Lectio Divina 4.7.2024 – Allah Selalu Berbelas Kasih

0
32 views
Yesus menyembuhkan si lumpuh, mural di katakomba Callixtus, Roma, abad ke-3

Kamis. Minggu Biasa XIII, Hari Biasa (H)

  • Am 7:10-17
  • Mzm. 19:8.9.10.11
  • Mat 9:1-8

Lectio

1 Sesudah itu naiklah Yesus ke dalam perahu lalu menyeberang. Kemudian sampailah Ia ke kota-Nya sendiri. 2 Maka dibawa oranglah kepada-Nya seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidurnya. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.”

3 Maka berkatalah beberapa orang ahli Taurat dalam hatinya: “Ia menghujat Allah.” 4 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: “Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu? 5 Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah dan berjalanlah?

6 Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” -lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu-: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu.” 7 Dan orang itupun bangun lalu pulang. 8 Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.

Meditatio-Exegese

Meditatio-Exegese

Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel

930 sebelum Masehi, Yerobeam I memberontak melawan anak Raja Salomo, Rahabeam. Pemberontakan itu menyebabkan perpecahan agama dan kerajaan. Kerajaan Utarara atau Israel diperintah Yerobeam I, 931-910.

Kerajaan itu segera membuat patung lembu dan menyembahnya di kuil penyembahannya sendiri yang dilengkapi dengan jajaran para imam dan liturgi. Seluruh warga dilarang untuk beribadah di Bait Allah di Yerusalem.

Maka, pada saat Amos berkarya sebagai penyambung lidah Allah pada masa Raja Yerobeam II, 783-743 sebelum Masehi, suara dan sang nabi ditolak. Melalui utusannya Amazia melaporkan pada raja melalui utusannya bahwa Amos bersepakat jahat melawan raja, menubuatkan kematiannya dan kehancuran kerajaan.

Amazia mengusir nabi Allah, “Pelihat, pergilah, enyahlah ke tanah Yehuda. Carilah makananmu di sana dan bernubuatlah di sana. Tetapi jangan lagi bernubuat di Betel, sebab inilah tempat kudus raja, inilah bait suci kerajaan.” (Am. 7:12-13).

Amos tidak menganggap diri sebagai nabi. Ia memandang diri sebagai orang biasa. Katanya (Am. 7:14-15), “Aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan. Tetapi Tuhan mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba.”, Sed armentarius ego sum, vellicans sycomoros. Et tulit me Dominus,

cum sequerer gregem.

Tetapi Allah memanggilnya untuk bernubuat di Kerajaan Israel. Amos hanya taat atas panggilan-Nya (Am. 7:15), “Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.”, Vade, propheta ad populum meum Israel.

Sadar akan risiko, Amos terus menyuarakan pesan Allah, tanpa takut, termasuk nubuat khusus untuk Amazia dan keluarganya (Am. 7:17). Tugas pengutusan sang nabi berlaku sama untuk setiap anggota Gereja: bernubuat atas nama Allah.

Tiap pribadi dipanggil untuk bersaksi tentang Kristus pada sesama dan menarik setiap ciptaan (bdk. Mrk. 16:15) kepada-Nya.

Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni

Setelah meredakan badai di tengah Danau Gallilea dan mengunjungi Gadara, Yesus kembali ke kota-Nya sendiri, Kapernaum. Saat Ia berjalan pulang ke rumah, kepada-Nya dibawa seorang lumpuh.

Yesus tersentuh, karena niat yang sungguh untuk bertemu dengan-Nya dan usaha besar orang dekat si lumpuh itu, Ia mau melakukan apa yang dimintanya. 

Yesus menyapa si lumpuh dengan ungkapan, “Hai anak-Ku.” Sapaan-Nya merupakan sapaan pribadi, dan menjadi tanda bahwa Ia menawarkan keselamatan (Mat. 9:2), “Dosamu sudah diampuni”, remittuntur peccata tua.

Tawaran Yesus bermakna Ia mematahkan ikatan antara sakit, kegagalan dan dosa. Inilah pertama kali penginjil menampilkan Yesus, yang memiliki kuasa ilahi.

Bagi orang Yahudi waktu itu, sakit merupakan tanda bahwa seseorang dikutuk karena dosa yang dilakukan nenek moyang atau dirinya sendiri, bahkan orang tuanya sendiri (Yoh. 9:2). Maka Yesus membebaskan orang itu dari ikatan dosa dan penyakitnya.

Ia menghujat Allah

Telinga ahli Taurat sangat peka. Ketika mereka mendengar bahwa Yesus mengampuni dosa orang lumpuh itu, kepada-Nya langsung dituduhkan menghujat Allah. Tuduhan itu tidak terucap, tetapi tersimpan di hati.

Yesus mengetahui pikiran hati mereka yang jahat. Yesus menggunakan ungkapan (Mat. 9:6), “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa.”, Ut sciatis autem quoniam Filius hominis habet potestatem in terra dimittendi peccata.

Ia menunjukkan tidak hanya Allah yang berkuasa mengampuni dosa, tetapi juga Yesus dan manusia lain.

Ia juga mengenakan gelar Anak Manusia, yang diberi kuasa, kemuliaan dan kekuasaan oleh Yang Lanjut Usia sebagai raja atas segala manusia dari pelbagai bangsa, suku bangsa dan bahasa (bdk. Dan. 7:13-14).

Sayang, para ahli Taurat tidak mampu menangkap isyarat yang disingkapkan oleh Yesus. Mengacu kepada nubuat Nabi Daniel, tuduhan pada Yesus langsung gugur.

Memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia

Berbeda dengan ahli Taurat, orang banyak justru memuliakan Allah. Ia telah memberikan kuasa yang demikian besar kepada Anak Manusia, termasuk kuasa mengampuni dosa.

Apakah kuasa itu juga dianugerahkan kepada komunitas gerejani? Santo Matius menyingkapkan bahwa pengampunan dosa selalu dimaksudkan untuk mengokohkan kembali relasi persaudaraan yang rusak. Kuasa ini hanya diberikan dan dipraktekkan dalam komunitas yang dibentuk oleh Yesus, tidak di sinagoga.

Tema pengampunan ini akan diulang juga dalam Matius 18 dan dikokohkan pada akhir Injil Matius ketika Yesus wafat di salib. Ia bersabda, “Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat. 26:28).

Pengampunan dosa selalu menuntut belas kasih,  seperti disabdakan-Nya, “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mat. 9:13). 

Sabda inilah yang menjadi daya tarik bagi banyak orang tersingkirkan, pendosa, pelacur, pemungut cukai, dan terbuang selalu mendekat pada Yesus. Dari mulut orang-orang yang mengalami belas kasih Allah selalu bergema kidung kemuliaan bagi Allah.

Penulis Injil menulis (Mat. 9:8), “Maka orang banyak yang melihat hal itu takut lalu memuliakan Allah yang telah memberikan kuasa sedemikian itu kepada manusia.”, Videntes autem turbae timuerunt et glorificaverunt Deum, qui dedit potestatem talem hominibus.

Katekese

Penyembuhan jiwa dan tubuh.  Santo Hilarius dari Poitiers, 315-367:

“Kini dalam kisah penyembuhan orang lumpuh sejumlah orang dibawa ke hadapan Yesus untuk disembuhkan. Sabda Yesus akan penyembuhan patut direnungkan. Pada orang yang lumpuh itu Ia tidak bersabda, “Sembuhlah.” Ia juga tidak bersabda, “Bangun dan berjalanlah.”

Tetapi, padanya diucapkan-Nya sabda, “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” Orang lumpuh itu adalah keturunan manusia pertama, Adam. Dalan diri Pribadi ini, Kristus, seluruh dosa Adam diampuni.

Dalam kisah orang yang disembuhkan ini dibawalah ia dihadapan-Nya melalui pelayanan para malaikat. Dalam kisah pula, ia dipanggil anak, karena ia adalah karya pertama Allah.

Dosa-dosa jiwanya diampuni-Nya, dan pengampunan pada orang yang berdosa pertama kali dianugerahkan.

Kita tidak percaya bahwa orang lumpuh itu berbuat dosa sebelum, yang berakibat pada penyakit kelumpuhannya, khususnya karena Tuhan bersabda di tempat lain bahwa kebutaan dari lahir tidak mungkin berasal dari dosa seseorang atau dosa orang tuanya (Yoh. 9:1-3).” (Commentary On Matthew 8.5).

Oratio-Missio

Tuhan, ampunilah dan ubahlah hatiku agar aku selalu setia pengutusan-Mu untuk mewartakan kebenaran dan kebaikan hati-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu kulakukan seuapa aku mudah berbelas kasih dan mengampuni?

Videntes autem turbae timuerunt et glorificaverunt Deum, qui dedit potestatem talem hominibus – Matthaeum 9:8

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here