Tahun C-1. Minggu Biasa VI
Rabu, 20 Februari 2019.
Bacaan: Kej 8:6-13.20-22; Mzm 116:12-13.14-15.18-19; Mrk 8:22-26.
Renungan:
TOTAL lebih dari 1 tahun dari awal air bah sampai dengan Nuh mempersembahkan korban kepada Allah. Sejarah baru dimulai dan Allah berjanji “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang dirimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya…” Menjadi pertanyaan bagi kita: bagaimana jika manusia kembali menolak Allah dan bangga dengan dosa-dosanya? Maka jawaban Allah adalah bukan membinasakan tetapi mengirimkan para nabi dan AnakNya sendiri dan kita sebagai duta-duta pertobatan sampai pada penghakiman final. Merekalah yang mendidik hati nurani dan dengan setia mewartakan semangat pertobatan.
Berhadapan dengan konflik, masalah sulit dan dosa yang membandal dalam perkawinan dan keluarga, kadang kita kehilangan kesabaran dan harapan serta kebaikan kita. Kita segera ingin “meninggalkan”, “membalas” atau “menghukumnya” daripada berjuang untuk pertobatan hidupnya. Pengalaman sakit hati yang mendalam dan beratnya efek dari persoalan tersebut kadang membuat kita tidak mampu bertahan untuk tetap mengasihi dan bertindak bijak. Perkataan Allah hari ini mengingatkan kepada kita akan jalan sempit yang harus kita lalui yaitu untuk tetap mengasihi dan bijak dalam situasi buruk dalam perkawinan dan keluarga.
Dalam hidup religius dan imamat hadir pula pribadi-pribadi yang karena kelemahan atau peristiwa hidup yang sulit menjauh dari hidup imamat dan religius. Panggilan kitapun tetap diajar untuk bertindak bijak dengan tetap mengedepankan prinsip cinta kasih. Kerapuhan dan kelemahan pribadi harus kita terima, tetapi bukan dijadikan alasan untuk tidak berubah dan membenarkan perbuatan yang sejalan dengan nilai imamat dan hidup religius. Sikap belaskasih Allah membuat kita bertanya pada diri kita sendiri: Bagaimana kita dapat membawa warta pertobatan bagi orang lain, jika kita tidak mampu membawa warta pertobatan itu kepada rekan-rekan kita sendiri.
Kontemplasi
Gambarkan bagaimana janji Allah untuk tidak mengutuk bumi kembali.
Refleksi:
Bagaimana sikapku berhadapan dengan pribadi=pribadi dengan “dosa yang membandal”? Apakah aku berani bersikap bijak-tepat dengan berlandaskan pada cinta kasih dan harapan akan pertobatan?
Doa:
Ya Bapa, semoga kami senantiasa mengutamakan cinta kasih daripada keinginan menghancurkan dalam mengambil sikap yang tepat dan bijak terhadap pribadi-pribadi yang bangga dengan dosa. Amiin.
Perutusan:
Dalam situasi berat perkawinan-keluarga, ambillah keputusan tepat dan bijaksana dengan tetap berlandaskan pada semangat cinta kasih dan bukan menghacurkan pribadi
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)