Selasa. Hari Biasa. Pekan Adven I (U)
- Yes. 11:1-10
- Mzm. 72:2.7-8.12-13.17
- Luk. 10:21-24
Lectio
21 Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh Kudus dan berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.
22 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.” 23 Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata: “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat.
24 Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”
Meditatio-Exegese
Tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk dari pangkalnya akan berbuah
Nabi Yesaya mengawali pewartannya dengan bernubuat, “Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. Roh TUHAN akan ada padanya…” (Yes 11:1-2).
Allah berjanji akan menumbuhkan tunas kecil dari taruk Isai dan yang kecil itu akan berbuah. Ia akan menjadi pangkal keselamatan. Allah tidak menjajikan yang besar, yang agung, yang hebat, yang luar biasa, yang menggemparkan di hadapan mata manusia.
Apa yang nampak besar dan penuh kuasa justru ditampilkan iblis saat ia menampakkan diri di hadapan Yesus di gurun Galilea. Si penggoda tampil seolah-olah dialah penguasa semesta, “Aku akan memberikan seluruhnya padamu jika kamu…”
Sebaliknya, Allah selalu hadir dalam segela hal yang ‘kecil, hina, tak berdaya’. Tetapi, dari yang kecil akan tumbuh besar dan mengatasi segala.
Kelak, Ia hadir dalam Diri Bayi kecil di kandang Bethlehem. Akhirnya, “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp. 2:5-8).
Paus Fransiskus mengajar, “Dalam komunitas Kristen, Gereja, jika umat, imam, uskup tidak pernah ambil bagian dalam sikap batin rendah hati, di situ pasti tidak ada masa depan. Komunitas akan runtuh.
Kita telah menyaksikan hal semacam itu dalam sejarah. Orang Kristen yang memaksakan kehendak sendiri, dengan kekuatan, kuasa, penaklukan…
Tetapi, Kerajaan Allah tumbuh dari hal kecil, selalu dalam diri apa yang kecil, biji yang kecil, benih kehidupan. Seolah-olah, benih itu tidak mampu berbuat apa-apa. Namun, ada kuasa yang membantu dan memberi kekuatan.
“Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.
Roh TUHAN akan ada padanya.” (Yes. 11:1-2). Roh selalu memilih yang kecil.
Karena Ia tak dapat memasuki yang besar, yang sombong, yang puas diri. Tuhan menampakkan Diri-Nya sendiri di hati yang kecil dan rendah hati.” (Homily, Misa Kudus di Domus Sanctae Marthae, 3 Desember 2019).
Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi
Yesus bersyukur dan mengungkapkan pengakuan iman akan Allah sebagai Bapa dan Pencipta, asal dan tujuan segala ciptaan. Kebaikan hati serta kasih-Nya melulu dicurahkan pada semua anak-Nya. Seluruh hidup manusia sebagai pria dan wanita berasal dari-Nya (Ef. 3:14-15)
Doa ini juga berisi peringatan bahwa kesembongan dapat menjauhkan manusia dari kasih dan relasi mesra dengan Allah. Kesombongan menutup jiwa untuk menerima anugerah pengetahuan akan Allah dan relasi kasih denganNya.
Kesombongan, yang selalu digunakan setan untuk mengelabuhi manusia, selalu mengarahkan pada ilusi seolah-olah sama dengan Allah (Kej. 3:5), ”Kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.”, et eritis sicut Deus scientes bonum et malum.
Sedangkan, pada hakekatnya, seperti diungkapkan Santo Agustinus, uskup Hippo, manusia hanyalah pengemis di hadapan Allah. Hanya dapat bergantung pada-Nya, seraya memohon kerelaan hati-Nya untuk menganugerahkan kerahiman dan belas kasih-Nya.
Engkau nyatakan kepada orang kecil
Kerendahan hati manusia terletak pada disposisi batin untuk mengakui ketergantungan pada Allah. Manusia harus mencari “keutamaan tertinggi” atau “summum bonum” terletak dalam diri Allah. Kerendahan hati menjadi mahkota seluruh keutamaan, karena kerendahan hati menundukkan hati untuk mengharapkan rahmat dan kebenaran.
Kerendahan hati berlawanan dengan kesombongan, sumber segala dosa. Kitab Amsal menyingkapkan, “orang yang rendah hati dikasihani-Nya” (Ams. 3:34; Yak. 4:6). Maka, biarlah Yesus, Tuhan kita, menyembuhkan luka batin kita karena kesombongan.
Biarkan Roh Kudus mengubah tiap pribadi agar semakin serupa dengan Yesus, yang lemah lembut dan rendah hati (Mat 11:29). Dari Ibu Maria, Bunda Yesus Kristus, masing-masing belajar dan mendidik diri untuk rendah hati.
Dan untaian rosario selalu mengantar pada ketergantungan pada Allah, seperti yang diucapkannya pada Malaikat Gabriel (Luk 1:38), ”Jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”, Fiat mihi secundum verbum tuum.
Katekese
Harus rendah hati. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936:
“Gembala yang sejati, apakah dia adalah imam, uskup, paus, kardinal, atau siapa pun dia, jika tidak rendah hati, dia bukanlah gembala. Dia sekedar pengurus kantor. Dan hal ini dapat diterapkan pada siapa pun juga yang memiliki kuasa yang nampak penting dalam pengelaan Gereja, juga pada ibu tua yang melakukan amal kasih secara rahasia.
Rendah diri mungkin mengarahkan orang untuk menjadi kecil hati – yakni, ia menutup diri atau takut. Sebaliknya, rendah hati selalu agung. Rendah hati menunjut juga kemampuan untuk menanggung risiko, karena ia tidak takut kalah.
Kerendahan hati selalu mengarahkan pada keagungan. Karena ia memungkinkan kita keluar dari diri sendiri, karena sadar bahwa Allah menjadi alasan atas keagungan ini.
Santo Thomas Aquinas, dalam Summa Theologiae, menulis, “Jangan takut akan hal-hal besar.” Santo Fransiskus Xaverius mejunjukkan hal yang sama pada kita, “Jangan takut melangkah maju. Tetapi pada saat yang sama, pertimbangkan untuk selalu rendah hati. Inilah iman.”
Seorang Kristen selalu mengawali dari kerendahan hati. Jika dalam doa saya merasa bahwa saya kecil, terbatas, berdosa, seperti pemungut cukai yang berdoa di bagian belakang Gereja, malu atas hidupnya, dan berkata, “Kasihanilah aku, ya Tuhan, orang berdosa ini.”, kalian akan maju dalam hidup.
Tetapi kalau kalian merasa diri yakin sebagai orang Kristen yang baik, kalian akan berdoa seperti orang Farisi yang menghadap Tuhan hanya untuk mendapatkan pembenaran. “Aku bersyukur pada-Mu, ya Allahku, karena aku besar.”
Saya senang mendengarkan pengakuan dosa, khususnya anak-anak. Pengakuan mereka sangat indah, karena mereka bicara tentang fakta konkrit, “Saya mengatakan kata ini,” misalnya. Dan ia mengulanginya.
Apa yang konkrit adalah apa yang rendah hati. “Tuhan, aku pendosa, karena aku melakukan ini, ini, ini, ini… Inilah penderitaanku, kebodohanku.
Tetapi, utuslah Roh-Mu agar aku tidak takut menghadapi hal besar, tidak taku bahwa engkau menghendaki hal besar untuk kulakukan bagi-Mu dalam hidupku.” (Homily, Misa Kudus di Domus Sanctae Marthae, 3 Desember 2019).
Oratio-Missio
Allah yang mahatinggi dan agung, terangilah hati kami saat kami dirundung kegelapan dan anugerahkanlah iman sejati, harapan yang pasti dan kasih yang sempurna.
Berilah kami kepekaan dan pengenalan akan diri-Mu, sehingga kami mampu melakukan apa saja untuk memenuhi kehendak-Mu. Demi Kristus Tuhan kami. Amin. (Doa Santo Fransiskus Assisi, 1182-1226, terjemahan bebas)
- Apa yang aku lakukan untuk semakin menjadi sederhana, rendah hati dan miskin di hadapan Allah dan sesama?
Multi prophetae et reges voluerunt videre, quae vos videtis, et non viderunt, et audire, quae auditis, et non audierunt – Lucam 10:24