Lectio Divina 30.10.2021 – Allah Menghormati yang Rendah Hati

0
293 views
Ilustrasi: Duduklah di tempat yang paling tidak terhormat by Vatican News.

Sabtu. Pekan Biasa XXX (H)

  • Rm. 11:1-2a.11-12.25-29
  • Mzm. 93:12-13a.14-15.17-18
  • Luk. 14:1.7-11

Lectio

1 Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama. 7 Karena Yesus melihat, bahwa tamu-tamu berusaha menduduki tempat-tempat kehormatan, Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:

8 “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, 9 supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.

10 Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. 11  Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Meditatio-Exegese

Semua yang hadir mengamat-amati Dia

Yesus tidak disambut dengan hormat di rumah pemimpin kaum Farisi. Mereka tidak memperlakukan keturunan Abraham dengan cara leluhur mereka, Abraham, memperlakukan dan melayani tamu dengan ramah (Kej.18:1-8).

Mereka tidak mengajak-Nya  untuk merayakan Sabat. Tetapi, mereka justru melakukan pengamatan licik untuk menemukan cara mempersalahkan Yesus kalau-kalau Ia melanggar Hukum Taurat.

Santo Lukas menggunakan kata ‘παρατηρουμενοι’, parateroumenoi, dari kata dasar paratereo, bermakna: “melihat dengan teliti; mengamati secara seksama”.

Tetapi, Yesus dengan cerdik menggunakan kesempatan ini untuk mewartakan atau menjelaskan makna pelaksanaan hukum seperti yang dikehendaki Allah.

Pada perikop terdahulu Yesus menjelaskan makna hari Sabat, pokok pembicaraan hari ini menukik pada hakikat kehormatan.  

Yesus melihat tamu berusaha menduduki tempat kehormatan

Yesus dan para murid-Nya mendahului kedatangan tamu lain. Ia mengambil tempat dan mengamati apa yang terjadi di rumah itu. Tamu datang dan memilih tempat duduk sesuka hati. Bila diperlukan, tempat duduk itu bisa diminta untuk diberikan pada  orang lain yang dipandang lebih terhormat.

Bila sampai terjadi pengambil alihan, orang yang bersangkutan pasti kehilangan muka. Dan tempat yang terhormat adalah tempat yang dekat dengan tempat duduk tuan rumah, bisa di ujung meja atau di tengah.

Para tamu yang dijumpai Yesus tampak tidak memperhatikan orang lain. Mereka hanya memperhatikan diri mereka sendiri. Mereka memilih tempat duduk untuk menunjukkan diri sendiri terhormat. Maka, sebisa mungkin, mereka duduk di tempat terhormat.

Perilaku ini mirip dengan keinginan Nyonya Zebedeus, ibu Yohanes dan Yakobus. Kata ibu itu, “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” (Mat. 20:20).

Sebaliknya, tempat yang terhormat, justru diberikan kepada orang yang tidak memintanya. Tempat itu diberikan kelak. Itulah firdaus, tempat terhormat. Tempat itu justru dijanjikan untuk penjahat yang meminta agar Yesus ingat padanya sesaat sebelum keduanya mati di salib (Luk. 23:43).

Pergilah duduk di tempat yang paling rendah

“Pergilah duduk di tempat yang paling rendah.” (Luk 14:10) merupakan undangan untuk menjadi rendah hati. Orang yang rendah hati selalu mengenal, memandang dan menilai diri sendiri  dengan cara seperti yang dikehendaki Allah (bdk. Mzm. 139:1-4).

Yang rendah hati selalu menilai diri sendiri secara seimbang. Ia tidak menutup diri dengan topeng atau menutupi pembusukan mayat dengan nisan bercat putih (bdk. Mat. 23:27).

Ia menilai diri sendiri secara seimbang, tidak lebih besar atau lebih kecil dari kenyataan. Ia tidak pernah digoyahkan ketenaran, nama baik, keberhasilan atau kegagalan.   

Kerendahan hati merupakan landasan dari semua keutamaan. Ia memampukan kita menilik dan menyelidiki diri sendiri dengan benar, seperti Allah memandang kita.

Yohanes Pembaptis memandang dirinya dengan benar (Yoh. 3:30), “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”, Illum oportet crescere, me autem minui.  

Rasul Paulus memberi contoh dan teladan terbesar akan kerendahan hati pada diri Yesus Kristus, “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba… Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil 2:7-8).  

“Sebab TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia menghormati dan memahkotai orang-orang yang rendah hati dengan keselamatan.” (Mzm 149:4). 

Katekese

Yesus memanggil untuk rendah hati, sederhana dan terpuji. Santo Cyrilus dari Alexandria, 376-444:

“Sabda-Nya, “Ketika orang yang lebih terhormat dari padamu datang, dia yang mengundang engkau dan dia, akan berkata, “Berilah tempat ini kepada orang itu”. Oh, betapa memalukannya karena harus melakukan ini.

Terus terang saja, ini seperti pencurian dan harus mengembalikan barang yang telah kamu curi. Ia harus mengembalikan apa yang telah dirampasnya karena ia tidak memiliki hak apa pun atas barang itu.

Orang yang sederhana dan terpuji tidak pernah mencari kedudukan terhormat, walau mereka tak takut kehilangan muka karena mungkin menuntut tempat yang layak di antara orang terhormat. Orang seperti ini memberika pada orang lain apa yang menjadi haknya

Ia tidak merasa dikalahkan oleh kesombongan yang hampa. Orang seperti ini akan menerima kehormatan seperti seharusnya. Tuhan bersabda, “Tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu, “Sahabat, silakan duduk di depan.” …

Jika siapa pun di antara kamu menghendaki dihormati di antara yang lain, biarkan ia memperolehnya melalui keputusan dari surga dan diberi mahkota kehormatan yang dianugerahkan Allah. Biarkan ia melampaui yang lain dengan memberi kesaksian akan nilai-nilai yang mulia.

Kaidah keutamaan adalah pikiran sederhana tidak pernah menyombongkan diri. Itulah kerendahan hati. Santo Paulus juga menjunjung tinggi nilai ini di antara yang lain. Ia menulis bagi siapapun juga yang berusaha keras meraih kemuliaan, “Cintailah kerendahan hati.” (dikutip dari Commentary On Luke, Homily 101.5)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau menjadi hamba untuk membebaskan aku dari kasa dosa, mementingkan diri sendiri dan kesombongan. Bantulah aku untuk merendahkan diri seperti Engkau yang rendah hati dan selalu bersuka cita saat melayani semua yang berseru kepada-Mu. Amin. 

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk menjadi rendah hati?

Quia omnis, qui se exaltat, humiliabitur; et, qui se humiliat, exaltabitur – Lucam 14:11

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here