Minggu. Hari Minggu Paskah VII (P)
- Kis. 7:55-60.
- Mzm. 97:1.2b.6.7c.9.
- Why. 22:12-14.16-17.20.
- Yoh. 17:20-26.
Lectio
20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; 21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
22 Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: 23 Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.
24 Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.
25 Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; 26 dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.”
Meditatio-Exegese
Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah
Stefanus adalah salah satu tujuh orang pemuda yang dipilih dan ditahbiskan oleh para Rasul untuk membantu mereka melayani komunitas (Kis. 6:1-6).
Tugas pengutusan mereka adalah melayani kaum miskin, terutama jemaat yang berbahasa Yunani, dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Ternyata tugas pelayanan itu tidak hanya berkutat pada urusan distribusi kebutuhan pangan, tetapi juga menjadi saksi.
Dan Stefanus melaksanakan kedua tugas dengan sangat baik, bahkan, dalam nama Yesus ia melakukan banyak mukjizat dan tanda (Kis. 6:8). Kesaksian Stefanus menarik perhatian kaum Yahudi, terutama dari aliran Libertini – anggota jemaat Yahudi yang berasal dari Kirene, Aleksandria, Kilikia dan Asia.
Mereka menghadapkan Stefanus pada Majelis Agama Yahudi dan menuduh dengan kesaksian palsu sebagai orang yang menghujat Allah (Im. 24:16; Kis. 6:9-14). Di hadapan majelis itu, ia membela diri dengan gagah berani dan meringkas cara Allah menyelamatkan manusia melalui lintasan sejarah keselamatan. (Kis. 7:1-53)
Pengadilan penuh rekayasa ini, sebenarnya, tidak memiliki wewenang penjatuhan hukuman mati, karena telah diambil alih dan dianggap tidak kompeten oleh Kekaisaran Romawi. Namun, di tangan mereka dan persetujuan Sanhedrin, Stefanus harus menghadapi perajaman.
Sama seperti Yesus yang diusir keluar dari Nazaret (Luk. 4:29) dan penyaliban di luar kota (Luk. 23:33), Stefanus diseret ke luar kota Yerusalem.
Menurut Hukum Taurat, seseorang yang menghujat Allah harus dilempari dengan batu di luar perkemahan (Im. 24:14-23) dan, sama dengan mereka yang menyembah berhala, setelah diadili dengan teliti harus dilempari dengan batu di luar gerbang kota (Ul. 17:2-7).
Saat menengadah ke langit, Stefanus mendapatkan anugerah penglihatan (Luk. 7:56), “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”, Ecce video caelos apertos et Filium hominis a dextris stantem Dei.
Penglihatan Stefanus atas surga yang terbuka persis sama dengan pengalaman Yesus sewaktu dibaptis di Sungai Yordan (Luk. 3:21-22) dan penglihatan Petrus (Kis. 10:11). Ia melihat Anak Manusia yang berdiri di sebelah kanan Allah seperti dalam penglihatan Nabi Daniel (Dan. 7:13-14).
Dalam Perjanjian Baru, di luar Yesus, hanya Stefanus yang menggunakan ungkapan Anak Manusia. Mendengar kesaksian ini, amarah orang-orang Yerusalem makin berkobar. Makin kejam mereka melemparinya dengan batu.
Tradisi Gereja menghormati Santo Stefanus sebagai martir pertama, teladan keteguhan iman dan kasih pada Yesus Kristus walau harus menghadapi hukuman mati.
Santo Cyprianus bertanya, “Mampukah kalian melaksanakan seluruh perintah Allah jika tidak karena kekuatan jiwa menahan derita?
Inilah yang memampukan Stefanus untuk bertahan. Walau ia dirajam, ia tidak menuntut balas dendam para mereka yang membunuhnya. Sebaliknya, ia mengampuni…
Pantaslah ia menjadi martir Kristus yang pertama, karena melalui kematiannya yang mulia, teladan kemartiran akan terus tumbuh mengikuti teladannya.
Ia tidak hanya menjadi pewarta Sengsara Tuhan, tetapi juga meneladannya dalam kerendahan hati dan kesabaran tanpa batas.” (De Bono Patientiae, 16).
Selanjutnya, Santo Leo Agung mengajari, “Karena keutamaan dan kesempurnaan seluruh kebenaran lahir dari kasih pada Allah dan kasih pada sesama, tiada seorang pun yang lebih baik dalam mencurahkan kasih selain para martir yang terberkati, karena merekalah yang paling menyerupai Tuhan kita dalam meneladan baik kasih maupun sengsara-Nya …
“Para martir telah membantu sesama, karena Tuhan menyediakan kekuatan bagi mereka untuk selalu yakin bahwa derita atas kematian dan kekejaman yang dialami-Nya di salib tak pernah menakutan dan menggentarkan Tuhan, tetapi harus direnungkan sebagai sarana manusia meneladan dan mengikuti-Nya …
Tiada teladan yang lebih berguna dalam pengajaran bagi umat Tuhan daripada teladan para martir. Keindahan kata sangat berguna untuk membujuk, alasan kuat untuk meyakinkan; sebaliknya, teladan jauh lebih ampuh daripada kata-kata. Dan lebih baik mengajar melalui perbuatan dari pada berpanjang kata.” (Homily on the Feast of St. Laurence).
Meneladan Yesus, dalam sakratul maut Stefanus menyerahkankan nyawanya, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.”, Domine Iesu, suscipe spiritum meum.
Ia memutus lingkaran setan dendam, yang dikobarkan Lamekh (Kej. 4:23-24). Seperti yang dilakukan Yesus (Luk. 23:43), ia dengan berdoa (Kis. 7:60), “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka.”, Domine, ne statuas illis hoc peccatum.
Stefanus gugur di hadapan seorang pemuda yang sedang berkobar-kobar memerangi para murid Tuhan, Saulus (Kis. 7:58).
Doa Stefanus nampaknya menggetarkan hati Saulus. Santo Agustinus bersaksi, “Jika Stefanus tidak berdoa pada Allah, Gereja tak akan pernah memiliki Paulus.” (Sermons, 315, 7).
Aku berdoa
Yesus memberi teladan bahwa tiap murid-Nya memikul tanggung jawab untuk berdoa, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri saja, tetapi juga sesama. Yesus menghayati doa, berkat dan syukur pada Bapa-Nya di surga.
Ia berdoa bagi para murid-Nya, khususnya ketika mereka sangat membutuhkan atau dalam bahaya. Santo Markus mengisahkan dalam Injilnya (Mrk. 6:46-51) saat Yesus berdoa sendirian di gunung, para murid sudah di tengah danau.
Perahu mereka yang melaju tenang tiba-tiba ditimbus ombak dan taufan. Perahu terombang-ambing, hampir tenggelam. Berjalan di atas air, Ia meneduhkan angin dan gelombang.
Santo Lukas mencatat sabda Yesus pada Petrus sebelum Ia ditangkap, “Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.” (Luk. 22:32).
Dalam tiap doa Yesus mengungkap perasaan pribadi terdalam, langsung pada Bapa-Nya, menghendaki damai sejahtera bagi orang lain, khususnya, supaya mereka menemukan damai dan hidup bersatu dengan Allah dan sesama manusia.
Dan doa yang sama didaraskan Yesus untuk orang-orang yang percaya kepada-Nya karena pemberitaan dan kesaksian murid-murid-Nya.
Aku berdoa juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka
Doa imami Yesus yang tercatat sebagai doa-Nya yang terpanjang ditemukan dalam Injil Yohanes. Doa itu menyingkapkan isi hati dan jiwa Yesus. Ia sungguh mengasihi Bapa tanpa batas. Tak bertepi kasih-Nya dicurahkan pada mereka yang percaya pada-Nya.
Doa-Nya dipusatkan pada kasih dan kesatuan. Ia menghendaki semua percaya pada-Nya dan mengikuti-Nya, tak hanya dulu dan kini, tapi juga di masa depan.
Doa Yesus mengandung permohonan untuk persatuan di antara semua orang Kristiani yang mengakui Yesus sebagai Tuhan. Yesus berdoa bagi pria dan wanita yang akan percaya pada-Nya dan mengikuti-Nya (Yoh. 17:20).
Secara khusus Ia juga berdoa bagi tiap pribadi sebagai anggota Gereja agar bersatu sebagaimana Ia dan Bapa adalah satu. Persatuan dengan Yesus, Putera Allah yang tunggal, dengan Bapa adalah persatuan yang saling mengasihi, melayani dan menghormati.
Dalam persatuan itu tersingkap kesatuan jiwa, hati dan roh. Tuhan Yesus memanggil masing masing dari setiap pengikutNya untuk ambil bagian dalam pesatuan yang saling mengasihi, menghormati dan melayani, serta menjalin persahabatan di antara mereka yang mengaku sebagai milik Kristus.
Orang-orang yang mengimani Yesus berhimpun dalam komunitas orang yang panggil Yesus. Yesus, Imam Agung dan Raja, memanggil umat yang percaya kepada-Nya sebagai bangsa yang terpilih, imamat yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri (1Ptr. 2:9-10).
Oleh Yesus, para Rasul dan pengganti mereka diangkat untuk melaksanakan pelayanan imamat Perjanjian Baru (bdk. Rm. 15:16 dan Katekismus Gereja Katolik, 611). Mereka bersaksi bagi Kristus melalui pewartaan lisan dan tertulis (Mat. 28:19-20; 1Kor. 11:2; 15:1-3; 1 Tes 2:16; 2Tes. 2:15-17; 2Tim. 2:2; 3:14-15; 1Ptr. 1:25).
Cara orang-orang ini dipanggil untuk pelayanan imamat sama seperti cara Harun dipanggil melayani Allah dalam Perjanjian Lama (bdk. Kel. 29:1; 40:12-13; Mat. 23:1-2). Tetapi imamat yang mereka hayati sangat berbeda, karena tidak dilandaskan pada imamat yang diperoleh melalui keturunan.
Panggilan dalam jabatan imam hanya memiliki satu tugas perutusan, yakni : melayani Mempelai-Nya, Gereja Perjanjian Baru (Mat. 19:12), yang berasal dari segala bangsa.
Panggilan ini memenuhi janji Allah yang dinubuatkan Nabi Yesaya, “Aku datang untuk mengumpulkan segala bangsa dari semua bahasa, dan mereka itu akan datang dan melihat kemuliaan-Ku.
Aku akan menaruh tanda di tengah-tengah mereka dan akan mengutus dari antara mereka orang-orang yang terluput kepada bangsa-bangsa, yakni Tarsis, Pul dan Lud, ke Mesekh dan Rosh, ke Tubal dan Yawan, ke pulau-pulau yang jauh yang belum pernah mendengar kabar tentang Aku dan yang belum pernah melihat kemuliaan-Ku, supaya mereka memberitakan kemuliaan-Ku di antara bangsa-bangsa […]
Juga dari antara mereka akan Kuambil imam-imam dan orang-orang Lewi, firman TUHAN.” (Yes. 66:18-21).
Maka, imamat Perjanjian Baru seperti imamat itu seperti imamat Melkhisedek, imam-raja (Kej. 14:18), yang dipanggil dan ditahbiskan untuk melayani Allah.
Para pelayan Gereja Perjanjian Baru melayani umat yang dihimpun menjadi anak-anak dalam keluarga Allah, yakni dalam Gereja Katolik.
Kata katolik bermakna: umum, universal.
Tradisi Gereja mencatat kata katolik digunakan pertama kali oleh Santo Ignatius dari Antiokia, yang dibunuh sebagai martir antara tahun 107-110.
Santo Cyrilus, 315-386, Uskup Agung Yerusalem dan Pujangga Gereja, menulis, “Kita menyebut Gereja katolik bukan hanya karena ia tersebar di seluruh penjuru dunia, dari ujung satu ke ujung lain.
Tetapi juga karena dengan cara yang sangat umum dan tanpa cela gereja mengajarkan seluruh ajaran yang harus diketahui manusia, baik yang kelihatan dan tak kelihatan, surgawi dan duniawi.
Demikian pula karena Gereja mengajarkan penyembahan yang benar pada Allah kepada seluruh bangsa manusia, pemerintahan dan warga negara, terpelajar dan buta huruf.
Dan akhirnya, karena Gereja merawat dan menyembuhkan segala dosa, baik yang berasal dari jiwa maupun raga, terlebih menguatkan apa yang telah merasuki umat manusia, apa pun nama sebutannya, segala bentuk keutamaan dalam tingkah laku dan kata-kata dan dalam setiap jenih hidup rohani.” (Catechesis, 18, 23).
Yesus mendoakan agar jemaat yang didirikan-Nya menjadi satu: satu Gereja – satu Tubuh dalam Kristus, “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau […] sama seperti Kita adalah satu.” (Yoh 17:21-22).
Tujuh kali Santo Yohanes menggunakan kata εν, hen, unum, satu, untuk mengungkapkan persatuan dengan Allah Bapa dan persatuan Gereja, yakni: Yoh. 17:11. 21 (dua kali). 22 (dua kali), 23 dan 26.
Dalam Yoh 17:26 (Terjemahan Baru), kata hen diterjemahkan sebagai sata penghubung yang, “supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka.” Kata ini menyingkapkan kesempurnaan Gereja yang menjadi tempat Allah bersemayam dan didoakan Yesus.
Agar dunia tahu, bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku
Doa Yesus pada malam Ia diserahkan kepada para prajurit Bait Allah dan Romawi menyingkapkan keagungan kasih dan kepercayaan pada para murid-Nya yang terkasih.
Ia tahu ada yang akan meninggalkan dan mengkhianati-Nya, tetapi Ia tetap mempercayakan kepada mereka tugas yang paling penting: menyebar luaskan namanya ke seluruh penjuru dunia hingga akhir jaman.
Pada jaman sekarang, ketika situasi dunia makin mencekam dengan kesewenang-wenangan, Ia mempercayakan pada kita tugas untuk membuat Hati Yesus yang mahakudus dikasihi dimana-mana, Ametur ubique terrarum Cor Iesus Sacratissimum.
Ia wafat dan bangkit agar semua menjadi satu seperti Ia dan Bapa adalah satu. Tuhan Yesus melalui kuasa Roh Kudus menarik masing-masing kita ke dalam persatuan seperti persatuan-Nya dengan Bapa. Dalam persatuan itulah kita semua adalah saudara dan saudari dalam Kristus serta menjadi putera dan puteri Bapa di surga.
Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa
Yesus tidak hanya mendoakan kedua belas muridnya. Tetapi Ia juga mendoakan tiap-tiap muridNya sebagai Imam Agung pada malam perjamuan terakhir sebelum wafat di salib (Yoh. 17: 20).
Dan hari ini Yesus tetap berperan sebagai Pengantara yang terus memohon kepada Bapa yang bertahta di surga.
Santo Paulus menulis, “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” (Rm. 8:34; bdk. Ibr. 7: 25).
Yesus tidak pernah meninghendaki para muridNya ditinggalkan sendirian. Ia memohon, “Ya Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan.”
Yesus bersuka cita ketika para murid-Nya tinggal bersama-Nya. Ia menghendaki para murid-Nya mengalami apa yang dialami-Nya bersama Bapa-Nya.
Ia menghendaki masing-masing murid-Nya mengenal Bapa dan Ia mengenal masing-masing.
Dalam tradisi Kitab Suci, kata mengenal tidak hanya terbatas pada sekedar tahu melalui olah akal budi. Tetapi juga menyaratkan pengalaman akan kehadiran Allah yang tinggal dalam kasih diantara para saudara-saudari dalam komunitas iman.
Katekese
Doa untuk persatuan semua orang yang percaya. Santo Cyprianus dari Carthago, martir-uskup pertama dari Afrika, 200-258 A.D.
“Kasih-kebaikan hati Tuhan, belas kasih-Nya, begitu agung demi keselamatan kita. Tak cukup bagi-Nya hanya sekedar menebus kita dengan darah-Nya. Terlebih Ia berdoa bagi kita.
Ketahuilah apa yang Ia kehendaki dalam permohonan-Nya. Sama seperti Bapa dan Anak adalah satu, demikian juga kita harus tinggal dalam persatuan sempurna.
Dari permohonan ini, menjadi nyatalah betapa dosa seseorang menyebabkan perpecahan dan menghancurkan damai sejahtera. Karena itulah Tuhan sendiri memohon anugerah persatuan ini.
Tanpa ragu Ia memohon agar umat-Nya diselamatkan dengan cara ini dan hidup dalam damai sejahtera, karena Ia tahu bahwa perpecahan pasti tidak berasal dari Kerajaan Allah.” (The Lord’s Prayer 30.1)
Oratio-Missio
Bapa, ampunilah kami, umatMu, yang telah Engkau tebus melalui darah Putera-Mu di kayu salib. Ampunilah dosa kami dan sembuhkanlah kami dari luka-luka perpecahan yang kami timbulkan sendiri.
Kuatkanlah niat kami untuk kembali menjalin dan memulihkan kasih yang terkoyak, persatuan yang terobek, dan kesucian yang ternoda, agar kami layak hidup sebagai putera dan puteri-Mu.
Semoga semua orang yang mengakui Putera-Mu sebagai Tuhan dan Kristus mau bersatu hati dalam Gereja-Mu, yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Amin.
- Apa yang perlu kita lakukan agar seluruh pengikutnya menjadi satu kawanan dan satu gembala?
ut cognoscat mundus, quia tu me misisti et dilexisti eos, sicut me dilexisti – Ioannem 17: 23