh perbuatan-Nya.
Hanya satu yang mereka pikirkan: jaman keemasan telah datang. Pembawa kemakmuran dan kemegahan telah tiba.
Sebaliknya, Yesus membawa kecemasan dan keguncangan bagi banyak orang dari golongan atas. Ia membuat gelisah Herodes Antipas.
Orang Farisi, Ahli Taurat, dan Sanhedrin, Mahkamah Agama Yahudi di Yerusalem, geram. Bagi golongan ini, Yesus adalah kriminal paling buruk, karena Ia sama dengan penghujat Allah.
Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia
Bagi sementara kalangan, Yesus diharapkan menjadi pembebas dari penjajah Romawi. Ia diharapkan memulihkan kejayaan kerjaan Israel di masa lalu, masa Daud dan Salomo.
Yesus tidak mau terjebak dalam situasi itu. Ia tetap setia pada tugas perutusanNya, walau Petrus berusaha untuk menyeret-Nya terlibat dalam pemenuahan harapan orang banyak.
“Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mrk. 8:33).
Di tengah gelombang orang yang merindukan kemegahan Mesias, Ia mengumumkan bagaimana Ia akan mati (Luk. 9: 44), “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.”, Filius enim hominis futurum est ut tradatur in manus hominum.
Santo Lukas mengenakan gelar Anak Manusia. Dalam Perjanjian Baru gelar ini digunakan sebanyak 83 kali. Dalam Perjanjian Lama, Nabi Yehezkiel dalam penglihatannya melihat Anak Manusia (Yeh. 3:1,.4.10.17; 4:1. dst.).
Dalam penglihatannya, Nabi Daniel melihat empat binatang yang kejam dan mematikan dari empat penjuru angin (bdk. Dan. 7:3-8). Mereka adalah lambang kerajaan dunia yang menghancurkan, mengejar-kejar dan membunuh manusia (Dan. 7:21.25). Setelah penampakan seluruh kekejaman dan kerajaan maut, nampaklah Kerajaan Allah.
Ia juga melihat seorang seperti Anak Manusia. Pada Anak manusia diberikan kemuliaan dan kekuasaan oleh Yang Lanjut Usianya. Ia dinobatkan sebagai raja. Orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Dan, kekuasaan-Nya kekal (Dan. 7:13-14).
Yesus menjadi kerinduan siapa pun juga yang mengharapkan kelepasan dari cengkeraman dosa, yang meluluh lantakkan hidup manusia. Ia melepaskan cengkeraman dosa dan maut melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya.
Tetapi, ketika Ia menyampaikan bagaimana cara Ia mati, semua orang tidak mau bertanya apa maksud-Nya. Mereka tenggelam dalam mimpi tentang mesias palsu yang datang dengan kemuliaan dan semarak.
Dan bahkan ketika Ia berbicara tentang kebenaran, Ia malah dihukum mati. Di hadapan hakim pengadilan Agama Yahudi, Yesus ditanya, “Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?”
Jawab Yesus: “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan-awan di langit.” (Mrk. 14:61-62).
Jawaban ini tidak membuka mata hati mereka untuk percaya pada Allah. Mereka justru membunuh Anak Manusia.
Maka benar nubuat-Nya, “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk. 10:45)
Katekese
Kambing korban melambangkan kurban Kristus. Santo Cyrilus dari Alexandria 376-444.
“Misteri sengsara Kristus dapat dilihat dalam contoh berikut. Menurut hukum Musa, dua ekor kambing harus dikorbankan. Keduanya tidak boleh memiliki perbedaan (Im. 16:7-8), mereka harus serupa dalam ukuran dan penampilan. Di antara keduanya, satu di sebut sebagai ‘tuhan’, yang lain disebut ‘dijauhkan’.
Ketika undi yang dibuang menunjuk yang disebut ‘tuhan’, kambing itu dikurbankan. Sedang yang lain dijauhkan dari pengurbanan. Demikianlah kambing itu mendapatkan nama ‘dijauhkan’.
Siapa yang dimaksud dengan lambang ini? Sang Sabda, walaupun Ia adalah Allah, tetap serupa dengan dengan kita dan mengambil rupa kita, manusia pendosa, karena itulah kodrat kita sebagai daging. Kambing jantan atau betina dikurbankan untuk dosa.
Kematian telah menjadi makanan kita, karena kita telah jatuh dalam kutukan dosa. Ketika Sang Juru Selamat mengambil tanggungjawab, Ia mengalihkan pada diri-Nya beban yang seharusnya kita tanggung dan mempertaruhkan nyawa-Nya, sehingga kita dijauhkan dari kematian dan kehancuran karena dosa.” (Commentary On Luke, Homily 53)
Oratio-Missio
Tuhan, melalui salib-Mu Engkau telah menebus dunia dan menyingkapkan kemuliaan-Mu dan kemenangan-Mu atas dosa dan maut.
Semoga aku tidak gagal memandang kemuliaan dan kemenangan-Mu di salib. Bantulah aku untuk menjadikan kehendak-Mu menjadi kehendakku dan tuntunlah aku menuju kesucian. Amin.
- Apa yang perlu kulakukan supaya aku tidak menolak-Nya dan menyerahkan-Nya ke tangan manusia?
Filius enim hominis futurum est ut tradatur in manus hominum – Lucam 9:44