Jumat, 03 November 2017
Bacaan: Rom 9:1-5; Mazmur : Mzm 147:12-15.19-20; Luk 14:1-6
Renungan
PERLU alasan mendesak dan keberanian bagi orang yang busung air untuk datang kepada Yesus pada hari Sabath dan di rumah ahli kitab dan orang Farisi. Alasan mendesak dan keberanian inilah yang membuat Tuhan Yesus menyambut dan menyembuhkannya. Hari Sabath dimaknai sebagai hari Allah yang menyembuhkan, membebaskan dan memberikan sukacita.
Tidak mudah menjadi pelayan yang bijak seperti Yesus, yang mau mengambil resiko untuk menerima orang yang membutuhkan minta tolong di saat “yang tidak tepat”. Mudah bagi kita untuk mengatakan “tidak bisa” atau memberikan alasan “harus buat appointment”, bukan karena alasan kita ada pekerjaan lain tetapi terlebih karena kita tidak mau direpotkan dan menikmai “ me-time”. Ataupun kalau kita menerima, kita menerimanya dengan “grundel”.
Sebagai pelayan kita perlu menghargai dan menghormati setiap orang yang datang kepada kita pada “saat yang tidak tepat”. Memperhatikan sebentar dan memberikan waktu 30 menit – 1 jam tidak akan membuat kita kehilangan waktu kita. Kita percaya bahwa Tuhan mengutus mereka datang kepada kita dan mempercayakan mereka kepada kita. Dan untuk itulah seorang pelayan itu ada, mengutamakan yang dilayani, lebih dari “adat/kebiasaan” yang sering kita jadikan tameng dari ketidakmauan kita untuk melayani. Marilah kita melayani mereka dengan sukacita dan kegembiraan.
Kontemplasi
Gambarkan bagaimana keberanian yang dimiliki oleh orang yang busung air datang kepada Yesus pada hari sabath dan di rumah orang farisi.
Refleksi
Apakah sikap Yesus yang mengutamakan hidup orang itu menjadi sikap dan keputusan hidupku dalam pelayanan?
Doa
Ya Bapa, semoga aku semakin boleh serupa dengan Yesus dalam menjadi seorang pelayan. Amin.
Perutusan
Aku belajar melayani “di saat yang tidak tepat”
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)