Lectio Divina 4.2.2025 – Tangan-Nya Merentang dan Mengampuni

0
0 views
Menyembuhkan anak perempuan Yairus, by Paolo Veronese, 1546

Selasa. Minggu Biasa IV, Hari biasa (H)

  • Ibr.12: 1-4
  • Mzm. 22:26b-27.28.30.31-32
  • Mrk. 5:21-43

Lectio

21 Sesudah Yesus menyeberang lagi dengan perahu, orang banyak berbondong-bondong datang lalu mengerumuni Dia. Sementara Ia berada di tepi danau. 22 Datanglah seorang kepala rumah ibadat yang bernama Yairus.

Ketika ia melihat Yesus, sujudlah ia di depan kaki-Nya 23 dan memohon dengan sangat kepada-Nya, “Anak perempuanku, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup.”

24 Lalu pergilah Yesus dengan orang itu. Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan berdesak-desakan mengerumuni Dia. 25 Di situ ada seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan. 26  Ia telah banyak menderita di bawah perawatan banyak tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk.

27 Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menyentuh jubah-Nya. 28 Sebab katanya, “Asal kusentuh saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” 29 Seketika itu juga sumber pendarahannya mengering dan ia merasa bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya. 30 Pada saat itu juga Yesus mengetahui bahwa ada kuasa yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berbalik di tengah orang banyak dan bertanya, “Siapa yang mennyentuh jubah-Ku?”

31 Murid-murid-Nya menjawab, “Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesakan mengerumuni-Mu, dan Engkau bertanya: Siapa yang menyentuh Aku?” 32 Lalu Ia memandang sekeliling-Nya untuk melihat perempuan yang telah melakukan hal itu.

33 Perempuan itu, yang menjadi takut dan gemetar ketika mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya, tampil dan sujud di depan Yesus dan dengan jujur memberitahukan segala sesuatu kepada-Nya.

34 Lalu kata-Nya kepada perempuan itu, “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan damai dan tetaplah sembuh dari penyakitmu.” 35 Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata, “Anakmu sudah meninggal, untuk apa engkau masih menyusahkan Guru?”

36 Namun, Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat, “Jangan takut, percaya saja.” 37 Lalu Yesus tidak memperbolehkan seorang pun ikut serta, kecuali Petrus, Yakobus dan Yohanes, saudara Yakobus.

38 Mereka tiba di rumah kepala rumah ibadat, dan di sana dilihat-Nya orang-orang ribut, menangis dan meratap dengan suara nyaring. 39 Sesudah Ia masuk Ia berkata kepada orang-orang itu, “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur.”

40 Namun, mereka menertawakan Dia. Semua orang itu disuruh-Nya keluar, lalu dibawa-Nya ayah dan ibu anak itu dan mereka yang bersama-sama dengan Dia masuk ke kamar anak itu. 41 Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya, “Talita kum,” yang berarti, “Hai anak perempuan, Aku berkata kepadamu: Bangunlah.”

42 Seketika itu juga anak itu bangkit dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Mereka semua sangat takjub. 43  Dengan sangat Ia memperingatkan mereka, supaya jangan seorang pun mengetahui hal itu, lalu Ia menyuruh mereka memberi anak itu makan.

Meditatio-Exegese

Anak ini tidak mati, tetapi tidur

Yairus, kepala sinagoga Kapernaum, menemui Yesus tanpa takut dan malu. Kata Ibrani ya’ir bermakna Allah akan membangunkan. Nama ini mengantisipasi apa yang akan terjadi di akhir cerita.

Meninggalkan penolakan, syak-wasangka, dan kebencian pada Yesus, Yairus berlutut memohon pertolongan Yesus supaya Ia menyembuhkan anaknya, 12 tahun, yang sedang sakit, bahkan hampir mati. Tindakan berlutut, diungkap dalam bahasa Latin, procedere ad pedes, merupakan ungkapan perendahan diri.

Sebagai kepala sinagoga, hidupnya pasti berkecukupan. Ia pasti sudah mengusahakan pengobatan untuk anaknya. Karena para tabib gagal, Yesus menjadi satu-satunya harapan.  

Yairus pasti kenal dengan Orang Nazaret itu, karena Ia sering masuk ke sinagoga Kapernaum setiap hari Sabat dan mengajar di sana.

Yairus meletakkan harapan pada Yesus, yang ditolak oleh bangsanya sendiri. Kalau Yairus percaya pada Yesus, orang-orang di rumahnya justru tidak.

Mereka malahan mentertawakan Yesus, ketika Ia bersabda (Mrk. 5:39), “Mengapa kamu ribut dan menangis? Anak ini tidak mati, tetapi tidur.”, Quid turbamini et ploratis? Puella non est mortua, sed dormit.

Ketidakpercayaan ini sama dengan ketidakpercayaan Sara, “Tertawalah Sara dalam hatinya, katanya, “Aku sudah renta, akan berahikah aku, Tuanku juga sudah tua?” (Kej. 18:12). 

Asal kusentuh saja jubah-Nya

Perempuan tua yang menderita sakit pendarahan memiliki harapan sembuh hanya pada Yesus. Pendarahan yang dideritanya selama 12 tahun membuatnya selalu dalam keadaan najis, karena darah terus mengalir dari tubuhnya (bdk. Im. 15:19-30).

Ia dikucilkan dari pergaulan dengan sesama manusia dan dari Allah dalam peribadatan di sinagoga. Bahkan ia tidak diperkenankan untuk makan bersama.

Perempuan tua ini pasti mengupayakan pengobatan. Tetapi sudah kehabisan biaya sejak lama. Maka Yesus menjadi satu-satunya harapan.

Saat berjumpa dengan-Nya, ia melakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum kenajisan. Kalau ia menyentuh jubah Yesus, ia menjadikan Yesus najis juga. Namun, tindakan itu, ternyata membuat “kuasa keluar dari-Nya.” (Mrk. 5:30).

Perempuan itu menerima tenaga Yesus, δυναμιν, dunamin, dari kata δυναμεις, dunameis, mukjizat, yang menyebabkan kesembuhan. Tindakan iman itulah yang menyebabkannya sembuh.

Yesus tahu kalau ada orang yang menyentuh jubah-Nya. Maka Ia bertanya, “Siapa yang menjamah jubah-Ku?” (Mrk. 5:30). Pertanyaan ini mengingatkan ketika Allah bertanya pada Adam dan Hawa, “Di manakah engkau?” (Kej. 3:9).

Yesus menyapa perempuan yang sakit itu untuk meminta pengakuan iman. Sedangkan pada Adam dan Hawa, Allah meminta untuk mengakui dosa.

Setelah mengisahkan apa yang dialami, Ia menjawab (Mrk. 5:34), “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan damai dan tetaplah sembuh dari penyakitmu.”, Filia, fides tua te salvam fecit. Vade in pace et esto sana a plaga tua.

Kepada kedua perempuan itu, Yesus menyapa sebagai: anak-Ku. Ia memancarkan wajah Allah yang tidak bertanya tentang dosa, tetapi merentangkan dan menumpangkan tangan-Nya yang penuh pengampunan dan kerahiman.

Katekese

Penderitaan orang tua yang berlangsung lama. Santo Petrus Chrysologus, 400-450:

“Jika menyenangkan hatimu, mari kita bicara sebentar tentang rasa sakit dan kecemasan yang dirasakan dan ditanggung orangtua dalam kesabaran karena kasih dan perhatian mereka untuk anak-anak mereka.

Dalam kisah ini, di kelilingi seluruh kerabat dan dipenuhi rasa sayang dan perhatian dari sanak keluarga, anak perempuan itu berbaring di tempat tidur karena menderita sakit. Tubuhnya melemah. Budi dan jiwa bapaknya terkoyak oleh kecemasan.

Anak perempuan menderita karena deraan penyakitnya. Sang ayah, yang lusuh dan lunglai, terpuruk dalam kesedihan. Ia menderita dan mananggung keletihan jiwa di hadapan tatapan seluruh mata. Anak itu sedang tenggelam dalam kematian yang datang dalam sunyi … Celaka.

Mengapa anak-anak tidak memperhatikan hal ini. Mengapa mereka tidak memperhatikan orangtua mereka sendiri? Mengapa mereka tidak ingin segera membalas budi baik orangtua mereka?

Namun, kasih orangtua tidak pernah kenal putus.  Dan, atas apa pun yang dicurahkan orangtua pada anak mereka, Allah, Orang Tua kita semua, pasti akan membalas dengan berkelimpahan.” (Sermon 33.2)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau mengasihi kami masing-masing dengan caraMu sendiri. Sentuhlah hidupku dengan kuasa penyelamatanMu, sembuhkanlah dan pulihkanlah aku agar aku sembuh. Dan, nyalakanlah api cintaMu dalam hatiku agar mampu melayani sesamaku. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk ambil bagian mengatasi kesulitan sesamaku?

Filia, fides tua te salvam fecit. Vade in pace et esto sana a plaga tua – Marcum 5: 34

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here