Lectio Divina 8.6.2024 – Aku Sedang Berurusan dengan Bapa-Ku

0
39 views
Nak, ayo kita pulang, by James Tissot, 1836–1902.

Sabtu. Perayaan Wajib Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (P)

  • Yes. 61:9-11
  • MT 1Sam. 2:4-5.6-7.8abcd
  • Luk. 2:41-51

Lectio

41 Tiap-tiap tahun orangtua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. 42 Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. 43 Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orangtua-Nya.

44 Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. 45 Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia.

46 Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. 47 Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.

48 Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.”

49 Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” 50 Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. 51 Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.  

Meditatio-Exegese

Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah

“Kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” tulis Santo Paulus (Rm. 5:5). Maka, Ia menghendaki kasih-Nya menjadi pusat seluruh relasi dan segala perbuatan manusia.

Santo Yohanes bersaksi (1Yoh. 4:19), ”Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita”, nos ergo diligamus quoniam Deus prior dilexit nos.

Atas alasan kasih kepada-Nya, Hukum Taurat mewajibkan laki-laki Yahudi, minimal berusia 12 tahun, menghadap ke hadirat Allah di Bait Suci tiga kali dalam setahun pada hari raya Roti Tidak Beragi, Tujuh Minggu dan Pondok Daun (Kel. 23:14; Ul. 16:16).

Maka, pada Hari Raya Roti Tak Beragi/Paskah Tujuh Minggu dan Pondok Daun, Yerusalem selalu dipenuhi peziarah dari seluruh penjuru dunia. Keluarga Bapak Yusuf dan Ibu Maria sebenarnya dikecualikan untuk berziarah ke Yerusalem, karena alasan jarak.

Keluarga dari Nazaret itu tak hanya memenuhi perintah Taurat dengan sepenuh hati, juga menjalankan lebih dari tuntutan minimal. Yang berziarah tidak hanya Bapak Yusuf, tetapi juga Ibu Maria dan Yesus, Anak mereka, sehingga layak disebut keluarga kudus (bdk. Luk. 1:35; Ibr. 10:25).

Keluarga Kudus harus menempuh pelbagai macam bahaya yang menghadang. Mereka harus waspada terhadap perampok, penipu, kecelakaan, sakit, kehabisan perbekalan, dan tersesat.

Beriringan dengan peziarah lain dan rombongan pedagang, mereka menempuh jarak kira-kira 91 mil atau 146 km, dari Nazaret ke Yerusalem.

Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama

Yesus lahir di tengah keluarga Yahudi dan dididik menurut ajaran dan kebijaksanaan Allah seperti termuat dalam Perjanjian Lama dan tradisi keagamaan bangsa itu. Maka Yesus tunduk pada hukum Musa, termasuk sunat (Gal. 4:4).

Sebagai anak, Yesus menghayati sabda Allah dalam Kitab Kebijaksanaan, “Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu.” (Keb.1:8).

Dan sebagai orangtua, Bapak Yusuf dan Ibu Maria, mengikuti perintah Kitab Kebijaksanaan (Keb. 22:6), ”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”, proverbium est adulescens iuxta viam suam etiam cum senuerit non recedet ab ea.

Kehidupan keluarga berpusat pada doa harian keluarga, pendarasan Mazmur dan bacaan Kitab Suci. Setiap Jumat petang, keluarga berkumpul untuk perjamuan, menyalakan lilin Sabat dan berdoa memohon berkat untuk roti dan anggur untuk membuka perayaan Hari Sabat.  

Tiap Sabtu pagi keluarga mengikuti ibadat Sabat yang mencakup pembacaan dari Taurat dan mendaraskan Mazmur di sinagoga setempat. Anak lelaki remaja, 12 atau 13 tahun, mendapatkan pelajaran lanjutan tentang Kitab Suci Yahudi di rumah buku/kitab di sinagoga atau rumah rabbi.

Mereka mempelajari Taurat atau Kitab Musa, menghafal dan mempraktekkan amsal yang ditemukan dalam Kitab  Kebijaksanaan (Kebijaksanaan Salomo) dan Kitab Sirakh. Kedua kitab itu sangat umum ditemukan di lingkungan keluarga Yahudi di wilayah-wilayah yang berbahasa Yunani.

Saat Yesus hadir di Bait Allah, Ia mengikuti pengajaran di serambi luar Bait Allah. Para murid biasanya duduk bersimpuh, menghadap para guru. Guru dan murid berinteraksi melalui tanya-jawab.

Ia ambil bagian dalam seluruh proses pembelajaran, termasuk saat diwajibkan untuk diuji pengetahuan-Nya supaya dapat dimasukkan dalam kelompok usia dewasa.

Tidak lazim, Yesus justru duduk di tengah-tengah para guru Yahudi. Seharusnya Ia duduk sebagai murid biasa. Guru duduk di kursi dan para murid duduk di lantai untuk mendengarkan.

Tetapi, ketika Ia mendengarkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, para guru menjadi tertarik, dan sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Maka, masing-masing guru justru beranjak dari tempat duduk mereka dan mulai mengelilingi Yesus.

Bapak Yusuf dan Ibu Maria telah mengantar Yesus hingga mencapai kematangan jiwa dan mampu mengembangkan diri dalam pengetahuan, kebijaksanaan dan pemahaman akan Hukum Tuhan. Tugas ini juga menjadi tugas seluruh orangtua Katolik.  

Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?

“Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (Luk. 2:48). Bapak Yusuf dan Ibu Maria khawatir dan mencemaskan keselamatan Anak mereka. Mereka sama seperti orang tua lain yang cemas bila anak tidak pulang atau jauh dari pengawasan.

Namun, jawaban menyentak kalbu justru mereka dapatkan (Luk 2:49), “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”

Ungkapan “Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku” dalam teks Yunani dapat diterjemahkan menjadi “Aku sedang berurusan dengan Bapa-Ku.” jawaban Yesus menunjukkan bahwa Ia sadar akan diri-Nya sediri untuk selalu memenuhi kehendak Bapa-Nya.

Jawaban Yesus yang didengarkan Ibu Maria dan Bapak Yusuf mengandung makna yang jauh lebih dalam dari pada pemahaman mereka berdua. Mereka berdua harus terus menerus memahami dan menyelami hidup Anak mereka.

Ibu Maria menyimpan kisah duka ini dalam hati, sama seperti para ibu yang lain yang sering dikecewakan oleh anak-anak mereka. Inilah salah satu kedukaan Ibu Maria.

Ia mengalami kesulitan memahami Anaknya sendiri. Sebilah pedang akan menembus jiwanya, seperti kata Simeon (Luk. 2:35)

Ia tetap hidup dalam asuhan mereka

Dilukiskan (Luk. 2:51), “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka.”, Et descendit cum eis et venit Nazareth et erat subditus illis.

Yesus tetap hidup dalam kasih dan taat pada Ibu Maria dan Bapak Yusuf. Sama seperti para orang lainnya, mereka membesarkan Yesus sebagai pribadi yang menghormati Allah dan hidup seturut dengan kebijaksanaan-Nya.

“Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk. 2:52). Dan Ia tetap tinggal di Nazaret sampai berusia 30 tahun.

Selama masa tersembunyi, Yesus hidup seperti orang biasa, belajar dan bekerja. Rupanya Ia mengikuti pekerjaan bapak-Nya, hidup dari pertukangan.

Saat berusia 30 tahun, sesuai tradisi Yahudi bagi laki-laki, Yesus menjadi rabbi atau guru. Ia mengajarkan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah seperti termaktub dalam Kitab Suci dan tradisi.

Dan diusia itulah, Yesus dibaptis Yohanes di Sungai Yordan dan diurapi Roh Kudus untuk melaksanakan tugas perutusan-Nya sebagai Sang Kristus, Mesias, Dia yang diurapi, dan Juruselamat dunia.

Katekese

Merenungkan Teladan Hidup Ibu Maria. Paus Fransiskus, Buenos Aires, 17 Desember 1936.

“Di dalam diri Maria kita melihat bahwa kerendahan hati dan kelembutan bukanlah keutamaan-keutamaan dari orang yang lemah, tetapi dari orang yang kuat yang tidak perlu memperlakukan orang lain secara buruk agar merasa dirinya penting.

Dengan memandang Maria, kita menyadari bahwa dia yang memuliakan Allah karena “menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya” dan “menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Luk. 1:52-53), juga adalah dia yang membawa semangat dalam usaha kita meraih keadilan (Luk. 1:52-53).

Dia juga yang menyimpan secara cermat “segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk. 2:19). Maria mampu mengenali jejak-jejak Roh Allah dalam peristiwaperistiwa besar, juga dalam peristiwa-peristiwa yang nampaknya kecil. Dia senantiasa merenungkan misteri Allah di dunia kita, dalam sejarah manusia dan dalam hidup kita sehari-hari.

Dia adalah perempuan pendoa dan pekerja di Nasaret sekaligus dia juga Ratu yang siap dan cepat membantu, yang berangkat dari kotanya “langsung” (Luk. 1:39) untuk melayani sesama.

Dinamika keadilan dan kelembutan ini, kontemplasi dan perjalanan menuju orang-orang lain adalah apa yang membuat Maria menjadi teladan Gereja untuk evangelisasi. Kita mohon melalui perantaraan keibuannya untuk membantu kita agar Gereja dapat menjadi rumah bagi banyak orang, seorang ibu untuk semua bangsa, dan agar memungkinkan kelahiran dunia baru.

Kristus yang bangkitlah yang memberitahu kita, dengan kuasa yang mengisi kita dengan keyakinan dan harapan teguh: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru” (Why. 21:5).” (Seruan Apostolik Evangelii Gaudium, 288)

Oratio-Missio

Tuhan, Engkau datang untuk memulihkan damai dan relasi kami dengan Bapa di surga. Semoga bila ada perpecahan, jadikanlah aku pembawa persatuan dan perdamaian. Bila ada pertengkaran, jadikanlah aku pembawa kerukunan dan pengampunan. Semoga seluruh keluarga dan bangsa-bangsa di dunia menemukan damai, keselarasan dan kerukunan dalam Dikau, Pangeran Damai Sejahtera dan Juruselamat. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan untuk mengantar anak-anak yang dipercayakan padaku untuk mengenal dan hidup berdasarkan pengetahuan dan kebijaksanaan Allah?

Quid est quod me quaerebatis? Nesciebatis quia in his, quae Patris mei sunt, oportet me esse? – Lucam 2:49

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here