Home BERITA Lectio Divina 7.3.2025 – Jangan Berbuat Dosa Lagi

Lectio Divina 7.3.2025 – Jangan Berbuat Dosa Lagi

0
30 views
Siapa di antara kamu tidak berdosa, by Gustave Dor

Senin, Minggu Prapaskah V, Hari Biasa (U)

  • Dan. 13:1-9.15-17.19-30.33-62 atau Dan. 13:41c-62
  • Mzm. 23:1-3a.3b-4.5.6
  • Yoh. 8:1-11

Lectio

1 Tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun. 2 Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka. 3 Lalu Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.

Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah, 4 dan berkata kepada Yesus, “Guru, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zina. 5  Musa dalam Hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian dengan batu. Bagaimana pendapat-Mu tentang hal itu?”

6 Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Namun, Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. 7 Ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka, “Siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”

8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. 9 Namun, setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.

10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya, “Ibu, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” 11 Jawabnya, “Tidak ada, Tuan.” Lalu kata Yesus, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan mulai sekarang, jangan berbuat dosa lagi.”

Meditatio-Exegese

Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia

Pagi-pagi buta, di Bait Allah, pemimpin agama mencobai Yesus. Dilukiskan dengan kata πειραζοντες, peirazontes, dari kata kerja peirazo, mencobai, menguji, sama dengan kata yang dipakai saat setan mencobai Yesus di gurun saat berpuasa 40 hari (Mat. 4:1-11; Luk. 4:1-13).

Mereka mencobai-Nya dengan cara merekayasa kasus perempuan yang tertangkap basah melakukan tindak kejahatan,  ἐπαυτοφώρῳ, epautophor, yakni: berzina. Perempuan itu seharusnya ditolong dan dijauhkan dari malapetaka, tetapi orang Farisi dan ahli Taurat tidak menangani peristiwa ini dengan semestinya

Mereka bertanya (Yoh. 8:5), “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian dengan batu. Bagaimana pendapat-Mu tentang hal itu?”, In lege autem Moyses mandavit nobis huiusmodi lapidare; tu ergo quid dicis?

Hukum Musa menetapkan hukuman mati dengan pelemparan batu bagi laki-laki dan perempuan yang tertangkap tangan melakukan perzinahan (Im. 20:20; Ul. 22:22.24). Hukum dan tradisi Yahudi memperpanjang daftar kejahatan berat yang dapat dihukum mati, termasuk perzinahan.

Rajam atau melempari dengan batu sampai mati umum dipraktekkan, seperti dilukiskan Nabi Yehezkiel (Yeh. 16:40). Yesus barangkali membayangkan kisah Susana saat ia akan dihukum rajam atas tuduhan palsu perzinahan.

Susana menengadah ke langit. Tatapan matanya menembus pintu surga dan menggoncang perasaan Allah (Tamb. Dan. 13: 35). “Maka Tuhan mendengarkan seruanya. Ketika Susana dibawa keluar untuk dihukum mati, Allah membangkitkan roh kudus dalam diri seorang anak muda bernamaDaniel.” (Tamb. Dan. 13:44-45). 

Daniel berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata, “Sedemikian bodohkah kamu, hai orang Israel, sehingga kamu menghukum seorang puteri Israel tanpa pemeriksaan dan bukti yang jelas? Kembalilah ke  pengadilan, sebab kedua orang itu telah memberikan kesaksian palsu tentang perempuan ini.” (Tamb. Dan. 13:48-49). 

Sesuai dengan Taurat Musa kedua saksi palsu itu dilempari batu hingga mati (Tamb. Dan. 13:1-9.15-17.19-30.33-62). Demikianlah pada hari itu diselamatkan darah yang tidak bersalah (Tamb. Dan. 13:62). 

Jika Yesus menjawab, “Jangan hukum dia.”, mereka akan berkata, “Dia bukan guru yang benar, karena Dia tidak taat melaksanakan hukum.”

Jika Yesus menjawab, “Hukumlah dia,” mereka pasti berkata, “Kami tidak mempercayaiNya. Bagaimana mungkin orang yang bersahabat dengan pendosa, sekarang, justru menghukum pendosa?” Berkerudung ketaatan pada Allah, mereka memanipulasi hukum untuk menjebak Yesus.

Siapa di antara kamu tidak berdosa

Ia tidak menjawab. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Yesus menulis sesuatu di tanah. Semua menjadi terkejut.

Dalam Kitab Suci, kata ‘menulis’ bermaka “mencatat perkara atau sesuatu terhadap seseorang”, misalnya, “Engkau menulis hal-hal yang pahit terhadap aku dan menghukum aku karena kesalahan pada masa mudaku.” (Ayb. 13:26).

Mungkin Yesus mencatat daftar dosa yang diperbuat oleh para penuntut-Nya yang sedang berdiri di hadapanNya. Sekarang Yesus menantang mereka.

Setelah didesak, Ia berdiri, lalu berkata (Yoh. 8:7), “Siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”, Qui sine peccato est vestrum, primus in illam lapidem mittat.

Para ahli Kitab dan kaum Farisi pasti melakukan dosa yang lebih besar dari perempuan itu, saat mereka menilik hati mereka sendiri. Mereka justru memperalatnya untuk dapat juga menghukum Yesus.

Maka, jawaban Yesus mengandung konsekuensi: jika menyalahkan perempuan itu, kamu harus menyalahkan dirimu terlebih dahulu, atau jika merajam perempuan itu, kamu harus merajam dirimu sendiri lebih dahulu.

Yesus mempertahankan hukuman mati sampai perempuan itu memang layak menerimanya.  Namun, Ia menambahkan bahwa penerapan hukum itu tidak membabi buta. Tiap pribadi harus berbelas kasih, supaya apa yang di dalam hati dan diperbuat sama-sama suci.

Mereka seharusnya mengakui dosa dan memohon pengampunan di hadapan Allah dan sesama. Maka, Santo Agustinus bertanya, “Kamu telah mendengar, hukum harus dipenuhi. Perempuan ini harus dirajam. Tetapi, dalam menghukumnya, apakah hukum harus dipenuhi oleh mereka yang lebih layak mendapatkan hukuman itu?”

Yesus memberi ruang dan waktu untuk merenung dan menyelidiki hati masing-masing. Dampaknya luar biasa: masing-masing pergi meninggalkan-Nya  dan perempuan itu, dari yang tertua. Akhirnya, yang dihadapkan pada peradilan Yesus hanya si perempuan.

Hukum selalu tajam pada yang lemah, termasuk kaum perempuan. 

Jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang

Ketika tinggal mereka berdua di tempat itu, Yesus mengungkapkan belas kasih-Nya dan berpesan agar tidak berbuat dosa lagi. Sabda Yesus (Yoh 8:11), “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”, Nec ego te condemno; vade et amplius iam noli peccare.  

Perempuan itu diundang untuk meneliti hatinya dan diharapkan menghidupi cara hidup baru. Karena Yesus mengampuninya dan mendorongnya memulai hidup baru.

Maka, rahmat-Nya selalu memampukan tiap pribadi untuk mengalahkan dosa. Masing-masing kembali kepada-Nya dengan hati penuh penyesalan dan syukur atas pengampunan dan belas kasih-Nya.

Katekese

Ditolong oleh rahmat Kristus. Santo Augustinus, Uskup dari Hippo, 354-430:

“Tak seorang pun dari kita mampu melakukan perbuatan baik jika tidak ditolong oleh rahmat Kristus. Jika kita melakukan apa yang jahat, perbuatan itu selalu berasal dari diri kita sendiri.

Sebaliknya, jika kita melakukan apa yang baik, kita melakukan kebaikan atas pertolongan Allah. Maka, mari kita bersyukur pada Allah yang memungkinkan kita melakukan perbuatan baik.

Jika kita melakukan kebaikan, kita tidak menghina seorang pun, termasuk yang tidak melakukan hal yang sama. Mari kita tidak memuji diri sendiri karena merasa unggul atas orang lain.” (Commentary on Psalm 93,15

Oratio-Missio

“Allah Bapa kami, kami mengalami kesulitan untuk menghadapmu, karena pengenalan kami padaMu tidak sempurna. Dalam kebodohan kami, kami membayangkan bahwa Engkau selalu memusuhi kami.

Pikiran kami keliru bahwa Engkau suka menghukum dosa kami. Dan dengan cara yang bodoh kami meyakin bahwa Engkau begitu kejam terhadap kami, manusia.

Namun, sejak Yesus mendatangi dan tinggal bersama kami, Ia menunjukkan betapa besar kasih-Mu, betapa Engkau berada di pihak dan membela kami melawan mereka yang mengancam hidup kami. Terlebih, apa yang kami duga terhadapMu ternyata keliru dan tanpa dasar.

Maka, kami datang padaMu, memohon pengampunan atas kebodohan kami di masa lalu, dan hendak mengenalmu lebih dalam. Kami juga hendak memohon belas kasihMu. Dengan perantaraan Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.” (Doa Santo Augustinus, terjemahan bebas).

  • Apa yang harus kulakukan untuk membela yang lemah dari pada, yang lemah, miskin, sakit, difabel?    

Dixit autem Iesus, “Nec ego te condemno; vade et amplius iam noli peccare.” – Ioannem 8:11

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here