Tahun A-2. Minggu Biasa XVII.
PW St. Ignatius Loyola
Jumat, 31 Juli 2020.
Bacaan: Yer 26:1-9; Mzm 169:5.8-10.14; Mat 13:54-58.
Renungan:
NUBUAT Yeremia di depan banyak orang Yehuda itu melawan arus. Nubuat pertobatan dan hukuman itu dikecam dan dilawan oleh para imam dan nabi kerajaan :”Engkau harus mati! Mengapa engkau bernubuat demi nama Tuhan dengan berkata, “Rumah ini akan sama seperti Silo, dan kota ini akan menjadi reruntuhan, sehingga tidak ada lagi penduduknya?”. Kata-kata ini tidak menyenangkan hati raja dan banyak orang, termasuk para imam dan nabi kerajaan yang lebih mendengarkan “kepentingan politik” daripada menyampaikan kebenaran Sabda Tuhan dan menyampaikannya dengan apa adanya.
Seorang nabi seperti Yeremia, selain mempunyai kepekaan menangkap Sabda Tuhan, ia juga sangat cermat dalam menangkap situasi hidup bangsa dalam terang iman dan etika hidup baik pribadi maupun sosial. Sikap kritisnya bukanlah asal kritik dan melihat cacat cela orang, Sikap kritisnya selalu disertai dengan alternatif perubahan, dari cara yang paling halus sampai dengan cara yang tegas dan lugas. Sikap ini membuat ia dimusuhi oleh semua orang dari bangsanya dan dicelakakan. Tetapi ia tetap setia mendampingi bangsanya ketika mengalami pembuangan dan kembali dari pembuangan. Semua itu dilakukan untuk menyatakan kasih Allah dan cintanya kepada bangsa Israel.
Bersikap kritis tidak sama dengan mencari selumbar di mata orang lain, tetapi berbicara tentang hal mendasar yang baik bagi orang lain. Selain bertujuan untuk menggugah kesadaran hati nurani, sikap kritis itu sangat baik jika disertai dengan mencari bersama alternatif tindakan perubahan perubahan. Jadi dasar sikap kritis adalah kebaikan orang lain-bersama, dan bukan ketidaksenangan atau kebencian. Sikap kritis tidak harus berarti keras dan menyakitkan hati; jangan sampai pesan itu tidak tersampaikan, dan yang tersampaikan adalah cara kita memberi pesan. Ada cara dan tingkat tertentu.
Sebaliknya, mendapat kritik itu tidak mengenakkan; karena ada kecenderungan diri kita untuk membela diri karena merasa dipersalahkan atau merasa tidak dicintai. Kritik, masukan, adalah tanda cinta karena orang lain memperhatikan kita, walaupun mungkin mereka tidak mengenal sedalam-dalamnya cara dan motivasi kita. Kritik membangunkan kesadaran kita; membuat kita lebih maju baik secara pribadi maupoun hidup bersama dengan orang lain.
Sikap kritis yang tanpa kasih dan sikap anti kritik yang disertai dengan pembenaran diri menjadi tanda bahwa tidak adanya relasi kasih dan persaudaraan. Tidak perlu membenci ketika kritik baik kita tidak diterima karena kita tidak tahu pergumulan hati setiap orang; dan tidak perlu marah dan membela diri ketika kita dikritik karena orang tidak mengenal kita secara mendalam. Yang mendasar adalah keterbukaan, kasih dan kebaikan bersama tetap menjadi prioritas. Setiap orang bertanggunjawab atas hidup dan keputusannya sendiri, termasuk menerima konsekwensi.
Kontemplasi:
Gambarkanlah keberanian nabi Yeremia untuk menyampaikan firman Tuhan secara tegas dan lugas di depan bangsa Yehuda.
Refleksi:
Apakah aku menyampaikan masukan atas dasar kasih? Apakah aku juga menerima masukan dengan kerendahan hati sebagai kesempatan untuk berubah dengan lebih baik?
Doa:
Ya Bapa, ajarilah kami untuk menyampaikan dan mendengarkan firmanMu yang membentuk kami dan demi kebaikan saudara-saudara kami.
Perutusan:
Sampaikanlah masukan atas dasar kasih dan belajarlah berterima kasih ketika anda menerima masukan.
(Morist MSF)
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)