Jumat, 24 November 2017. PW. Para Martir Vietnam.
Bacaan: 1Mak 4:36-37.52-59; 1Taw 29:10-12d: Luk 19:45-48
Renungan
SALAH satu kerinduan yang muncul selama masa pendudukian Anthiokus adalah kebebasan untuk beribadah. Pemaksaan budaya Yunani dan penyembahan berhala telah membawa orang pada “pemurtatan” dari banyak kalangan Yahudi. Maka dengan kemenangan Makabe bersaudara, mereka dapat menikmati kebebasan mereka dalam ibadat tanpa ketakutan. Mereka menguduskan kembali Bait Allah yang telah dikotorkan dan menetapkan hari sukacita untuk beribadat kepada Allah.
Kebebasan untuk beribadat dan mempunyai tempat ibadat kadang masih menjadi persoalan di berbagai macam tempat di Indonesia. Aturan hukum, prosedur dan kenyataan kadang berbenturan. Ada sederet daftar perusakan, perusakan, penolakan dan penyegelan rumah ibadat karena perbedaan keyakinan-agama. Kita sebagai orang-orang kristen diundang juga untuk memberikan jaminan kebebasan bagi siapapun untuk beribadah menurut agamanya. Demikian juga kita, kita dapat menuntut dari pemerintah hak untuk beribadat dan mendirikan tempat ibadat. Jaminan ini adalah sebuah hak mendasar semua orang.
Dan undangan bagi kita yang sudah mempunyai tempat ibadat; supaya kita memanfaatkannya sebagai sarana untuk bertemu dengan Tuhan. Jangan sampai tempat ibadat kotor karena sepi dan tak dikunjungi; tetapi karena kita banyak melakukan aktrifitas di dalamnya.
Kontemplasi
Gambarkan bagaimana Makabe bersaudara dan orang-orang yahudi merasakan sukacita karena dapat beribadah kembali di Bait Allah.
Refleksi
Bagaimana aku memanfaatkan Bait Allah, gereja, kapel, ruang doa dalam hidupku?
Doa
Ya Bapa, semoga dunia menjadi tempat yang damai dan menggembirakan ketika semua orang dengan caranya masing-masing menyembah Engkau dalam Roh dan Kebenaran. Amin.
Perutusan
Aku memanfaatkan tempat doa untuk aktifitas-aktifitas rohani (Morist MSF)
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)