Lectio Divina 8.9.2024 – Tanda-tanda Zaman Mesias

0
30 views
Efata, terbukalah, by James Tissot

Minggu. Pekan Biasa XXII (H)  

  • Yes. 35:4-7a
  • Mzm. 146:7.8-9a.9bc-10
  • Yak. 2:1-5
  • Mrk. 7:31-37

Lectio

31 Kemudian Yesus meninggalkan pula daerah Tirus dan dengan melalui Sidon pergi ke danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis. 32 Di situ orang membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap dan memohon kepada-Nya, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu.

33 Dan sesudah Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian, Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu Ia meludah dan meraba lidah orang itu.

34 Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata”, artinya: Terbukalah. 35 Maka terbukalah telinga orang itu dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.

36 Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceriterakannya kepada siapapun juga. Tetapi makin dilarang-Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya.

37 Mereka takjub dan tercengang dan berkata: “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”

Meditatio-Exegese

Ia sendiri datang menyelamatkan kamu

Penghakiman Allah jatuh atas Edom, seperti nubuat Nabi Yesaya (Yes. 34). Kerajaan Edom akan hancur dan derita melanda karena ketidaktaatan. Negeri itu akan ditumpas dan pertumpahan darah tidak akan berhenti.

Seluruh negeri berubah menjadi tanah gersang dan ditinggalkan orang. Manusia digantikan oleh burung undan dan landak, burung hantu dan burung gagak. Hantu malam, serigala, burung unta dan ular akan berdiam di negeri itu. Duri, rumput dan puteri malu akan tumbuh di setiap jengkal Tanah Edom.

Ketidaksetiaan pada nilai perikemanusiaan dan eksploitasi atas segala sumber daya pasti berakibat pada derita tak kunjung putus.

Sedangkan bangsa Israel akan mengalami masa depan yang berbeda. Mereka melakukan pertobatan semasa dan setelah pembuangan di Babel. Maka, bangsa itu telah ditebus.

Pertobatan mereka membuahkan tanah yang telah menjadi padang pasir akan kembali subur dan menghasilkan banyak buah. Kemalangan manusia akan lenyap dan kebutuhan hidup akan dipenuhi.

Kaum buangan akan kebali ke Sion. Mereka dibebaskan dari beban derita dan mengalami kebahagiaan.

Nabi Yesaya diutus untuk meneguhkan iman bangsa Israel yang terpuruk di pembuangan Babel. Sang Nabi menumbuhkan harapan akan keselamatan dari Allah telah datang.

Tanda-tanda alam telah diberitakan. Padang gurun dan padang belantara akan bersorak dan berubah menjadi subur, bunga-bunga, seperti mawar berbunga lebat.

Lembah-lembah yang merentang dari  Libanon hingga Gunung Karmel dan Dataran Tinggi Saron berubah menjadi indah dipandang mata. Itulah tanda kemuliaan Tuhan, Allah kita.  Nabi Yesaya harus menguatkan hati setiap anggota jemaat, supaya tangan mereka kokoh, dan lutut tidak gemetar, serta hati tidak tawar.

Nabi Yesaya menyingkapkan tanda-tanda yang menyertai keselamatan Allah. Keselamatan tidak ada di luar Allah. Sabda-Nya melalui mulut Nabi (Yes. 35:4), “Allah sendiri datang menyelamatkan kamu.”, Deus ipse veniet et salvabit vos.

Tanda-tanda keselamatan dan kehadiran Sang Mesias, Sang Juruselamat nampak pada tanda heran: mata orang buta dicelikkan; dan telinga orang tuli akan dibuka; orang lumpuh, melompat seperti rusa; dan mulut orang bisu bersorak-sorai (Yes. 35:5-6). Tanda-tanda ini dipenuhi oleh Yesus Kristus.

Santo Yustinus Martir, dibunuh 165, bersaksi, “Kristus adalah Air hidup yang mengalir dari Allah; Ia meluap-luap di padang gurun yang tandus karena tidak mengenal Tuhan, yaitu, di bumi kering milik segala bangsa. Dia, yang lahir di antara umat-Mu, menyembuhkan orang buta sejak lahir, orang tuli dan orang lumpuh.

Hanya dengan sabda-Nya, mereka melompat, mendengar, dan melihat kembali. Dia membangkitkan orang mati dan memberi mereka hidup baru. Lalu, melalui seluruh perbuatan baik-Nya, Ia mendorong manusia untuk memandang-Nya apa adanya. […]

Dia melakukan semua hal ini untuk meyakinkan orang yang percaya kepada-Nya, apa pun cacat tubuh yang mereka miliki, bahwa jika mereka menaati ajaran yang Ia berikan, Ia akan membangkitkan mereka kembali pada kedatangan-Nya yang kedua dan membuat mereka utuh, sempurna dan abadi seperti Dia.” (Dialogus cum Tryphone, 69.6).

Sayang, kelak ketika melihat tanda-tanda itu hadir di depan mata, umat menolak Sang Mesias. Mereka lupa akan seruan dan nubuat Nabi Yesaya. Justru, mereka menganggap Dia sebagai kutuk (Kel. 21:22-23; Yoh. 19:31; Gal. 3:13). Untuk memutus kutuk dan menyelamatkan manusia, Ia rela mati di altar Salib. 

Nabi juga menggambarkan tidak hanya keselamatan dan pemulihan aspek fisik, seperti gambaran ekologis tentang gurun, sungai, belantara, tanah berpasir, dan tanah gersang. Tetapi juga mencakup aspek spiritual, yang disingkapkan dengan “jalan raya, yang akan disebutkan Jalan Kudus” (Yes. 35:8).

Setiap pribadi, laki-laki dan perempuan, diundang untuk menjalin relasi dengan Sang Jalan. Sebelum seluruh anggota disebut sebagai Kristen, mereka disebut sebagai “laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan” (Kis. 9:2). Jalan Kudus adalah Dia, yang bersabda (Yoh. 14:6), “Akulah Jalan”, Ego sum via.

Yesus meninggalkan daerah Tirus, melalui Sidon ke danau Galilea, di daerah Dekapolis

Satu-satunya penginjil yang menulis kisah mukjijat ini: Santo Markus. Kisah ini sangat penting karena menjadi pralambang Yesus membuka telinga para murid untuk mendengarkan sabada Allah. Tetapi juga, melambangkan penggunaan materi/bahan untuk pelayanan sakramen.

Tentang mukjizat ini, Santo Gregorius Agung, Bapa Gereja abad ke-6, berkata, “Roh Kudus disebut tangan Allah. Ketika Tuhan meletakkan tangan-Nya atas orang tuli-bisu itu, Ia membuka jiwa orang itu untuk menerima anugerah iman melalui anugerah dari Roh Kudus”.

Rupanya Yesus melakukan perjalanan memutar. Ia pergi ke arah utara ke Sidon, kira-kira 20 mil sebelah utara Tirus. Ia menghindari wilayah Galilea, yang dihuni orang-orang Yahudi, dan menjauh dari cengkeraman Herodes Antipas.

Lalu kembali ke wilayah di seputar Danau Galilea dan menembus wilayah tenggara danau itu di daerah Dekapolis, persekutuan 10 kota, yang mayoritas penduduknya adalah bangsa bukan Yahudi (Mrk 5:1-20). Perjalanan-Nya pasti memakan waktu lama, bisa mingguan, bahkan berbulan-bulan. 

Membawa kepada-Nya seorang yang tuli dan yang gagap

Laporan World Health Organization (WHO) 2019 mencatat 466 juta orang di dunia mengalami gangguan pendengaran. 34 juta adalah anak-anak. Kita-kira 360 juta atau 5,3% penduduk dunia mengalami ketulian. Mayoritas berasal dari negara dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan proporsi tuna rungu sejak lahir pada anak umur 24-59 bulan sebesar 0,11% (Infodatin-tunarungu-2019).

Orang yang mengalami kegagalan fungsi pendengaran sering juga mengalami dampak buruk. Pertama mereka kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa lisan. Dampak lanjutannya adalah terganggunya kemampuan akademik.

Dampak ini dapat diatasi dengan memberikan kesempatan yang luas untuk bersekolah dan pengggunaan bahasa lisan/tulis atau melalui bahasa isyarat.

Akses komunikasi yang terbatas sering berdampak pada aspek sosio-emosional. Orang merasa kesepian, terisolasi dan frustrasi, khususnya dialami orang orang berusia tua. Cara pengatasannya adalah dengan mengupayakan interaksi sosial yang sehat dan membantu melatih bahasa isyarat.

Dampak lain di bidang ekonomi adalah mereka sering kali disisihkan dari akses untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak (lih. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en/).  

Ia meletakkan tangan-Nya atas orang itu

Orang tuli-bisu itu dibawa ke hadapan Yesus. Ia dimohon menumpangkan tangan untuk memberkatinya. Namun, Yesus ternyata bertindak jauh melampaui permohonan mereka.

Ia memisahkan dia dari orang banyak; memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu;  meludah; meraba lidah orang itu; menengadah ke langit; menarik nafas; dan berkata kepadanya, “Efata.”, Terbukalah! (Mrk. 7:33-34). Melalui tujuh gerak, Yesus menyembuhkan orang tuli-bisu (Mrk. 7:35).

Yesus melakukan hal yang tidak lazim. Ia menghindari ‘pertunjukan’ membuat tanda heran. Ia tidak menghendaki orang salah mengerti tentang tugas perutusan-Nya. Ia juga tidak menghendaki setan memprovokasi-Nya untuk mencari ketenaran, karena mereka mengenal-Nya (bdk. Mrk. 1:24).

Saat Ia memisahkan si tuli-bisu dari orang banyak, barangkali Ia ingin menghindarkan orang itu dari suara bising. Setelah menyembuhkan, Ia ingin si tuli-bisu merasa nyaman dengan kelembutan suara-Nya. Dengan cara ini, Ia melatih si penderita untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan pengalaman baru.

Yesus juga melakukan ketidak laziman saat Ia mengeluh ketika berdoa. Ia merindukan kesembuhan pada orang yang dilayani-Nya. Digunakan kata εστεναξεν, estenaxen, dari kata dasar stenazo, mengeluh. 

Santo Paulus menggunakan kata yang sama ketika ia menulis bahwa manusia rindu akan pembebasan dari tubuh yang fana agar ikut dimuliakan dalam tubuh yang dibangkitkan (Rm. 8:22-23; bdk. 2Kor. 5:2-4).

Selanjutnya terungkap untuk pertama kali Yesus menggunakan materi, ludah, untuk menyembuhkan orang (lih. Yoh. 9:6-7). Tindakan-Nya menjadi pralambang sakramen yang dianugerah-Nya. Pada tiap sakramen, materi, benda fisikal, memainkan peran penting.

Pada Sakramen Ekaristi: roti dan anggur; Baptis: air dan minyak krisma – lambang anugerah Roh Kudus; Penguatan: pengurapan dengan minyak krisma yang melambangkan penyucian oleh Roh Kudus; Perkawinan: wanita dan pria; Pengurapan Orang Sakit: minyak urapan dan penumpangan tangan; Rekonsiliasi: penumpangan tangan; imamat: minyak suci dan penumpangan tangan.

Ungkapan bahasa Aram, “Ephphatha” dan terjemahannya bagi jemaat dari bangsa asing membuktikan jemaat berasal dari beragam bangsa dan bahasa. Mereka berbahasa Aram, Ibrani, Latin dan Yunani (Yoh. 19:20) Semua dipanggil dan diikat oleh Pribadi yang sama.

Jangan menceriterakannya kepada siapapun juga

Yesus meminta orang yang telah disembuhkan-Nya dan sanak saudaranya tidak menceritakan pengalaman itu. Ia tidak menghendaki popularitas murahan dan tidak mau ditunggangi kepentingan yang bukan berasal dari Bapa-Nya. Ia terus melayani untuk memanggil ‘domba yang hilang dari kandang Israel’ (Mat. 15:24).

Tugas pelayanan dan pewartaan-Nya akan Kerajaan Allah  sangat pendek. Ia hendak menyelesaikan tugas perutusan sebelum kebencian para pemimpin agama merebak dan mencapai puncak saat Ia wafat.

Namun, karena sukacita yang dialaminya, apa yang dipesankan Yesus padanya tidak dilakukan. Ia berkisah kepada banyak orang. Kabar Sukacita itu diringkas (Mrk. 7:37), “Ia menjadikan segala-galanya baik, yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”, Bene omnia fecit, et surdos facit audire et mutos loqui.

Ia menjadikan segalanya baik menggemakan kisah penciptaan, ketika Allah bersabda “Allah melihat segala yang dijadikanNya sungguh amat baik.” (Kej 1:31). Karya-Nya menyembuhkan orang tuli-bisu menggenapi nubuat Nabi Yesaya, ketika Sang Mesias datang di masa depan, orang tuli akan mendengar dan orang bisu bersorak-sorai (bdk. Yes.  29:28; 35:5; Mat. 11: 5). 

Katekese

Sentuhan tangan Tuhan. Santo Ephrem Orang Siria, 306-373:

“Daya kekuatan yang mungkin tidak dapat ditangani memancar dan memakai sarana yang mungkin dapat disentuh oleh indera. Maka orang yang nekat bisa mendekati-Nya, sehingga dengan menyentuh kemanusiaan-Nya mereka dapat mengenali keilahian-Nya.

Untuk orang yang tuli dan gagap itu, Tuhan menyembuhkan dengan jari tangan-Nya sendiri. Ia memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu dan menyentuh lidahnya. Pada saat jari-Nya dapat disentuh, orang itu menyentuh Yang Ilahi yang tak mungkin tersentuh.

Seketika tindakan Tuhan melepaskan tali yang mengikat lidah orang itu (Mrk. 7:32 -37), dan membuka telinganya yang tersumbat. Maka, Sang Pencipta tubuh dan Sumber Hidup seluruh ciptaan telah mendatangi sendiri si bisu-tuli.

Dengan  suara-Nya yang lembut itu Ia membuka telinganya yang tersumbat. Kemudian mulutnya yang telah terkunci erat-erat sehingga tidak bisa melahirkan satu patah kata pun, sekarang, mampu melahirkan kata-kata untuk memuji-Nya; yang mandul telah menghasilkan buah melimpah.

Dia, yang dengan segera menganugerahkan kata-kata pada Adam tanpa mengajarinya, memberikan kemampuan berbicara pada orang itu, sehingga ia mampu mengucapkan kata-kata dalam bahasa manusia yang biasanya dipelajari dengan penuh kesulitan (Kej. 1: 27-28)” (dikutip dari Homily On Our Lord 10.3).

Oratio-Missio

Tuhan, penuhilah aku dengan Roh Kudus dan nyalakanlah dalam hariku kasih dan belarasa-Mu. Buatlah aku peka akan kebutuhan sesama yang perlu aku perhatikan. Buatlah aku menjadi sarana-Mu menyalurkan belas kasih dan damai sejahtera-Mu. Amin.

  • Apa yang perlu aku lakukan ketika menghadapi segala yang membungkam Kabar Suka Cita? 

Bene omnia fecit, et surdos facit audire et mutos loqui. – Marcum 7:37

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here