Lectio Divina 7.9.2024 – Penguasa Hari Sabat

0
32 views
Para murid memetik gandum di hari Sabat, by Gustave Dore

Sabtu. Minggu Biasa XXII, Hari Biasa (H)

  • 1Kor. 4:6b-15
  • Mzm. 145:17-18.19-20.21
  • Luk. 6:1-5

Lectio

1 Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. 2 Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”

3 Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, 4 bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” 5 Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

Meditatio-Exegese

Tidakkah kamu baca

Penentangan kaum Farisi terhadap pembaharuan yang dilakukan Yesus berlanjut. Mereka menimpakan empat tuduhan pada Yesus. Paling tidak ada dua pelanggaran berat.

  • Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri? (Luk. 5:21);
  • Mengapa Ia makan bersama pemungut cukai dan para pendosa? (Luk. 5:30);
  • Mengapa para murid Yesus tidak berpuasa? (Luk. 5:33) dan;
  • Mengapa Engkau melakukan apa yang dilarang pada hari Sabbat (Luk. 6:1).

Pertama, mereka memetik gandum di ladang orang. Tindakan mereka bisa menyeret pada dua tuduhan pelanggaran berat: tindak pencurian (Ul. 23:26) dan penodaan hari Sabat (Kel. 20:9-11; 23:12; 31:12-17; 34:21; 35:1-3; Im. 19:3; 23:3; Ul 5:12-17).

Salah satu dari 38 larangan bekerja di hari Sabat adalah memetik gandum dengan sabit (Mishnah Tractate Shabbat 7:2). Hari Sabat harus disisihkan untuk beristirahat dan, terutama, untuk memuliakan Allah.

Sepanjang hari ini seluruh anggota keluarga, hewan dan orang asing yang tinggal dalam keluarga dilarang melakukan pekerjaan apapun, termasuk panen (Kel. 34:12). Para Farisi menganggap murid Yesus yang memetik bulir gandum dengan tangan sama dengan memanen dengan sabit.

Orang diizinkan memetik gandum pada Hari Sabat dengan tangan bila mereka lapar (Ul. 23:25a). Tangan tidak digunakan untuk melakukan kegiatan yang dilarang, karena kedua tangan hanya digunakan untuk memetik dan memisahkan gandum dari sekam.

Yang dilarang adalah memegang sabit dan mengayunkan tangan bersabit ke arah tanaman gandum atau memanen milik orang lain yang disetarakan dengan pencurian (Ul. 23:25b). Para murid memetik dan makan biji gandum dengan tanggan, tanpa alat panen. Jadi, mereka tidak melakukan pelanggaran hukum kerja di hari yang disucikan bagi Allah.

Di samping melihat fakta bahwa para murid tidak melanggar hukum agama, Yesus menanggapi dengan cara mengingatkan mereka akan pelanggaran Daud, raja yang mereka puja.

Raja yang mereka hormati melanggar peraturan Sabat ketika ia mengambil roti persembahan dari Bait Allah dan memberikannya kepada para prajuritnya karena kelaparan (1Sam. 21:2-7).

Saat Ia bersabda, “Tidakkah kamu baca”, Nec hoc legistis, Ia bertanya akan pemahaman mereka tentang Kitab Suci. Dua belas roti bundar, lambang seluruh suku Israel yang diletakkan di piring emas harus diletakkan di meja kayu penaga bersalut emas murni. Itulah ‘Roti Persembahan’ (Kel. 25:23-30; Im. 24:5-9).

Hanya para imam diijinkan makan roti seminggu setelah dipersembah dan diganti dengan roti baru (Im. 24:8). Di meja harus tersedia tempat menaruh kemenyan murni yang ditaburkan pada roti yang disajikan. 

Anggur harus dituangkan dari kendi ke piala yang harus diletakkan di meja. Hanya Harun dan keturunannya diijinkan memasuki bagian yang mahakudus.  

Setelah Kemah Suci di Silo hancur (1Sam. 1:9; Yer. 7:12.14; 26:6.9), Kemah Suci lain didirikan di Nob, sebelah utara Yerusalem. Nabi Yesaya menyebutkan bahwa Nob merupakan tempat terdekat dan dengan mata telanjang terlihat dari Yerusalem (Yes. 10:32).

Dari kisah sejarah, Ahimelekh, cicit Imam Besar Eli dan anak Imam Besar Ahia (1Sam. 14:3; 1Sam. 22:8, 11-12, 20) menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Imam Besar. Saat diminta Daud, imam itu memberikan roti persembaan yang sudah masanya diganti dengan yang baru di hari Sabat (1Sam. 21:2-7).

Namun, sang imam mengingatkan agar Daud dan seluruh prajurit yang kelaparan harus mentahirkan diri dan menjaga diri dari perempuan (bdk. Im. 15:8; Ul. 23:10).

Cara Yesus menanggapi dengan mengisahkan ulang kisah Daud memporak-porandakan bangunan argumentasi kaum Farisi. Yesus memberikan landasan alkitabiah yang tak terbantahkan.

Sedangkan dalam narasi Santo  Matius, Ia menambahkan landasan yang memberikan kewenangan bagi para imam untuk bekerja di hari Sabat dan mengutip sabda Allah melalui Nabi Hosea (Hos. 6:6; bdk. Mat. 12:1-8), “Yang Kukehendaki ialah belas kasihan, dan bukan persembahan.”, quia caritatem volo et non sacrificium.

Yesus menyimpulkan bahwa Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Ia mengajak orang Farisi untuk kembali merenungkan fungsi-fungsi hakiki ditetapkannya peraturan Sabat – mengenang kisah penciptaan dan pembebasan, beristirahat, menjalin relasi dengan keluarga dan tetangga. Itulah yang tidak mereka baca.

Jemaat Perjanjian Baru tidak lagi merayakan Sabat. Yang dirayakan adalah hari pertama minggu itu, yakni merayakan penciptaan baru, ketika mengenangkan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus di hari Minggu.

Maka, Gereja mengajarkan, “Orang-orang Kristen menjaga kekudusan hari Minggu dan hari-hari wajib dengan berpartisipasi pada Ekaristi, serta menghindari kegiatan-kegiatan yang menghalangi ibadah kepada Allah dan mengganggu sukacita hari Allah itu atau relaksasi yang dibutuhkan oleh badan dan jiwa.

Kegiatan-kegiatan yang  diperbolehkan pada hari Sabat adalah kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan keluarga atau pelayanan sosial yang penting, asalkan tidak  mengarah kepada kebiasaan yang merugikan kekudusan hari Minggu, hidup keluarga, dan kesehatan.” (Kompendium Katekismus Gereja Katolik, 453; bdk. Katekismus Gereja Katolik, 2177-2185; 2192-2193)

Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat

Yesus menyingkapkan kuasa ilahi-Nya untuk menentukan apakah ada pelanggaran terhadap Hukum Taurat atau tidak.  Santo Matius menyingkapkan dengan ungkapan berbeda (Mat. 12:6), “Di sini ada yang melebihi Bait Allah.”, templo maior est hic, dengan mengacu pada diri-Nya sendiri dan tugas pengutusan-Nya.

Dengan kata lain, Allah menetapkan bahwa para imam tidak melakukan pelanggaran atas Hukum Sabat, sama seperti Yesus menentukan bahwa para murid tidak melanggar hukum itu atas perbuatan memetik bulir gandum karena lapar pada hari Sabat.

Hukum Sabat melarang penyembelihan binatang (bdk. Mishnah Tractate Shabbat 7:2). Tetapi, para imam dikecualikan saat mereka menyembelih hewan korban di Bait Allah. Para imam juga diizinkan makan ‘Roti Persembahan’. Maka, dengan syarat tertentu dan diijinkan oleh imam, Daud pun makan roti itu.

Dalam Perjanjian Baru, dalam Kerajaan-Nya, Yesus mendirikan jemaat yang terdiri dari pria dan wanita dalam keadaan kudus seperti Daud dan para prajuritnya. Para murid-Nya diizinkan untuk makan ‘Roti Ekaristi’, tubuh dan darah Tuhan sendiri.

Maka, kisah Daud dan para prajuritnya yang makan roti persembahan menjadi pralambang perjamuan Perjanjian Baru.

Katekese

Hari penuh pengharapan. Santo Paus Yohanes Paulus, 18 Mei 1920-2 April 2005

Hari Minggu bukan hanya hari iman, tetapi juga hari pengharapan Kristiani. Ambil bagian dalam “Perjamuan Tuhan” berarti mengantisipasi pesta eskatologis “perjamuan kawin Anak Domba” (Why. 19:9). Karena merayakan peringatan akan Kristus, yang bangkit dan naik ke surga, komunitas Kristen menantikan “kedatangan Juruselamat kita, Yesus Kristus  dengan penuh harapan dan sukacita” (Misa Romawi, Embolisme setelah Doa Bapa Kami).

Diperbaharui dan dipelihara oleh rangkaian kegiatan mingguan yang intensif, harapan Kristen menjadi ragi dan cahaya harapan manusia. Inilah sebabnya mengapa Doa Umat tidak hanya menjawab kebutuhan komunitas Kristen, tetapi juga bagi seluruh umat manusia.

Gereja, yang datang bersama-sama untuk perayaan Ekaristi, menunjukkan kepada dunia bahwa ia sendiri menjadi “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita.” (GS, 1). 

Melalui persembaha Ekaristi di hari Minggu, Gereja memahkotai kesaksian yang dilakukan anak-anaknya setiap hari selama satu pekan dengan mewartakan Injil dan melakukan amal kasih dalam pekerjaan dan seluruh kewajiban hidupnya.

Dengan persembahan Ekaristi hari Minggu, Gereja memahkotai kesaksiannya sendiri dengan identitas sebagai  “sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh  umat manusia.” (LG, 1)” (Surat Apostolik Dies Domini, 38)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau menyegarkan kami dengan kehadiran-Mu dan Engkau memelihara hidup kami dengan menganugerahkan sabdaMu. Tuntunlah aku untuk melakukan kebaikan bagi sesamaku, meringankan beban mereka, khususnya mereka yang kekurangan kebutuhan dasar. Amin.  

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk selalu berbuat baik?

et dicebat illis, “Quia Dominus est Filius hominis, etiam sabbati” – Lucam 6:5

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here