Tahun A-2. Oktaf Paskah
Rabu, 15 April 2020
Bacaan: Kis 3:1-10; Mzm 105:1-2.3-4.6-7.8-9; Luk 24:13-35
Renungan:
INJIL Lukas mengisahkan kisah pencerahan kebangkitan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus sendiri kepada 2 orang murid, yang tidak temasuk dalam kelompok 12 atau para wanita yang setia mendampingi Yesus.
Hal menarik pertama adalah bahwa mereka sudah mendapat kesaksian, tetapi tidak percaya pada kesaksian dengan mengatakan “Beberapa perempuan di kalangan kami telah pergi ke kubur itu dan mendapati, bahwa memang benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Yesus sendiri tidak mereka lihat.” Mereka tidak percaya, karena mereka fokus pada kekecewaan dan harapan mereka yang kandas “padahal kami dahulu mengharapkan bawa DIalah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel”.
Hal menarik kedua adalah bahwa Yesus yang bangkit itu sendirilah yang menemani, berdialog, merubah perspektif pikir dan motivasi mereka, dan mengenangkan kembali peristiwa penting, sehingga tanpa di suruh, tanpa diperintah, kedua murid tersebut setelah “terbuka mata mereka” sehingga mereka segera kembali ke Yerusalamen. Setelah mendengar kesaksian mereka, para murid di Yerusalem sampai pada kesimpulan “Sungguh, Tuhan telah bangkit, dan telah menampakkan diri kepada Simon.”
Kisah Emaus adalah kisah kemuridan kita sekarang untuk mengenal Yesus yang bangkit dan menemukan semangat kebangkitan dalam hidup kita. Benar kita telah mendengar kesaksian tentang Yesus yang bangkit dari iman rasuli kita. Tetapi sebagian dari kitapun jatuh kepada ketidakpercayaan. Kisah Emaus menjadi contoh di satu sisi kegagalan kita mengimani kebangkitan dan cara Tuhan membantu kita untuk membuka mata hati kita mengimani kebangkitan.
Kita gagal mengalami kebangkitan ketika fokus pada cita-cita dan keinginan diri kita. Kita gagal meraih kesuksesan kita sehingga kita mengatakan “Tuhan gagal memenuhi kebutuhan dan cita-cita baik saya”. Kegagalan ini membawa kita “tidak mendengarkan” masukan atau kesaksian orang lain, perbincangan yang diwarnai penyelesan dan kembali kepada cara hidup yang lama, tanpa Tuhan. Kita mengeluh, tidak tertarik pada hal rohani, mogok berdoa, ke gereja, membaca KS, dan percaya kepada penyelenggaraan ilahi. Kita alergi terhadap segala sesuatu yang ada kaitannya dengan Tuhan. Siapakah mereka: mereka adalah orang-orang yang dekat dengan kita yaitu keluarga kita.
Pada saat ini, diperlukan sebuah sahabat, teman seperjalanan, yang memberi waktu, menemani, berdialog, memberikan inspirasi dan perspektif iman yang baru serta mengingatkan kembali kenangan kasih Tuhan kepada mereka. Kadang perlu waktu pendek, kadang perlu waktu panjang untuk sampai kepada “terbuka mata hati mereka”. Mereka berubah bukan dengan perintah, kemarahan, hukuman ataupun ancaman,
Kontemplasi:
Gambarkanlah bagaimana dua orang murid Yesus yang menuju Emaus mengalami pencerahan dari Yesus.
Refleksi:
Bagaimana aku bersikap seperti Yesus, untuk dapat mendampingi saudara-keluargaku untuk sampai kepada iman akan Yesus.
Doa:
Ya Bapa, semoga Engkau membuka mata hati kami dan keluarga kami untuk boleh mengalami kebangkitan hidup bersama Yesus.
Perutusan:
Dampingilah dengan tekun saudara-keluarga kita yang mengalami kekecewaan iman, “alergi” terhadap Tuhan dan rencananNya.
(Morist MSF)
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)