Sabtu. Minggu Prapaskah IV, Hari Sabtu Imam (U)
- Yer. 11:18-20
- Mzm. 7:2-3.9bc-10.11-12
- Yoh. 7:40-53
Lectio
40 Beberapa orang di antara orang banyak, yang mendengarkan perkataan-perkataan itu, berkata, “Dia ini benar-benar nabi yang akan datang.” 41 Yang lain berkata, “Ia ini Mesias.” Tetapi yang lain lagi berkata, “Apakah mungkin Mesias datang dari Galilea? 42 Bukankah Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal?”
43 Lalu timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia. 44 Beberapa orang di antara mereka mau menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang berani menyentuh-Nya. 45 Kemudian penjaga-penjaga itu kembali kepada imam-imam kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka, “Mengapa kamu tidak membawa-Nya?”
46 Jawab penjaga-penjaga itu, “Belum pernah seorang pun berkata seperti orang itu.” 47 Lalu jawab orang-orang Farisi itu kepada mereka, “Apakah kamu juga disesatkan? 48 Adakah seorang di antara pemimpin-pemimpin yang percaya kepada-Nya, atau seorang di antara orang-orang Farisi? 49 Tetapi, orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat, terkutuklah mereka.”
50 Nikodemus, salah seorang dari mereka, yang dahulu datang kepada-Nya, berkata kepada mereka, 51 “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dilakukannya?” 52 Jawab mereka, “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.” 53 Lalu mereka pulang ke rumah masing-masing.
Meditatio-Exegese
Marilah kita melenyapkannya, sehingga namanya tidak diingat orang lagi
Nabi Yeremia, lahir di desa Anatot, utara Yerusalem, dari keluarga imam. Melayani Allah sebagai sebagai nabi dalam kurun waktu 40 tahun, Yeremia mengalami masa keemasan wangsa Daud di bawah Raja Yosia, 639-609, ketika seluruh bangsa, raja dan para imam membaharui iman mereka pada Yahwe.
Namun setelah tahun 609, sang nabi menyaksikan kemerosotan dan kehancuran wangsa Daud, yang berkuasa antara 1025-587. Setelah Yerusalem diratakan dengan tanah, semua dibuang ke Babel.
Sebenarnya Yeremia, yang menghendaki kedamaian, tidak ingin menjadi nabi. Panggilan sebagai nabi pasti menimbulkan aniaya. Tetapi, sulit baginya untuk mengelak dari Allah (Yer. 20:7).
Ia bahkan hendak melupakan Allah, tetapi ia tidak mampu melakukannya, karena dalam hatinya “ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku. Aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup.” (Yer. 20:9).
Sang nabi mengalami ancaman pembunuhan oleh sanak saudaranya sendiri (Yer. 11:18-12:6). Imam Agung Pasyhur memasungnya di pintu gerbang Benyamin (Yer. 20:1-6).
Ia hendak dibunuh karena mencela umat yang tidak setia kepada Yahwe (Yer. 26). Raja Yoyakim mencabik-cabik kitab yang berisi khotbahnya dan membuang ke perapian lembar demi lembar (Yer. 36).
Selama setahun, 588-587, ketika Yerusalem dikepung, Yeremia ditawan di penjara dan ia dimasukkan ke dalam kolam air, supaya mati. Tetapi ia diselamatkan oleh sida-sida dari Etiopia, Ebed-Melekh (Yer. 38).
Sang nabi dirantai dan menunggu dibuang ke Babel (Yer. 44:1-6). Namun, ia justru dibuang ke Mesir dan, menurut legenda, ia dibunuh orang-orang sebangsanya dengan cara dirajam.
Yeremia menuliskan keluh kesah dan penderitaan batin yang menyayat hati dalam pengakuan-pengakuan (Yer. 11:18-12:6; 15:10-12; 17:12-18; 18:18-23; 20:1-18).
Katanya, “Tadinya aku seperti anak domba jinak yang dibawa untuk disembelih, aku tidak tahu bahwa mereka membuat rancangan jahat terhadap aku, “Marilah kita musnahkan pohon ini beserta buah-buahnya. Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang-orang hidup, sehingga namanya tidak diingat lagi.” (Yer. 11:19).
Diancam dibunuh oleh siapa saja yang mendengarkan wartanya, Yeremia tidak membalas dendam. Ia berpegang teguh pada sabda-Nya, “Hak-Kulah dendam dan pembalasan.” (Ul 32:35). Maka, kepada Allah, ia berkata (Yer. 18:20), “Kepada-Mulah kubuka perkaraku.”, tibi enim revelavi causam meam.
Timbullah pertentangan di antara orang banyak karena Dia
Dalam bab 7, Penulis Injil menyajikan beragam pendapat dan kebingungan di antara umat tentang Yesus. Sedangkan sanak saudara-Nya berpendapat bahwa Yesus harus mendapat nama di Yerusalem (Yoh. 7:2-5).
Orang banyak mengatakan dan memuji-Nya sebagai orang baik (Yoh. 7:12). Beberapa mengatakan, “Ia ini benar-benar nabi yang akan datang.” Sebaliknya, ada yang lain lagi mengatakan, “Ia adalah penyesat.” (Yoh. 7:12). Orang lain lagi mengecam-Nya sebagai orang yang tidak berpendidikan (Yoh. 7:15).
Masing-masing pendapat memiliki landasan pikir dan tradisi yang dipegang teguh bahwa Mesias tidak mungkin berasal dari Galilea. Ia harus berasal dari Bethlehem, tempat asal Raja Daud.
Maka, pengenalan mereka sangat dangkal, karena yang mereka tahu hanya tempat di mana Ia dibesarkan, Nazaret (Mat. 2:23). Padahal kira-kira tiga puluh satu atau tiga puluh dua tahun sebelumnya, beberapa pribadi mampu mengenali siapa Yesus sebenarnya.
Yang mengenali Mesias, Kristus, Yang Diurapi, adalah pribadi-pribadi bersahaja. Zakharia dan Elizabet (Luk. 1:5-25. 39-56), para gembala domba (Luk. 2:8-20), Simeon dan Hana (Luk. 2:21-40), tiga orang Majus (Mat. 2:1-12), dan, Yohanes Pembaptis, yang kesaksiannya mereka tolak (Yoh. 1:19-36; 3:22-36).
Hanya Santo Matius yang mencatat bahwa Yesus adalah sama dengan Nabi Yeremia (Mat. 16:14). Jemaat Santo Matius rupanya melihat persamaan antara hidup Yesus dengan Nabi Yeremia.
Mereka berdua ditolak oleh umat. Mereka mengalami banyak kesengsaraan ketika menyampaikan pesan Allah. Terlebih, mereka dibunuh dengan kejam.
Mereka berdua juga hidup di babak paling kelam sejarah bangsa terpilih. Nabi Yeremia menyaksikan kehancuran Yerusalem dan pembuangan ke Babel lima setengah abad sebelum Yesus lahir.
Yesus menubuatkan kehancuran Bait Allah, yang dipugar Herodes Agung, dan Yerusalem. Nubuat-Nya benar terjadi tahun 70, saat Jenderal Titus meluluh-lantakkan seluruh Israel.
Para tokoh dari kalangan imam, Saduki dan Farisi dalam Mahkamah Agama Yahudi menentang-Nya dan mengutus tentara Bait Allah untuk menangkap Yesus. Tetapi para tentara itu membangkang dengan alasan, “Belum pernah seorang pun berkata seperti orang itu.” (Yoh. 7:46).
Maka para pemimpin menuduh bahwa Yesus telah menyesatkan mereka. Terlebih, para pemimpin buta itu juga menuduh umat sebagai kaum yang bodoh dan tidak mengenal Hukum Taurat. Sebaliknya, mereka merasa diri sebagai yang paling tahu akan sabda Allah dan Kitab Suci dan tradisi (Yoh. 7:49).
Hanya Nikodemus, seorang di antara para pemimpin agama itu, masih memiliki akal sehat. Dia menjumpai Yesus di malam hari untuk bersoal jawab tentang kelahiran kembali (Yoh. 3:1-21).
Ia meminta majelis agama untuk mengundang Yesus dan meminta penjelasan-Nya. Katanya, “Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dilakukannya?” (Yoh 7:51). Mereka segan melakukan, kendati tahu ketetapan itu (bdk. Ul. 18:22-26).
Para anggota Sanhedrin tidak mau mengubah pikiran. Mereka tetap berkeyakinan bahwa tidak ada nabi berasal dari Galilea. Mereka menganggap rendah sesama, termasuk Yesus.
Mereka membantah (Yoh. 7:52), “Apakah engkau juga orang Galilea? Selidikilah Kitab Suci dan engkau akan tahu bahwa tidak ada nabi yang datang dari Galilea.”, Numquid et tu ex Galilaea es? Scrutare et vide quia propheta a Galilaea non surgit.
Akhirnya, para pemimpin itu lupa untuk mendalami pesan Allah tentang Hamba Yahwe. Mereka tidak merenungkan Hamba Yahwe yang menderita dan menang sesuai nubuat Nabi Yesaya (Yes. 42:1-9; 49:1-6; 50:4-9; 52:13-53:12; 61:1-2).
Katekese
Tidak dengan berlalu, tetapi dengan mengasihi. Santo Augustinus, uskup Hippo, 354-430:
“Kita mendekati Allah tidak dengan cara berlalu, melenggang begitu saja. Tetapi kita harus mengsihi-Nya. Semakin murni kasih kita pada-Nya dan semakin besari usaha kita untuk mengasihi-Nya, Ia akan semakin dekat dengan kita.
Maka, bagi-Nya, siapapun yang selalu hadir di mana-mana dan mempersembahkan diri secara utuh pada-Nya, kita harus terus maju tidak dengan kaki kita, tetapi dengan nilai moral yang kita wujud-nyatakan. Kita menilai sesuatu atau seseorang tidak berlandaskan pengetahuan kita, tetapi dengan kasih kita.” (Letter 155, 13)
Oratio-Missio
Allah yang kekal, Engkau menerangi budi kami agar kami mengenal Engkau. Engkaulah sukacita hati kami agar kami mengasihiMu. Engkaulah kekuatan kehendak kami agar melayaniMu.
Anugerahilah kami dengan rahmat yang cukup untuk mengenal-Mu, agar kami mampu benar-benar mengasihi-Mu; tanpa henti mengasihi-Mu; serta melayani-Mu dengan sepenuh hidup kami.
Melayani-Mu selalu menjadi kebebasan kami yang sempurna. Dalam Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin. (Doa Santo Agustinus, terjemahan bebas)
- Apa yang perlu aku lakukan supaya mengenal Yesus tanpa kesulitan?
Numquid et tu ex Galilaea es? Scrutare et vide quia propheta a Galilaea non surgit – Ioannem 7:52