SALAH satu yang memukau dari Yesus adalah caraNya menjawab pertanyaan. Ketika ibu Yohanes dan Yakobus meminta anak-anak mereka diberi mahkota kekuasaan, Yesus mengatakan, “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum?” (Mat 20:22). Ketika orang Saduki mengkisahkan seorang wanita dengan tujuh suami dan menanyakan siapakah suaminya di alam keabadian, “Pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga” (Mat 22:30).
Apa yang terjadi di sini? Yesus menjawab dari atas apa yang dipertanyakan dari bawah. Apa yang ditanyakan ibunda Yohanes dan Yabokus adalah kuasa duniawi. Orang Saduki mengharapkan Yesus menyelesaikan soal teologis. Semua perhatian mereka adalah dari bawah. Mereka datang dengan segala kerumitan karena kekuasaan dunia, kepentingan dan gengsi pribadi. Jawaban Yesus melampaui kuasa duniawi. JawabanNya datang dari relasi yang begitu akrab dengan Allah.
Serba berubah
Keheningan adalah langkah yang bisa kita lakukan untuk mencari jawaban yang kreatif. Di tengah dunia yang begitu diwarnai perubahan politik, sosial dan keagamaan yang amat cepat dan kompleks, kita seringkali menjadi begitu reaktif. Hidup kita seolah bergantung pada dunia yang semakin carut marut ini.
Suasana hati mudah berubah, perasaan terombang-ambing, kita mudah terprovokasi. Kita seolah hidup dalam dunia yang mengharuskan kita memilih antara “memihak” atau “melawan”. Kita menjadi korban yang mudah dipermainkan dunia yang terus menerus menyita perhatian kita. Peristiwa yang selalu berubah membuat diri kita selalu berubah. Perubahan itu bahkan bukan hanya membuat persaaan terombang-ambing malah bahkan bisa membuat kita bereaksi dengan kata yang keras dan aksi yang meledak.
Reaksioner
Sikap hidup reaksioner ini bisa saja muncul dalam perasaan, kata-kata bahkan tindakan. Sebagai akibatnya, kita merasa sangat sibuk dan lelah. Perasaan reaksioner yang bisa muncul adalah kecewa, cemas, takut, marah, sepi dan sebagainya. Perasan-perasaan seperti ini kalau tidak hati-hati mendorong orang untuk cepat-cepat bertindak. Kata atau tindakan yang tergesa-gesa itu semakin menjadikan kita budak dari dunia yang selalu berubah. Kita mudah sekali melihat kata-kata reaksioner yang muncul dari realitas seperti ini. Status, cuitan, komentar atau tulisan melalui media sosial bentuk paling mudah dari reaksi spontan ini. Tindakan reaksioner bisa muncul dalam wujud diam, melarikan diri atau bahkan kekerasan meledak.
Hidup rohani yang benar tidak menutup mata pada persoalan yang dihadapi dunia. Peristiwa pembunuhan dengan kopi bersianida, banjir, terorisme, demonstrasi, kegaduhan pilkada, kekerasan, kekecewaan atau dendam pribadi, pengusaha yang mau ngotot membuat pabrik meski ditolak warga merupakan bagian dari doa, meditasi dan kontemplasi. Hidup rohani yang berkembang kian menyadarkan kita untuk mnanggapi dunia tempat kita hidup. Kepekaan yang tumbuh dari keheningan mestinya bisa mengubah hidup. Dari hidup rohani seperti ini diharapkan muncul jawaban yang tidak lagi diwarnai sikap reaksional namun jawaban yang bebas, tindakan belas kasih.
Perlu hening
Keheningan batin memang sungguh kita perlukan. Dalam keheningan, sejarah hidup ktia tidak menjadi deretan peristiwa yang tidak berhubungan satu sama lain tetapi menjadi panggilan atau tawaran untuk mengubah hati dan pikiran. Kita memutus rantai sebab akibat. Karena dengan keheningan, kita mendengarkan dengan perasaan mendalam dan menemukan nilai-nilai. Kita memutus dualitas dengan menyatukan dan mengutuhkan segala peristiwa di luar dengan yang ada di dalam diri.
Mungkin kita tidak akan pernah mampu menemukan “jawaban murni” dari atas seperti Yesus. Tapi bagaimanapun sungguh penting memahami reaksi spontan terhadap lingkungan dan reaksi yang matang atau dimatangkan secara mendalam dengan mendengarkan dunia dimana kita hidup. Dalam keheningan batin, kita dapat mendengarkan peristiwa-peristiwa dalam keidupan kita setiap jam, hari dan tahun dan perlahan merumuskan, memberi jawaban bahkan bentuk sikap yang sungguh jawaban pribadi kita. dalam keheningan kita dapat menyimak dunia dan merancang tanggapan yang tepat.
Dari keheningan, sedikit demi sedikit perasaan kita akan makin mengarah ke bela hati, belarasa (compassion). Dari keheningan, reaksi yang galak, garang dan ganas sedikit demi sedikit bisa mengarah ke tindakan yang penuh kasih. Bangsa ini perlu keheningan. Bangsa ini perlu semakin banyak orang yang mampu menjawab dari atas apa yang ditanyakan dari bawah. (jb. haryono).