Minggu. Hari Minggu Biasa IV. Peringatan Wajib St. Yohanes Bosko (H).
- Ul. 18:15-20
- Mzm 95:1-2.6-7.8-9
- 1Kor.7:32-35
- Mrk. 1:21-28
Lectio
21b Mereka tiba di Kapernaum. Setelah hari Sabat mulai, Yesus segera masuk ke dalam rumah ibadat dan mengajar. 22 Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.
23 Pada waktu itu di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: 24 “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”
25 Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: “Diam, keluarlah dari padanya!” 26 Roh jahat itu menggoncang-goncang orang itu, dan sambil menjerit dengan suara nyaring ia keluar dari padanya.
27 Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: “Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahat pun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya.” 28 Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea.
Meditatio-Exegese
Seorang nabi akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu; dialah yang harus kamu dengarkan
Dalam tradisi Alkitabiah, Musa dipandang bukan hanya sebagai pembebas dari perbudakan Mesir dan pemberi hukum, tetapi juga nabi pertama dan model utama untuk semua nabi yang akan lahir bagi bangsa Israel dan seluruh umat manusia.
Namun, gelar sebagai nabi, pertama kali, disematkan kepada Abraham oleh Abimelekh, raja bangsa asing itu, karena mengakui Abraham diberi karunia untuk berdiri dihadapan Allah dan menjadi pengantara yang memutuskan hidup atau mati seseorang (Kej. 20:7).
Tugas utama nabi: mengatakan kepada umat apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya; dan umat wajib menaati Allah dan nabi-Nya. Sabda-Nya, Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan kepadanya.” (Ul. 18: 18).
Pembangkangan nabi pada perintah Allah berakibat penghukuman. Yunus dihukum dengan cara dilemparkan ke laut saat lari ke Tarsus. Ia menolak memberitakan pertobatan kepada orang Niniwe (Ul. 18:19; Yun. 1:1-16).
Nabi hadir untuk menyingkapkan kesetiaan Allah pada janji kelesalamatan-Nya dan melayani umat untuk setia pada-Nya. Tetapi, sering pula bangsa terpilih jatuh dalam pencobaan. Mereka abai pada suara nabi dan mengikuti praktek bangsa yang tak mengenal Allah: sihir, tenung, pemanggilan roh, penyembahan berhala dan takhayul.
Raja Ahas, misalnya, membuat patung tuangan untuk para Baal, bahkan pengorbanan anaknya untuk korban bakaran bagi Baal di lembah Ben-Hinom (2Raj. 16:3; 2Taw. 28:2). Atas kesesatan itu, Allah menghukum mereka (Yer. 7:31-8:3; Yeh. 16:20-52).
Tradisi Kristiani mengkaitkan nubuat Nabi Musa dengan kedatangan Mesias-Nabi di masa depan. Kedatangan Sang Mesias telah dijanjikan Allah segera setelah kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 3:15). Kepenuhan nubat itu terjadi dalam diri Yesus Kristus, seperti dikatakan oleh Santo Petrus pada khotbah Pantekosta.
Santo Petrus mengutip nubuat Musa, “Bukankah telah dikatakan Musa: Tuhan Allah akan membangkitkan bagimu seorang nabi dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku: Dengarkanlah dia dalam segala sesuatu yang akan dikatakannya kepadamu. Dan akan terjadi, bahwa semua orang yang tidak mendengarkan nabi itu, akan dibasmi dari umat kita.” (Kis. 3:22-23).
Kitab Perjanjian Baru lainnya, juga mengidentifikasi Yesus pada nubuat Musa. Pada Yohanes Pembaptis, imam dan orang Lewi yang diutus pemimpin Yahudi bertanya kalau-kalau ia adalah nabi yang akan datang itu (Yoh. 1:19-21).
Perempuan Samaria mengenali Yesus sebagai seorang nabi (Yoh. 4:19). Setelah diberi makan di tepi pantai Danau Galilea dan mengenali tanda yang dilakukan Yesus, lebih dari 5000 orang berkata, “Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia.” (Yoh. 6:14).
Dan ketika Ia masuk ke Yerusalem, gemparlah seluruh kota itu dan orang berkata, “Siapakah orang ini?” Dan orang banyak itu menyahut, “Inilah nabi Yesus dari Nazaret di Galilea” (Mat. 21:10-11). Ia memenuhi nubuat tentang keturunan Yakub (Kej. 49:10-11; Za. 9:9), ketika orang banyak memberi salam kepada-Nya, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi.”
Maka, tiada nama yang lebih indah dari nama Yesus, karena Dialah puncak seluruh pernyataan diri Allah (bdk. Ibr. 1:4).
Para bapa Konsili Vatikan II mengajarkan, “Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai “manusia kepada manusia”, “menyampaikan sabda Allah” (Yoh. 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh. 5:36; 17:4).
Oleh karena itu Dia – barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh. 14:9) – dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizatnya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi,
bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.” (dikutip dari Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum, 4).
Kapernaum, rumah ibadat dan mengajar
Kapernaum, tempat tinggal Petrus dan Adreas (Mrk. 1:29), terletak di bagian barat Danau Galilea dan secara tradisional masuk dalam wilayah Suku Zebulon dan Naftali. Zebulon (Kej. 30:20; 49:13) dan Naftali (Kej. 30:8; 49:21) adalah anak-anak Yakub. Masing-masing mendapatkan tanah pusaka di bagian utara yang berbatasan dengan daerah asing (Yos. 19:32-39).
Kota ini mungkin berasal dari gabungan kata Ibrani kâphâr, rumah, dan nachûm, kenyamanan. Kapernaum bisa bermakna: rumah kenyamanan atau rumah yang nyaman.
Di kota inilah Yesus tinggal setelah meninggalkan Nazaret (Mat. 4:13) dan menjadikannya sebagai pusat karya pelayanan-Nya. Ia melakukan banyak mukjizat di kota ini: menyembuhkan hamba perwira Romawi (Mrk. 1:5-13), mertua Petrus (Mrk. 1:14-17) dan orang lumpuh (Mrk. 2:1-12).
Sebagai orang Yahudi, Yesus mendaftarkan diri menjadi anggota komunitas setempat. Di tempat itulah komunitas mengadakan ibadat dan pengajaran untuk mendengarkan sabda Allah.
Sinagoga bukan tempat untuk mempersembahkan korban, yang hanya boleh dilakukan di Bait Allah. Sinagoga ini rupanya dibangun perwira Romawi yang bersimpati pada agama Yahudi dan anaknya disembuhkan Yesus (Luk. 7:5).
Yesus selalu mengajar di sinagoga. Namun para penginjil tidak menuliskan apa yang diajarkan. Barangkali Ia selalu menggunakan kesempatan itu untuk mengajarkan tentang Kerajaan Allah.
Kelak, pola pewartaan berbasis sinagoga dilaksanakan oleh Santo Paulus di pelbagai tempat. Dari sinagoga, kemudian, beralih kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi (Kis. 13:14-15)
Kerasukan roh jahat
Roh jahat (Luk. 4:33) merasuki orang dan merusak hidupnya. Ia merusak tidak hanya tubuh, tetapi juga, sesuai pandangan jaman itu, moral dan kesehatan jiwa-raga (Mrk. 1:34; 9:25). Roh ini selalu berusaha menjauhkan manusia dari Allah. Roh itu selalu menjadikan manusia sebagai budak; budak dari konsumtifme, uang, kekuasaan, pengaruh, dan keinginan yang keinginan daging. (Gal. 5:19-21).
Dan Yesus, dalam bimbingan dan kuasa Roh Kudus, mengalahkannya di gurun (Mrk. 1:12-13). Namun, mereka selalu menyingkir dan mencari kesempatan yang baik untuk datang menggoda kembali (bdk. Luk. 4:13). Maka, setiap kali berhadapan dengan Yesus, roh jahat akan selalu melawan. “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami?” (Mrk. 1:24).
Yang diucapkan setan merupakan ungkapan ketakutan. Yesus memang diutus untuk mengalahkan dan mengikat mereka di neraka. “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu” (1Yoh. 3:8).
Setan selalu berbicara dengan kata ganti ‘kami’. Ia tidak berani menunjukkan identitas dirinya sendiri. Ia selalu mengidentifikasi diri melalui gerombolan atau orang banyak, maka ‘kami’ mengacu pada seisi sinagoga dan setan.
Ia ingin semua orang membenci dan takut pada Yesus, karena Ia diidentifikasi sebagai si pembinasa (Mrk. 1:24; bdk. Mrk. 5:7-10). Dan setan menyukai kalau orang membenci dan merancang kematian Yesus, seperti persekongkolah beberapa orang Farisi dan kaki tangan Herodes Antipas (Mrk. 3:6).
Setan selalu mempunyai cara licik untuk mengelak dari kuasa Yesus. Bahkan melalui pengetahuannya itu, Yesus digoda. Mengutip nubuat Nabi Daniel, setan berseru tentang siapa Yesus, yaitu Ia yang kudus dari Allah (Dan. 9:24). Yesus tidak membutuhkan kesaksian setan, walaupun mereka mengenal-Nya. Kesaksian mereka selalu mensyaratkan penaklukan diri pada kuasa mereka.
Kesaksian akan keselamatan yang ditawarkan Allah dilakukan melalui hidup, ajaran, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya dari maut. Dan apabila Ia tidak dibangkitkan, pewartaan dan iman akan Kristus Yesus sia-sia (bdk. 1Kor. 15:14).
Santo Agustinus dari Hippo, 354-430, mengingatkan, “Iman selalu kuat, tetapi tanpa kasih iman tak ada artinya. Setan percaya pada Kristus, tetapi mereka tidak memiliki kasih, maka iman mereka hampa.
Mereka berkata, “Apa urusan-Mu dengan kami?” (Mark. 1:24). Mereka memiliki sejenis iman, tetapi mereka tidak memiliki kasih. Maka mereka setan. “Sekalipun memiliki iman sempurna, tetapi tanpa kasih, iman tidak berguna.” (1Kor. 13).
Kitab Suci mengajarkan bahwa iman sejati bekerja dan menjadi sempurna melalui kasih (Gal. 5:6) dan berpijak pada pengharapan (Rom. 15:13). Iman kita menjadi sempurna dalam kasih karena kasih mengarahkan kita pada kebenaran tertinggi, yakni Allah sendiri, dan mendorong kita berbuat baik pada sesama yang diciptakan serupa dengan Allah (Kej. 1:26-27).
Ia berkata-kata dengan kuasa
Yesus menghardik si setan untuk diam. Markus menggunakan kata φιμωθητι, phimotheti, diamlah, tenanglah. Kata ini berasal dari kata φιμω, phimo, yang digunakan ketika Yesus menghardik angin taufan di danau (Mrk. 4:39); dan menenangkan binatang buas (1Kor. 9:9). Setan pun takut dan keluar dari tubuh orang itu.
Yesus tidak mau setan menyingkapkan identitas diri-Nya, karena Ia tidak ingin diperintah oleh setan (bdk. pencobaan Yesus pada Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-113).
Santo Markus menggunakan kata εξουσια, exousia, yang berasal dari ἔξεστι, exesti, keberadaan. Kata ini menggambarkan Yesus memiliki kualitas pribadi atau kewibawaan yang mampu membuat manusia mengabdi kepada-Nya atau setan takut pada-Nya. Kewibawaan itu menyebabkan kuasa atau daya, δυναμεις, dunameis, bekerja sesuai dengan kehendak-Nya.
Wibawa-Nya berbeda dengan kewibawaan para ahli Taurat dan orang Farisi (Mrk 1:22). Wibawa dan kuasa yang diberikan kepada-Nya dari kekal (bdk. Dan. 7:13-14) digunakan untuk menegakkan Kerajaan Allah.
Maka, saat Ia menyatakan memiliki wibawa dan kuasa untuk mengampuni dosa (Mrk. 2:10), saat itulah konflik dengan pemuka agama Yahudi mulai merebak. Sabda-Nya itu dianggap sebagai ajaran baru (Mrk. 1:27) dan tidak cocok dengan yang lama, seperti pada perumpamaan tentang kain baru dan anggur baru. (Mrk. 2:18-22).
Santo Markus terus menerus menyajikan perselisihan antara Yesus dengan iblis. Yang tercatat dengan kuat dalam Injil adalah kesan umat setelah mendengarkan pengajaran Yesus. Mereka takjub, “Belum pernah seorang manusia berkata seperti orang itu” (Yoh. 7:46).
Yesus memulai pengajaranNya dengan ungkapan penuh wibawa, “Aku berkata kepadamu … .” Kuasa pengajaranNya nampak dalam pengusiran setan, pengampunan dosa (Mrk. 2:1-12), perombakan atas adat istiadat Yahudi (Mrk. 7:1-13), misalnya.
Katekese
Mengenal tanpa mengasihi. Santo Agustinus dari Hippo, 354-430:
“Kata-kata yang keluar dari mulut setan menunjukkan dengan jelas bahwa mereka memiliki pengetahuan luas, tetapi mereka tidak memiliki kasih sama sekali. Mereka takut menerima penghukuman dari-Nya.
Mereka tidak mengasihi kebenaran yang ada dalam diri Yesus. Ia telah membuat diri-Nya dikenali setan hingga tahap yang dikehendaki-Nya; dan Ia menghendaki dikenali hingga tahap yang tepat.
Namun, pada setan Ia tidak membiarkan diri dikenali seperti pengenalan oleh para malikat kudus, yang ambil bagian dalam keabadian-Nya. Dengan membuat mereka ketakutan, Yesus bertujuan untuk melucuti kuasa jahat yang menindas dan memaksa; kuasa itu menarik mereka yang bersedia menjadi budak dalam kerajaan dan kemuliaan yang ditentukan, yang benar-benar abadi.
Maka, Yesus tidak membiarkan diri-Nya dikenal oleh setan sebagai Sang Hidup Abadi, dan Cahaya yang menyinari para pengikut sejati-Nya. Hati mereka dimurnikan karena iman akan Dia, sehingga mereka mampu memandang cahaya-Nya.
Ia dikenal setan melalui dampak sementara kuasa-Nya, tanda kehadiran-Nya yang tersembunyi, yang mungkin tidak dapat dirasakan setan, bahkan yang paling licik sekali pun di antara mereka. Tanda itu justru dapat ditangkap oleh jiwa terlemah di antara manusia (dikutip dari City of God 9.21).
Oratio-Missio
- Tuhan, sabda-Mu penuh kuasa dan hidup. Semoga aku tak pernah ragu akan kasih dan belas kasih-Mu. Melalui sabda-Mu, bebaskanlah, sembuhkanlah dan pulihkanlah tubuh, hati dan jiwaku. Amin.
- Apa yang perlu aku lakukan untuk tidak menjadi budak dari konsumerisme, uang, kekuasaan dan keinginan daging?
Obmutesce et exi de homine! – Marcum 1: 25