Jumat (H)
- Flp. 1:1-11
- Mzm. 111:1-2,3-4,5-6
- Luk. 14:1-6
Lectio
1 Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. 2 Tiba-tiba datanglah seorang yang sakit busung air berdiri di hadapan-Nya.
3 Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, kata-Nya: “Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?” 4 Mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi.
5 Kemudian Ia berkata kepada mereka: “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?” 6 Mereka tidak sanggup membantah-Nya.
Meditatio-Exegese
Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin Farisi
Injil mengisahkan diskusi antara Yesus dengan kaum Farisi dalam perjalanan-Nya dari Galilea ke Yerusalem. Cukup sulit menempatkan kisah ini pada seluruh rangkaian kisah hidup Yesus.
Santo Markus mencatat juga kisah yang mirip (Mrk. 3:1-6). Kisah ini mungkin berasal dari kisah-kisah lisan yang dituturkan dari mulut ke mulut, hingga akhirnya, dicatat oleh penulis Injil sesuai dengan kebutuhan dan harapan komunitas imannya.
Pada hari Sabat Yesus memenuhi undangan salah seorang pemimpin faksi Farisi. Undangan ini bukan yang pertama. Ia telah beberapa kali menerima undangan serupa sebelumnya. Biasanya Ia menerima undangan makan siang.
Yesus diundang makan seorang pemimpin kaum Farisi untuk merayakan Sabat. Undangan ini tidak dilandasi niat tulus untuk merayakan peristiwa iman.
Digunakan kata ‘παρατηρουμενοι’, parateroumenoi, dari kata dasar paratereo, yang bermakna: “melihat dengan teliti, mengamati secara seksama”.
Dari keseluruhan konteks, pemimpin kaum Farisi dan seluruh bawahannya sedang melakukan pengamatan licik. Mereka mencari cara untuk menemukan kesalahan dan tuduhan pada Yesus kalau-kalau Ia melanggar hukum Taurat.
Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?
Di tengah makan siang, tiba-tiba menyeruak seorang yang menderita busung air. Orang ini pasti minta pertolongan. Dan Yesus langsung menanggapi dengan pertanyaan pada kaum Farisi yang hendak menjebak-Nya. Ia bertanya (Luk. 14:3), “Diperbolehkankah menyembuhkan orang pada hari Sabat atau tidak?”, Licet sabbato curare an non?
Pertanyaan-Nya langsung menohok pada inti hidup keagamaan: hari ini adalah hari Sabat. Apakah halal menyembuhkan orang sakit atau dilarang? Apakah diijinkan melakukan penyembuhan atau membiarkan orang itu mati?
Santo Markus merumuskan pertanyaan Yesus menjadi pertanyaan yang provokatif, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” (Mrk. 3:4).
Mereka itu diam semuanya
Mendengar pertanyaan Yesus, kaum Farisi itu terdiam. Mereka tidak menduga Yesus akan bertanya demikian. Di hadapan orang-orang yang membisu, tak mengungkapkan penolakan atau mengijinan, Yesus memegang tangan orang sakit itu, menyembuhkannya dan memintanya pergi.
Ia membungkam pengecam-Nya dengan telak. Mereka hanya diam, terbengong-bengong ketika mendengar pertanyaan-Nya (Luk 14: 5), “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?”, Cuius vestrum filius aut bos in puteum cadet, et non continuo extrahet illum die sabbati?
Yesus membuka topeng orang Yahudi yang mengecam-Nya. Mereka tidak konsisten dalam menyikapi hukum. Pertanyaan ini pula mengingatkan akan Yahwe yang memberi perlindungan dan pertolongan pada manusia dan binatang (bdk. Mzm. 36:8).
Bila orang Yahudi biasa menolong lembunya yang terperosok ke sumur, sekalipun pada hari Sabat, mereka harus mau menolong manusia, karena manusia merupakan gambar wujud Allah (Kej. 1:27). Pertanyaan-pertanyaan reflektif dari Yesus membuat orang Farisi bungkam.
“Istirahat pada hari Sabat” dimaksudkan sebagai waktu yang dikhususkan untuk mengenang dan merayakan kebaikan Allah dan kebaikan-Nya dalam karya-Nya. Ia dikenang dan dirayakan karena mencipta dan menebus. Hati itu ditentukan sebagai hari untuk memuji dan memuliakan Allah, karya-Nya dan tindakan penyelamatan-Nya untuk manusia.
Hari itu diperuntukkan untuk berhenti bekerja dan menyediakan waktu cukup untuk istirahat dan menyegarkan seluruh hidup. Namun, hari itu tidak dimaksudkan untuk berhenti mengasihi Allah dan mengasihi sesama.
Hukum kasih mengatasi hukum istirahat! Yesus menunjukkan kekeliruan kaum Farisi yang berpegang pada legalisme hukum istirahat. Ia menunjukkan makna hakiki Sabat: melakukan kebaikan dan menyembuhkan. Dan, mereka tidak sanggup membantah-Nya.
Tentang hari Sabat, Gereja mengajarkan, “Injil memberitakan kejadian-kejadian, di mana Yesus dipersalahkan karena Ia melanggar perintah Sabat. Tetapi Yesus tidak pernah melanggar kekudusan hari ini (bdk. Mrk. 1:21; Yoh. 9:16).
Dengan wewenang penuh Ia menyatakan artinya yang benar, “Hari Sabat diadakan untuk manusia, bukan manusia untuk hari Sabat.” (Mrk. 2:2).
Dengan penuh belas kasihan Kristus menuntut hak, supaya melakukan yang baik daripada yang jahat dan menyelamatkan kehidupan daripada merusakkannya pada hari Sabat (bdk. Mrk. 3:4). Hari Sabat adalah hari Tuhan yang penuh kasih dan penghormatan Allah (bdk. Mat. 12:5; Yoh. 7:23). “Jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat.” (Mrk. 2:28) ” (dikutip dari Katekismus Gereja Katolik, 2173).
Katekese
Hukum tak pernah melarang orang bebelas kasih pada hari Sabat. Santo Cyrilus dariAlexandria, 376-444:
“Saat mereka membisu karena enggan berbicara dengan-Nya, Kristus menguliti sikap mereka yang tak tahu malu dengan mengungkan alasan tak terbantahkan. Sabda-Nya, “Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?”
Jika hukum melarang orang berbelas kasih pada hari Sabat, mengapa kamu berbuat baik untuk yang jatuh ke dalam sumur? … Allah seluruh ciptaan tidak pernah berhenti melakukan belas kasih. Ia sangat murah hati dan mengasihi umat-Nya.” (dikutip dari Commentary On Luke, Homily 101).
Oratio-Missio
- Tuhan, ijinkanlah aku menghormati-Mu, baik saat aku bekerja dan saat beristirahat. Penuhilah hatiku dengan kasih-Mu dan bebaskanlah aku dari keinginan untuk selalu mengecam sesama yang selalu berusaha menyenangkan hari-Mu dan berbuat kasih pada orang lain. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan agar ringan tangan dalam berbuat kasih?
Et respondens Iesus dixit ad legis peritos et pharisaeos dicens, “Licet sabbato curare an non?” – Lucam 14:3