Lentera Keluarga – Berdoa Dengan Tekun

0
1,301 views

Sabtu, 18 November 2017.
Bacaan: Keb 18:14-16;19:6-9; Mzm 105:2-3.36-37.42-43; Luk 18:1-8

Renungan

TUHAN Yesus memberikan gambaran kontras antara kebaikan Bapa dengan Hakim yang “tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapapun” ; hakim yang buruk. Sementara janda adalah figur masyarakat yang tidak berdaya, tidak mempunyai apa-apa. Namun yang luar biasa adalah Janda ini meminta terus menerus, tidak berhenti dengan penolakan; sampai akhirnya “bukan dengan alasan kemanusiaan” tetapi karena “alasan tidak mau diribetin” ia membela. Hakim yang tidak benar saja karena permohonan yang terus menerus bisa mengambulkan; apalagi Allah Bapa yang baik: “Ia tidak akan mengulur-ulur waktu  dan akan segera menolong mereka.”.

Kadang kita seperti janda yang tidak berdaya di hadapan figur orang yang “tidak takut akan Allah dan tidak menghormati siapapun” . Dalam hidup sehari-hari hakim itu bisa “orang yang sulit” : pasangan, anak, orang tua/mertua, atau rekan kerja/rekan pelayanan. Hal yang biasa terjadi adalah kita yang baik kadang terus mudah “menyerah” ketika saran, masukan, nasihat, permohonan, niat baik itu tidak ditanggapi dengan baik. Apalagi jika sudah menghitung-hitung berapa kali kita ditolak dan berapa kali komentar dan tanggapannya itu menyakitkan kita.

Jika kita menyerah, maka merekapun akan semakin jauh dan apa yang kita harapkan juga semakin tidak tercapai. Diperlukan ketekunan dan ketahanan emosi. Sesulit-sulitnya orang, jika dengan tekun dan dengan ketahanan emosi yang kuat, ia pun juga akan menyerah. Bukan kita yang dipengaruhi, tetapi kitalah yang mempengaruhi. Jangan mudah menyerah dan kuatkan stamina emosi.

Kontemplasi

Gambarkan apa yang dialami oleh janda ini dari awal solisitasi, penolakan sampai akhirnya dikabulkan?

Refleksi

Apakah aku mempunyai sikap pantang menyerah, tekun dan mempunyai stamina emosi yang kuat dalam berhadapan dengan “orang sulit dan terbatas” ?

Doa 

Ya Bapa, ajarilah aku memperjuangkan hal baik dengan ketekunan dan ketahanan emosi, terutama dalam membangun relasi dengan siapapun yang kukategorikan “sulit dan terbatas”. Amin.

Perutusan

Aku menguatkan diri tekun, pantang menyerah dan mempunyai ketahanan emosional  dalam mengusahakan kebaikan (Morist MSF)

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here