
IMLEK identik dengan dekorasi yang didominasi oleh elemen warna merah dan emas dan pemandangan itu banyak ditemui di dekorasi rumah dan dinding. Selain itu, ada juga beberapa aksesori lain yang juga menyertai perayaan tersebut seperti shio, lampion, barongsai, angpau, pohon Mei Hwa, petasan, kembang api, jeruk, kue keranjang, dll.
Legenda Nián
Konon, simbol-simbol atau tradisi Imlek ini berasal dari sebuah legenda. Dahulu kala, ada sosok raksasa bernama Nián.
Nián adalah raksasa pemakan manusia dari pegunungan yang muncul di akhir musim dingin untuk memakan hasil panen, ternak dan bahkan penduduk desa. Untuk melindungi diri mereka, para penduduk menaruh makanan di depan pintu mereka pada awal tahun.
Dipercaya bahwa dengan melakukan hal itu, Nian akan memakan makanan yang telah mereka siapkan dan tidak akan menyerang orang atau mencuri ternak dan hasil panen.
Pada suatu waktu, penduduk melihat bahwa Nian lari ketakutan setelah bertemu dengan seorang anak kecil yang mengenakan pakaian berwarna merah. Penduduk kemudian percaya bahwa Nian takut akan warna merah, sehingga setiap kali tahun baru akan datang, para penduduk akan menggantungkan lentera dan gulungan kertas merah di jendela dan pintu.

Mereka juga menggunakan kembang api untuk menakuti Nian. Sejak saat itu, Nian tidak pernah datang kembali ke desa. Adat-adat pengusiran Nian ini kemudian berkembang menjadi perayaan Tahun Baru Imlek.
Warna merah dalam tradisi Perayaan Imlek itu ternyata juga ada di Gereja Katolik dengan makna liturgis khusus.
“Warna merah memiliki makna liturgis yaitu simbol kemartiran. Martir adalah saksi iman yang rela mati, mencurahkan darahnya demi imannya kepada Kristus. Sebagai pengikut Kristus, warna merah ini melambangkan perjuangan, pengorbanan, penderitaan dan salib,” ungkap Romo Andreas Kurniawan OP dalam homilinya pada perayaan Misa Imlek di Gereja Katedral St. Yosep Pontianak, hari Jumat tanggal 16 Februari 2018.

“Namun inilah lambang kemenangan, lambang keselamatan kita. Dalam hidup, selalu ada kejahatan dan kegelapan silih berganti, namun kita tidak hanya terpuruk dalam situasi ini, kita harus mampu melihat sisi terang dan kebaikan bersama Tuhan. Apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama kita tidak perlu khawatir yang berikutnya adalah kita harus bersyukur. Seperti dalam bacaan Injil Matius 6: 34 hari ini: ‘Sebab janganlah kamu khawatir akan hari esok, karena hari esok mepunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari’,” ungkapnya.
Hari keluarga
Hari kemarin itu, kata Ekonom Keuskupan Agung Pontianak, merupakan hari penuh sukacita, hari di mana kita akan mengunjungi sanak keluarga. “Ini erat kaitannya dengan tradisikue keranjang yang selalu lengket, namun manis,” kata Romo Andreas OP yang berasal dari Paroki Toasebio, Jakarta Barat.
Menurut Romo Andreas, makna kue keranjang yang nanti akan dibagikan kepada seluruh umat setelah Misa Imlek berakhir tersebut melambangkan adanya rasa erat-keakraban dalam keluarga, bersatu-menyatu dalam kegembiraan, keharmonisan dan kemanisan.

Romo juga berpesan bahwa umat perlu mengucapkan syukur kepada Tuhan supaya keluarga kita bersatu. Sebab kegelapan, kejahatan, ketakutan, keputusasaan akan dikalahkan dengan sikap yang mampu bersyukur.
“Selain bersyukur kepada Tuhan, orangtua kita jangan dilupakan, karena kalau kita menghormati orangtua maka berkat akan mengalir dengan sendirinya,” ungkap Romo alumnus Seminari Menengah KAJ Wacana Bhakti ini sebelum mengakhiri homilinya.

Ucapan Uskup Agung KAP
Ucapan Selamat Tahun Baru Imlek juga disampaikan oleh Mgr. Agustinus Agus Pr kepada seluruh umat Katolik di KAP yang diwakili oleh P. Alexius Alek Mingkar Pr, Pastor paroki St. Yosep Katedral. “Semoga Perayaan Imlek ini memberikan damai dan sukacita,” ungkapnya.
Sebagai orang beriman, kita ucapkan salam tahun baru kepada Tuhan kita yang adalah sumber berkat bagi kita.

Pastor Paulus Toni OFMCap mengajak umat dan para imam konselebran yang hadir di altar untuk memberikan salam tradisional Tionghoa.
“Tangan kanan untuk bekerja, tetapi tangan kiri sebagai tanda damai dan cinta kasih. Tangan kanan dikepal dan tangan kiri mengatup/menutup tangan kanan ini merupakan simbol kedamain, persahabatan, terima kasih dan syukur,” ungkapnya.
Dalam misa meriah tahun baru Imlek ini, P. Hermanus Mayong OFMCap juga memberikan pesan rohani kepada seluruh umat yang hadir.
Romo Minister Provinsial Ordo Kapusin Provinsi Pontianak ini mengambarkan filosofi sukacita dan kedamian dalam simbol pohon Mei Hwa. “Pohon itu akarnya adalah iman, batangnya adalah kasih, dahannya adalah pengharapan, daunnya adalah kesabaran bunganya adalah sukacita dan buahnya adalah damai sejahtera,” ungkapnya.

Kredit foto: Sr. Maria Seba SFIC