Senin. Perayaan Wajib Santa Perawan Maria, Ratu Rosario (P)
- Gal 1:6-12
- Mzm 111:1-2.7-8.9.10c
- Luk 10:25-37
Lectio
25 Pada suatu kali berdirilah seorang Ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” 26 Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam Hukum Taurat? Apa yang kau baca di sana?”
27 Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
28 Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” 29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: “Dan siapakah sesamaku manusia?”
30 Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. 31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. 35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” 37 Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian.”
Meditatio-Exegese
Injil yang kuberitakan itu bukanlah injil manusia
Galatia, provinsi kekaisaran Romawi, sekarang terletak di Turki tengah. Daerah itu sejak awal dihuni penduduk yang berasal dari suku Celtik.
Paulus menulis surat kepada jemaat Galatia untuk menanggapi pengajar-pengajar palsu yang mengajarkan bahwa sebelum dibaptis/menjadi Kristen jemaat yang berasal dari bangsa asing harus menganut agama Yahudi atau melaksanakan hukum Musa, seperti sunat terlebih dahulu.
Paulus tak hanya heran, tetapi juga kecewa terhadap umat yang dibinanya. Mereka berpaling dari Dia yang menanggil mereka.
Ia menuduh mereka tidak mengikuti Injil yang berasal dari Yesus seperti yang ia terima dan wartakan. Tulisnya, “Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus.” (Gal. 1:7).
Paulus menekankan bahwa hanya ada satu Injil Kristus dan Injil itulah yang disampaikannya pada mereka. Baik malaikat atau orang yang mewartakan injil yang berbeda harus dikutuk (Gal. 1:8-9).
Kata αναθεμα, anathenma, semula digunakan untuk sesaji yang dipersembahkan seorang penganut agama pagan di kuil saat ia mengucapkan sumpah atau nazar. Di kemudian hari kata ini mengalami perubahan makna dengan acuan ‘kutuk’.
Paulus pasti ditentang dan dituduh bahwa ia mencari ‘dukungan dan persetujuan manusia’. Mereka menganggapnya hanya mencari jalan mudah untuk menjadi Kristen dengan membuang kebiasaan Yahudi, khususnya sunat.
Waktu itu sunat pasti menyakitkan. Bagi Paulus, berasal dari golongan Farisi, inti masalah bukan terletak pada penerapan kebiasaan Yahudi seperti sunat ini.
Tetapi sekarang ia sudah menjadi ‘hamba Kristus’ dan mengikuti ‘Jalan Tuhan atau Jalan Lurus’ (Kis. 9:2.11). Maka, tidak ada keharusan baginya untuk mendapat persetujuan manusia, karena melalui pewartaannya umat dikaruniai keselamatan dan kemerdekaan sejati.
Pada saat ia terbaring di tanah pada saat Yesus menjumpainya, ia bertanya, “Tuhan, apakah yang harus kuperbuat?” (Kis. 22:10). Yesus menjawab, “Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik. Di sana akan diberitahukan kepadamu segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu.” (Kis. 22:10).
Orang yang semula menjadi pemburu pengikut Kristus, karena penyelenggaraan ilahi, akan menerima pengajaran, pembaptisan dan penumpangan tangan dari Ananias. Maka Yesus menuntunnya memasuki sikap batin yang rendah hati, taat dan penyangkalan diri.
Maka, pengalaman perjumpaan dengan Kristus menerangi dan membaharui seluruh pemahamannya tentang Dia, yang pernah ia kejar-kejar. Terlebih pengajaran yang diterimanya menjadikan Injil yang diwartakannya sama dengan Injil yang diwartakan Rasul-rasul lain (bdk. 1Kor. 15:3; Gal. 2:2).
Apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?
Santo Lukas membantu jemaat untuk menemukan makna Kabar Sukacita Kerajaan Allah. Ia menampilkan orang-orang yang bercakap-cakap dengan Yesus dan bertanya pada-Nya tentang bagaimana cara mewarisi hidup kekal.
Pertanyaan itu juga berlangsung saat ini (Luk. 10:25), “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”, Magister, quid faciendo vitam aeternam possidebo?
Seorang ahli Taurat, νομικος, nomikos, sangat serius menghayati hidup dan bertanya tentang hidup kekal. Tetapi, kata yang dipilih: kata εκπειραζων, expeirazon, yang bermakna: menguji, mencobai, menggoda.
Si ahli Taurat pasti sudah mendengar kabar tentang Yesus, ajaran, mukjizat dan karya-Nya. Maka, ketika bertemu Yesus ia ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan refleksi imannya. Si Ahli Taurat mengira bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk mewarisi hidup kekal.
Digunakan kata κληρονομησω, kleronomeso, aku mewarisi, dari kata: κληρονομηω, kleronomeo, untuk melukiskan sikap batinnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa hidup kekal harus dicari melalui usaha sendiri.
Ia memahami dengan benar dalam paham aliran Farisi bila seluruh Hukum Taurat dipenuhi, ia berhak atas hidup kekal. Namun, ada satu yang terlupakan, yakni: warisan selalu merupakan pemberian cuma-cuma. Warisan diberikan kepada anak laki-laki atau perempuan atau diangkat.
Anak hanya berharap diberi warisan dan tidak ada hak sedikit pun untuk menuntut. Hak waris itu ternyata bisa juga hilang, seperti pada kisah Esau (Kej. 25: 29-34; 27:1-40).
Setiap orang Kristiani sudah menjadi anggota putera dan puteri Allah karena pembaptisan. Santo Paulus menulis, “Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” (Gal. 4: 7).
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dan kasihilah sesamamu
Yesus menjawab pertanyaan si ahli Taurat dengan membalikkan pertanyaan, “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” (Luk. 10:26). Pembalikan pertanyaan berarti Yesus mengajak ia untuk merenungkan sabda Tuhan di kedalaman relung hati. Taurat Allah tertanam dalam hati manusia (Mzm. 37:31).
Si ahli Taurat menjawab dengan mengutip: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Im. 19: 18; Ul. 6: 5).
Yesus membenarkan jawabannya dan Ia pun mengutip Im 18:5 (Luk. 10:28), “Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”, hoc fac et vives.
Jawaban Yesus juga menggemakan seruan pemazmur (Mzm. 40: 9), “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; TauratMu ada dalam dadaku.”, Facere voluntatem tuam, Deus meus, volui; et lex tua in praecordiis meis.
Siapakah sesamaku manusia?
Si ahli Taurat bertanya tentang siapakah sesama manusia. Ia memahami sesama hanya terbatas pada mereka yang diikat oleh ikatan darah, klan atau marga. Bahkan, Kitab Ulangan juga mengatur: hutang-piutang di antara anggota klan atau marga dihapus; tetapi diperbolehkan menagih hutang pada orang asing (Ul. 15:1-3).
Yesus memahami sesama dengan cara yang bertolak belakang dengan pemahaman orang Yahudi. Ia menjawab dengan memaparkan perumpamaan tentang orang Samaria. Dan pada ujung perumpamaan itu, Yesus memaksa si Ahli Taurat untuk berefleksi lagi tentang siapakah sesama.
Ia bertanya (Luk. 10: 36), “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”, Quis horum trium videtur tibi proximus fuisse illi, qui incidit in latrones?
Menghindari penggunaan kata ‘orang Samaria’, si Ahli Taurat menjawab (Luk 10: 37), “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”, Qui fecit misericordiam in illum.
Santo Lukas menggunakan kata ελεος, eleos, yang searti dengan hesed (Ibrani) atau misericordia (Latin, Vulgata) (Luk. 10:37). Kata Yunani eleos atau hesed bermakna belas kasih (bdk. Mi. 6:8, versi TB: kesetiaan). Yesus menjawab (Luk. 10:37), “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”, Vade et tu fac similiter.
Yang dikehendaki Yesus adalah melakukan tindakan sebagai ungkapan belas kasih. Itulah yang dikehendaki Allah. Mengasihi Allah, yang tidak kelihatan, harus diwujudkan dalam mengasihi sesama yang kelihatan.
Santo Yakubus menulis, “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.” (Yak. 2:22).
Tindakan belas kasih tidak boleh dipersempit hanya sekedar melakukan pembagian makanan, santunan, pengobatan atau tindakan lain sejenis yang dilakukan hanya sesekali. Belas kasih mencakup: “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, Supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.” (Yes. 58:6-7; Hos. 6:6).
Katekese
Kasihilah Allah dan temukan kebahagiaan sejati. Santo Yohanes Maria Vianney, 1786-1859:
“Benar, tugas kita di dunia hanya satu: mengasihi Allah, yakni: mulai melakukan apa yang harus kita lakukan untuk keabadian. Mengapa kita harus mengasihi Allah? Kita mengasihi-Nya, karena kebahagiaan kita terletak dalam kasih Allah, bukan yang lain.
Maka, bila kita tidak mengasihi Allah, kita selalu tidak bahagia; dan, bila kita menghendaki penghiburan dan kelapasan dari duka derita, kita dapat memperoleh penghiburan hanya dengan bersandar pada kasih Allah.
Bila kamu ingin menyakikan diri, pergi dan temui orang yang paling bahagia di mata dunia; jika ia tidak mengasihi Allah, kamu akan mendapatinya: ia sungguh tidak bahagia. Sebaliknya, jika kamu menemuka orang yang paling tidak bahagia di mata dunia, kamu menyaksikan bahwa karena ia mengasihi Allah, ia selalu bahagia dalam setiap langkah hidupnya.
Ya, Allahku. Bukalah mata jiwa kami, dan kami akan mencari kebahagiaan kami di tempat kami menemukan kebagiaan sejati.” (Selected Sermons, Minggu ke- 22 setelah Pentakosta).
Oratio-Missio
Tuhan, semoga kasih-Mu menjadi pondasi hidupku. Bebaskan aku dari ketakutan dan perilaku mementingkan diri sendiri. Ajarilah aku untuk memberikan diri sepenuh hati untuk melayani sesama, bahkan hingga mempertaruhkan hidupku demi mereka. Amin.
- Apa yang harus aku perbuat untuk memperoleh hidup kekal?
At ille dixit, “Qui fecit misericordiam in illum.” Et ait illi Iesus, “Vade et tu fac similiter.” – Lucam 10:37