TRAVELING rupanya tidak terlalu bagus untuk kehidupan rohani. Khususnya traveling sendirian.
Pesawat terbang, bandara, bus, stasiun penuh dengan orang lalu lalang, pajangan majalah, makanan lezat, minuman menggiurkan, pakaian yang menantang dompet. Beragam obyek itu kadang terlalu menggoda sehingga mudah sekali memecah belah perhatian hati dan pikiran tertuju pada Allah. Saat kita berpergian sendiri, kita mudah sekali banyak makan, banyak belanja, banyak melihat sana sini. Pikiran mengembara kemana-mana sehingga emosi dan perasaan mudah teraduk-aduk.
Yesus tidak menginginkan kita pergi sendirian. Ia mengutus kita berdua-dua. Sabda-NYA, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah serigala, maka cerdiklah seperti ular dan tulus seperti merpati”.
Sementara orang suka traveling bersama, karena di situ orang menemukan support.
Apa bedanya pergi sendirian dan traveling bersama?
Traveling bersama orang lain secara radikal mengubah signifikansi perjalanan kita. Ini bukan lagi perjalanan, melancong, jalan-jalan, kuliner, mencari objek foto melainkan perutusan (misi). Situasi perjalanan penuh godaan menjadi peziarahan spiritual. Bukan lagi kesendirian, namun suatu kesempatan persaudaraan. Bukan berfikir diri sendiri namun peduli pada orang lain. Peziarahan menjadi saat penyadaran bersama, kita berjalan bersama menuju satu tujuan utama yang sama.
Kita tidak sendirian.
Sabda Yesus, tatkala dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, aku tinggal di situ, begitu nyata saat kita traveling bersama. Bersama-sama kita dilindungi dari keinginan tak teratur. Bersama-sama kita dilindungi dari kekuatan godaan yang menjauhkan kita dari tujuan peziarahan. Bersama yang lain kita menemukan keindahan alam, kebaikan sesama, perlindungan bahkan mukjizatNYA. Bersama kita bisa cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.
Baca juga: Lentera Kehidupan: Mulih
