Tahun A-2. Minggu Prapaskah II
Rabu, 11 Maret 2020.
Bacaan: Yer 18:18-20; Mzm 31:5-6.14.15-16; Mat 20:17-28.
Renungan:
WALAUPUN sudah tiga kali Tuhan Yesus menyatakan penderitaan dan kematianNya, para murid tidak mampu memahaminya. Setelah Petrus, kini Yakobus dan Yohanes. Tiga murid utama mengalami “gagal paham”. Tidak mudah memahami penderitaan Guru mereka ketika saat sekarang Guru mereka itu luar biasa dalam pengajaran dan berbuat kebajikan. Namun dengan baik Tuhan Yesus membenarkan bahwa ada kemuliaan bagi setiap orang yang mengikutiNya, namun kemuliaan itu dicapai dengan sebuah kebaranian untuk menderita. Dan ketika kedua murid diminta Tuhan untuk membayangkan penderitaan, mereka merasa kuat dan mampu, karena mereka memang belum mengalaminya dan terutama karena mereka mengentengkan penderitaan itu.
Jika kita diminta membayangkan penderitaan, ketika hidup kita di atas angin dan mendapat segala yang kita perlukan, kita merasa diri “sanggup” dan menganggap “enteng” penderitaan. Sama dengan sepasang pengantin yang saling mencinta mengutarakan janji untuk mencintai bukan hanya dalam untung tetapi juga dalam malang, bukan hanya sehat tetapi juga sakit, bukan hanya suka tetapi duka. Mereka masih dapat berjanji dengan tersenyum bahagia, karena mereka baru dapat membayangkan malang, sakit dan duka, namun banyangan itu belum ada isinya. Berbeda dengan suami isteri yang 25 atau 50 tahun hidup bersama, kata “malang”, “sakit” dan “duka” itu mempunyai makna dan isi, yang membuat perasaan mereka bergetar ketika mereka saling mengulangi janji yang sama dalam penyegaran perkawinan. Demikianpun halnya dengan penghayatan kaul bagi para religius dan janji pasetya para imam. Dengan bertambahnya usia, pengalaman, kita tahu bahwa setiap kata yang kita ungkapkan tidak muncul dari bayangan tetapi dari pengalaman pergumulan dan penderitaan.
Penderitaan, suka tidak suka, akan tiba ke hidup kita tanpa kita sangka; Kita tidak boleh meremehkan penderitaan dan bersikap jumawa seakan-akan kita “superhero”; kita juga tidak boleh takut, sehingga kita kecil hati dan hancur. Penderitaan harus kita lalui dengan hati seorang hamba, dengan segala kerendahan hati.
Kontemplasi:
Gambarkan bagaimana kedua murid Yesus (yang diwakili oleh ibu mereka) gagal paham akan nubuat penderitaan yang Yesus sampaikan untuk yang ketiga kalinya.
Refleksi:
Bagaimana aku bersiap dan bersikap menghadapi penderitaan yang kemungkinan muncul di masa depan hidupku?
Doa:
Ya Bapa, ajar aku untuk menjalani perjalanan hidupku dalam suka duka, sehat sakit, untung dan malang dengan hati seorang hamba. Berikankah kepadaku hati yang setia dan taat.
Perutusan:
Seperti roda kehidupan, ketika hidup anda di atas, persiapkan diri anda untuk berada di bawah; dan ketika roda kehidupan anda berada di bawah, persiapkan pula diri anda untuk berada di atas. Baik roda kehidupan anda di atas ataupun di bawah, laluilah dengan hati seorang hamba yang setia dan taat.
(Morist-MSF)
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)